Share

Bab 6

Bab 6

Plak!

Bunyi tamparan keras.

Aku terperanjat mendengar teriakkan Luna. Gegas kubangkit dan keluar dari kamar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Kau pikir kau siapa, hah? Berani sekali menamparku," teriak Fisal.

"Ada apa, Lun?" tanyaku seraya mendekatinya. 

Seketika ia menghamburkan tubuhnya kepelukanku dan terisak. Kuarahkan pandanganku ke lelaki tak bermoral itu. 

"Dengar ya, aku tak punya masalah denganmu. Berani-beraninya kau lecehkan istriku," ucapku geram. 

Kini, aku sudah berada di hadapan lelaki itu. Mataku memerah, menatapnya tajam. Gigi gerahamku saling bergesekan. Satu-persatu jemariku mengepalkan tinju. Gegas kutarik dan melayangkan pukulan hingga tubuhnya terhempas ke bawah. Ia pun jatuh tersungkur. Berani-beraninya dia melecehkan istriku.

"Ka Arga?" Teriak Eka yang baru saja ikut bergabung dengan kami di dapur. 

Bu Mega dan Rita berhamburan juga- mendekat untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tatapan mereka mengarah ke kami, bergantian.

"Ada apa ini?"

"Tanyakan ke calon menantu ibu, apa yang telah dilakukannya." Aku mendengus kesal dan terus berjalan meninggalkan mereka.

"Darah! Ka Arga, apa yang kau lakukan?" tanya Eka yang masih terkesiap melihat darah mengucur dari hidung Fisal.

"Coba tanyakan ke calon suamimu itu apa yang telah dilakukannya, sebelum kuseret ia ke penjara saat ini juga," ucapku kemudian membawa Luna ke kamar bersamaku.

**

Sudah seminggu ini, Luna terlalu sering merenung di dalam kamar. Aku khawatir psikologinya terganggu. Kucoba menegurnya. Ia menjawab sapaanku, tetapi tidak seantusias dulu. 

Apa sebenarnya yang dilakukan Fisal ke istriku ini. Sudah berapa kali kucoba menanyakannya bagaimana kejadian sebenarnya bermula. Tetap saja, Luna tidak menjawab pertanyaanku. Bahkan, secara tiba-tiba ia berteriak, "Aku kotor, Ga."

Entah, apa maksudnya dengan ucapan itu. 

"Lun ... Luna!" Kugerakkan dagunya perlahan agar menghadap ke arahku. "Kau boleh bercerita denganku. Aku siap menunggu kapanpun bila ingin bercerita." Takada jawaban lagi darinya hanya tatapan kosong. "Kalau begitu, istirahatlah dulu! Sepertinya, kaubutuh istirahat." 

"Ga ...!" Tiba-tiba, suara itu memanggilku saat aku hendak keluar dari kamar.

"Iya, ada apa?" Aku pun menghampiri dan duduk kembali di hadapannya sambil meletakkan tangan di bahunya.

"Kau akan memaafkanku?" ucapnya lirih.

"Iya, aku tetap memaafkanmu," jawabku.

"Tapi, aku ... Aku kotor."

"Tidak ... Jangan ucapkan itu. Kau tidak melakukan apa-apa." Kuraih dan menyandarkan kepalanya di atas bahuku. 

"Sore nanti kita akan ke psikiater setelah pulang dari kantor. Tunggu aku di sini. Jangan ke mana-mana, ya!"

Ia hanya mengangguk setuju. Semoga setelah dari psikiater nanti kondisi jiwanya membaik. Aku tak tega melihatnya selalu mengurung diri di dalam kamar, khawatir tak baik untuk kesehatan mental dan jiwanya. 

**

"Lunaaaa ... Apa-apaan kau ini bersembunyi di dalam kamar terus! Sudah seminggu tak ada yang menjaga kedai. Kita bakal makan apa? Cepetan bangun! Kaupikir hanya kau yang bersedih, hah? Sudah, lupakan saja!"

