All Chapters of Jejaka Emas: Chapter 11 - Chapter 20
283 Chapters
Bab 11
"Ha ha ha...! Bagaimana, Eyang? Apa Eyang masih meragukan kehebatanku? Tidak, kan?" oceh Jejaka tertawa-tawa dari balik asap putih yang masih menyelimuti tubuhnya. ”Tapi ngomong-ngomong, senjata apa yang tadi Eyang gunakan? Kok aneh sekali?" Begawan Tapa Pamungkas menimang-nimang senjata anehnya di tangan. Mata tuanya terus mengamati senjata di tangannya penuh kagum. Mesti masih belum mampu menghadapi Jejaka, namun hatinya sangat bangga memiliki senjata itu. "Hei?! Nampaknya Eyang bangga sekali memiliki senjata itu? Apa Eyang lupa, kehebatan senjata itu belum ada apa-apanya dibanding kehebatanku. ” "Jangan cerewet, Cucuku! Kalau kau belum menguasai ilmu 'Titisan Siluman Ular Naga', jangan harap, mampu menghadapi senjata ini. Bertahun-tahun aku membuat senjata ini. Ini namanya senjata Anak Panah Bercakra Kembar.” “Anak Panah Bercakra Kembar?" ulang Jejaka penuh kagum. Bagaimanapun juga tadi, pemuda ini sempat merasakan kehebatan senjata itu. “Jika sudah tiba saatnya, akan eyang war
Read more
Bab 12
Hiaaah...! Wungngng! Jejaka mengarahkan gelang-gelang dewa ditangannya kearah sebuah batu besar yang ada tak jauh disebelah kirinya. Ke-10 ‘Gelang Dewa’ ditangannya langsung memanjang, membentuk seperti sebuah rantai yang sambung menyambung dan langsung mengikat batu besar itu. Dengan ‘Gelang Dewa’nya yang sudah saling satu menyatu membentuk rantai itu, Jejaka mengangkat batu besar itu keatas. Begitu batu itu sudah terangkat tinggi. Jejaka cepat menarik kembali gelang-gelang dewanya kembali kekedua tangannya. Begitu kembali. Dengan sangat cepat Jejaka menghimpun tenaganya, dan ; Heaaa! Jejaka memukulkan kedua tangannya yang sudah terkepal kearah batu besar yang terlihat sudah mulai jatuh kembali kebawah. Wuuuttt! Wuuuttt! Energi cahaya keemasan melesat keluar dari gelang-gelang-gelang dewa yang ada ditangan Jejaka, melesat cepat menuju kearah batu besar itu. Blaaarr! Batu besar itu langsung hancur berkeping-keping terkena energi keemasan dari gelang-gelang dewa. Jejaka tersenyu
Read more
Bab 13
“Naga Emas! Apa kau tau energi apa ini? Kuat sekali” tanya Begawan Tapa Pamungkas. “Ini adalah energi Kuasa Dewa eyang! Warisan ayah” kata Naga Emas. “Kuasa Dewa... ” ulang Begawan Tapa Pamungkas “Benar eyang, selama ini aku menyegel energi Kuasa Dewa itu ditubuh Jejaka, karena jika tidak. Tubuh Jejaka tidak akan mampu menampungnya, tapi seiring dengan berjalannya waktu. Kuasa Dewa itu semakin berlimpah dan segel yang kubuat tak mampu lagi untuk menguncinya” jelas Naga Emas. Begawan Tapa Pamungkas tampak terus mengangguk-angguk mendengar apa yang dikatakan oleh Naga Emas. -o0o- Begawan Tapa Pamungkas akhirnya membuka kedua matanya, lalu menatap kearah Jejaka yang saat itu juga tengah menatap kearahnya dengan penuh harap penjelasan. “Bagaimana eyang?” Dengan menarik nafas panjang, Begawan Tapa Pamungkas akhirnya menceritakan kepada Jejaka tentang apa yang didengarnya dari Naga Emas. Wajah Jejaka terlihat berubah mendengar cerita itu. Sesekali Jejaka menatap kearah lengan kirinya,
Read more
Bab 14