Aku terkejut mendengar teriakan itu di atas saat aku masuk ke rumah. Aku baru pulang dari kantor dan suara itu terus-menerus memanggil-manggil nama Luna. Suara Bu Mega sambil menggedor-gedor pintu kamar.

"Pokoknya Mama tak mau tahu. Besok kau harus menjaga kedai dari pagi sampai malam sebagai pengganti ketidakhadiranmu seminggu ini. Buka pintunya, Lun!" teriak Bu Mega. "

Aku bergegas berlari ke atas menghampiri Bu Mega.

"Ada apa, Bu?" tanyaku.

"Dengar, ya! Beritahu istrimu untuk segera membuka kedai besok. Kalau tidak, lihat saja apa yang akan kulakukan untuk kalian berdua. Kita bakal makan apa kalau Luna terus menerus berdiam diri di rumah?" titahnya kemudian berlalu dari hadapanku.

Seketika telingaku mendidih, mendengar ucapan Bu Mega. Bibirku bergetar ingin mengucapkan sesuatu ke dia, tetapi tak mungkin. Tak mungkin aku mendebat seorang ibu yang kami tuakan di rumah ini. Bagaimanapun juga, dia adalah mertuaku. 

Namun, ucapannya tadi yang tak pernah memberi ampun ke Luna apapun kondisinya. Aku tahu, sebenarnya yang ditakuti ibunya bukan tidak makan, tetapi tidak bisa shopping lagi atau ngumpul bersama teman-teman sosialitanya sambil memamerkan barang baru. Karena kebutuhan rumah tak pernah kurang sedikit pun. 

Seminggu sebelumnya, aku menemani Luna berbelanja kebutuhan rumah. Jadi, aku tahu kebutuhan rumah belum habis selama seminggu ini. Apalagi selama Luna tak turun ke bawah untuk menyiapkan mereka makanan, jelas makanan tak ada yang habis karena tidak ada yang memasak dan menyiapkan makanan.

"Lun ... Luna, buka pintunya. Ini aku." Lima menit berlalu, tetapi tak ada jawaban dari Luna. 

Kuulangi mengetuk pintu sekali lagi. "Lun, ini aku Arga, suamimu. Buka pintunya dong, sayang! Kau di dalam kan?" Tak ada juga jawaban itu. Deru jantungku berdegup makin tak menentu. Pikiranku dipenuhi tanda tanya.

Ada apa ini? 

Oh, tidak mungkin! Tidak mungkin itu terjadi.

"Lun, buka dong pintunya! Ini aku Lun, Arga - suamimu." Degup jantungku yang tadinya memompa tak menentu, kali ini memompa tak karuan. 

"Please, Lun. Buka pintunya!"

Pikiranku membayangkan yang tidak-tidak. Kubalikkan badanku kiri dan kanan sambil menggaruk kepala, bukan gatal. Kedua tanganku mengepal, entah mau bikin apa. Kugerakkan gagang pintu atas-bawah berkali-kali.

Aku seperti kesetanan dan akhirnya mendobrak pintu kamar. Tak ada cara lain. Kuulangi berkali-kali hingga akhirnya,

Braak! 

Pintu terbuka.

Mataku membulat. Lututku lemas bak tak bertulang. Aku mematung, melihat di depanku. Tak terasa butiran embun di netraku seperti berkaca-kaca.

Seketika tubuhku ambruk di atas lantai dalam keadaan berlutut.

Apa yang terjadi denganmu sayang?

Luna, aku tak bisa hidup tanpamu, Lun!

***

Bersambung ....

Alibn A.

Mak-emak, kakak-kakak, dan teman-teman, mohon bantuannya untuk subscribe atau berlangganan, komen, like dan follow cerita ini. Agar otor semangat update/melanjutkan cerita ini. Tanpa bantuan dari kalian, otor tak bisa apa-apa. Terima kasih otor ucapkan bagi yang sudah berkenan mampir dan meng-klik berlangganan cerita ini. 🙏 Semoga kesehatan tercurah untuk kita semua. Aamiin. 🤲

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status