Di tempatnya. Jejaka terlihat berusaha mati-matian untuk mengendalikan kekuatan energi Kuasa Dewa miliknya. Jejaka dapat merasakan begitu besarnya energi Kuasa Dewa itu yang jika tidak dikontrol akan mampu meluluhlantahkan Gunung Semeru, bahkan Jejaka merasa bumi inipun bisa digoncangnya dengan energi Kuasa Dewa miliknya. "Kerahkan seluruh kehendak sucimu, Jejaka!" kembali terdengar teriakan keras Begawan Tapa Pamungkas yang ucapannya sama persis dengan apa yang dikatakan oleh si Naga Emas. Wajah Jejaka yang sejak tadi terlihat sangat tegang dan sedikit pucat, secara perlahan mulai terlihat tenang. Hal ini terjadi karena Jejaka dapat merasakan getaran kekuatan energi Kuasa Dewanya sudah mulai berkurang. Jejaka sudah mulai terbiasa dan bisa mengendalikannya secara perlahan. Kedua mata Jejaka kembali terbuka, terlihat bagaimana kedua mata Jejaka yang berkilat-kilat sinar keemasan. Perlahan tapi pasti, sosok Jejaka mulai bangkit berdiri. Tangannya tidak lagi bergetar seperti tadi. Kini
Read more
Bab 15
“Bagaimana kalau Tinju Penggetar Bumi” usul Begawan Tapa Pamungkas. “Tinju Penggetar Bumi eyang?” “Iya, Tinju Penggetar Bumi. Eyang tadi ingat, sebelum kau memukul, kepalan tanganmu sempat terjatuh ketanah dan membuat getaran yang sangat keras ditanah, bahkan getarannya sampai merata diseluruh wilayah Gunung Semeru ini” jelas Begawan Tapa Pamungkas. Jejaka teringat akan hal itu, tapi semua itu terjadi karena awalnya Jejaka tak kuat untuk menampung kekuatan yang ada pada dirinya. “Boleh juga eyang, Tinju Penggetar Bumi. Bila aku harus mengerahkan seluruh tenagaku, akan kuberi nama pukulan itu, Tinju Penggetar Langit. Bagaimana menurut eyang?” “Tinju Penggetar Langit, Hmm... Ya, ya ya. Boleh juga, tapi kalau bisa jangan pernah kau gunakan pukulan Tinju Penggetar Langit itu” “Kalau tidak sangat terpaksa tidak akan aku gunakan eyang” kata Jejaka mantap. Begawan Tapa Pamungkas tampak mengangguk-angguk dan mengelus-elus jenggot putihnya. “Dengan begini, kau sudah siap untuk terjun ke d
Read more
Bab 16
Kesunyian menyeling beberapa lamanya. Kesunyian ini dipecahkan oleh suara Eyang Begawan Tapa Pamungkas kembali. ”Hari ini adalah hari yang penghabisan kau berada di sini, Jejaka!” ”Eyang..., ” terkejut Jejaka mendengar kata-kata eyangnya yang tiada disangkanya itu. ”Kau terkejut? Tak perlu terkejut. Di dunia ini selalu ada waktu bertemu selalu ada waktu perpisahan. Waktu datang dan waktu pergi! Aku telah selesai dengan kewajibanku memberikan segala macam ilmu kepada kau dan kau sudah selesai dengan kewajiban kau yaitu menuntut dan mempelajari ilmu itu dari-ku... ” ”Segala apa yang ada di dunia ini selalu terdiri atas dua bagian, Jejaka! Dua bagian yang berlainan satu sama lain tapi yang menjadi pasangan-pasangannya... ” Jejaka kerenyitkan kening tak mengerti. ”Misalnya Eyang?” tanyanya. ”Misalnya..., ada laki-laki ada perempuan. Bukankah itu dua bagian yang berlainan? Tapi merupakan pasangan?!” ”Betul Eyang... ” ”Misal lain... ada langit... ada bumi. Ada lautan ada daratan. Ad
Read more
Bab 17
“Jejaka Emas eyang?” kata Jejaka dengan sedikit keras hingga mengejutkan sang eyang. “Jejaka Emas?” ulang Begawan Tapa Pamungkas dengan bingung. Tapi sesaat kemudian wajah Begawan Tapa Pamungkas sudah tersenyum lebar. “Benar! Jejaka Emas. Itu nama yang sangat pantas untukmu Jejaka!” “Jejaka Emas” ulang Jejaka lagi, tapi tak lama kemudian bibirnyapun menyunggingkan senyum lebar. ”Bagus eyang, yah. Jejaka Emas saja” sambung Jejaka. “Yah! Jejaka Emas” sambut sang eyang ikut gembira dan tertawa kecil. “Oh ya, jangan lupa untuk mengunjungi guru dari ayahmu, Ki Ageng Buana” “Guru ayah?” “Benar, guru ayahmu. Julukannya Pendekar Kilat Buana. Kau bisa belajar banyak jurus darinya untuk bekalmu di dunia persilatan” “Dimana saya bisa menemuinya eyang?” “Gunung Batu” ”Baik Eyang... Oh ya, apa kita masih bisa bertemu lagi Eyang?” tanya Jejaka. ”Selama langit masih biru, selama hutan masih hijau, selama air sungai masih mengalir ke laut, kita pasti bertemu lagi Jejaka Emas...!” -o0o- Seo
Read more
2 | DEWA ABADI
WAJAH bulan di kaki langit bagaikan berselimut duka. Awan-awan kelabu di sekitarnya membuat bulan malas tersenyum. Tak ada kegairahan terpancar pada wajah sang Dewi Malam. Sementara angin yang berhembus semilir seolah tak berdaya mengusir awan kelabu di angkasa raya. Cahaya bulan yang demikian temaram seolah tak mampu menerangi sebuah dataran luas berumput di luar Hutan Situ Waras. Di pinggiran dataran, sebuah pohon randu tua tumbuh rindang dengan daun-daunnya yang berjuntaian berdiri kokoh. Batangnya yang sebesar dua lingkaran tangan manusia dewasa telah keropos di sana-sini termakan usia. Sebagian akarnya yang berwarna kuning bertonjolan keluar. Di sebuah celah pada batang pohon randu yang kerowok samar-samar terlihat sesosok tubuh terbungkus pakaian putih-putih tengah khusuk bertapa. Sungguh aneh. Dalam ruangan di dalam pohon yang luasnya tak lebih dari setengah tombak didiami satu sosok yang tak lain seorang lelaki tua yang umurnya sulit ditaksir. Pintu masuknya pun sempit sekali
Read more
Bab 2
Sebuah suara gaib yang entah dari mana datangnya, menelusup ke telinga Dewa Abadi. Begitu gaung suara gaib itu sirna, batang pohon randu itu pun makin bergetar hebat. Bumi berguncang laksana ada gempa. Tubuh Dewa Abadi sendiri pun tergetar-getar hebat. Parasnya yang tirus menegang. Kedua bibirnya berkemik-kemik seperti ada sesuatu yang diucapkan dari alam bawah sadarnya. "Siapa kau sebenarnya? Mengapa kau melarang caraku dalam mencari kematian. Aku sudah bosan hidup. Aku sudah ingin bersanding dengan Pendamping Setia ku? Mengapa kau larang aku?" "Bukankah itu keinginanmu dulu untuk hidup abadi, sehingga kau dengan berani merampas kitab sukma abadi itu dari Raja Kala Coro, hal yang seharusnya tidak pernah kau lakukan. Adalah orang pengecut bila meminta keinginan di luar kehendak-Nya. Tapi, baiklah. Berhubung kau bersikeras untuk menemui jalan kematian, aku terpaksa akan memberimu cara." Kembali suara gaib itu bergema ke segenap penjuru alam pikiran Dewa Abadi. Tubuh Dewa Abadi pun ke
Read more
Bab 3
Tepat ketika sosok berpakaian putih-putih itu mendarat, batang pohon randu itu tumbang dan jatuh berdebam ke tanah. Bumi bergetar hebat. Debu-debu kontan membubung tinggi memenuhi sekitarnya. Sedang Dewa Abadi tampak masih tegak di tempatnya. Sedikit pun juga tidak terpengaruh oleh keadaan di belakangnya. Kepalanya mendongak tinggitinggi menatap angkasa raya dengan kedua bibir bergetar. Bulan purnama di atas sana tetap bermuram durja oleh awan kelabu yang membungkusnya. Berjuta bintang di angkasa pun sepertinya malas tersenyum. "Oh..., Dewata...! Kenapa jalan hidupku demikian buruk? Apa salahku, Dewata? Apa karena aku mempelajari Kitab Sukma Abadi yang membuat aku begini? Tapi, bukankah Kau tahu! Ilmu yang ku peroleh ini hanya untuk membela jalan-Mu, jalan kebenaran? Lantas, kenapa di saat aku ingin menemui-Mu, malah ini yang ku peroleh?" keluh Dewa Abadi dalam hati, seolah-olah ingin menyesali kiprahnya di rimba persilatan. Namun apa yang dikeluhkan Dewa Abadi hanya bergema dalam
Read more
PREV
123456
...
29
DMCA.com Protection Status