All Chapters of Hinaan Dari Mantan Suami Dan Istri Barunya: Chapter 51 - Chapter 60
78 Chapters
Bab 31.A
(POV Risti)Aku memandang Kirana dari kejauhan, wanita itu nampak seperti kesakitan dan butuh pertolongan. Benar saja sebelah tangannya melambai ke arahku, sementara tangan yang lain memegang erat ke pintu.Aku gegas berjalan cepat dan masuk ke gerbang rumahnya, dari dekat kelihatan sekali wanita itu sedang meringis kesakitan."Kirana, kamu kenapa?" tanyaku panikWalau di hati masih ada benci tetap saja aku punya nurani sebagai sesama manusia."Mbak, tolong aku, sakit banget, tolong bawa ke rumah sakit," ujarnya terbata-bata sambil meringis."Aku ga kuat, Mbak, sakit banget." Kirana duduk di lantai."Mas Hanif ke mana?" tanyaku sambil celingukan."Ga ada, Mbak tolong telponin ambulans ya aku mau ke rumah sakit," pintanya lagi.Aku mengangguk lalu merogoh ponsel yang tersimpan di saku baju.Beberapa menit kemudian ambulans datang, Kirana digotong masuk ke dalam mobil, karena tak ada siapapun di rumahnya terpaksa aku yang ikut ke rumah sakit"Bu Yani, aku mau nganter Kirana dulu ya ke r
Read more
Bab 31.B
Ditanya bukannya jawab ia malah menangis dan dengan cepat jemari lentik itu menghapusnya."Aku ... aku mau minta maaf, Mbak. Sekarang aku merasakan gimana sakitnya dikhianati." Kirana sesenggukan.Aku segera masuk ke dalam mengambil sekotak tissue di ruang tamu, lalu menyimpan benda itu di hadapan Kirana, kasihan juga dia ngelap ingus pakai tangan."Kamu udah tahu 'kan kalau mas Hanif nikah lagi?" tanyaku dengan suara pelan.Ia menganggukkan kepala lalu melanjutkan isak tangisnya, ia tergugu sebagaimana aku dulu tergugu karena Mas Hanif lebih memilih Kirana dan membuangku.Benar ternyata balasan Allah itu setimpal, dan aku cukup beruntung bisa menyaksikan semuanya, mungkin inilah hikmah tetanggaan dengan mantan."Mas Hanif mencintai Seli, dan kurang ajarnya Seli juga melayani sudah tahu Mas Hanif punya istri," ujar Kirana disertai isak tangis.'Dulu juga kamu gitu, sudah tahu Mas Hanif punya istri tetap saja kamu layani,' ucapku dalam hati, karena sekarang aku tak berani lagi menghuj
Read more
Bab 32.A
Kutarik napas dan mengembuskannya perlahan, hanya dengan cara itu rasa sakit di perut ini bisa diatasi. Untungnya tak berselang lama Mas Lutfi datang."Mas, tolong perutku sakit kayanya mau lahiran deh," ucapku sambil meringis.Wajah Mas Lutfi langsung panik."Duh gimana ini? mana mobil Mas mogok lagi di bengkel.""Pesan grab aja, Mas," sahutku sambil meringis memegang perut "Hape Mas juga lobet lagi.""Pake hapeku, ya ampuun!" Jengkel sekali rasanya, aku yang mau melahirkan dia yang panik.Sambil menunggu mobil pesanan datang aku jalan-jalan santai di teras, satu tas besar perlengkapan bayi dan melahirkan sudah siap dipegang Mas Lutfi.Tiba-tiba ada Kirana masuk ke pekarangan rumahku, mungkin sejak tadi ia memperhatikanku dari dalam rumahnya."Mbak Risti kenapa?" tanya wanita itu."Udah mules-mules, kayanya mau lahiran deh.""Ya udah cepet ke rumah sakit, Mbak, nunggu apa lagi," ujar Kirana.Sekarang ia berubah jadi baik terhadapku, tak sinis seperti dahulu, syukurlah lama-lama tak
Read more
Bab 32.B
"Saya bantu ya, Bu," ucap dokter Diana, lalu ia membantu membenarkan posisi bayi sedangkan Mas Lutfi membantu melepas kancing bajuku."Tenang ya, Yang, ucap bismillah," bisik Mas Lutfi.Hisapan perama bayi itu terasa ngilu di ujung payud*r*ku, rasanya perih sekali."Aduh, Mas, sakit, aduh sakit." Aku meringis."Sakit, Yang, sakit lepas." Di saat yang bersamaan Mas Lutfi pun meringis, hingga dokter Diana keheranan."Bapak kenapa?" tanya dokter Diana dengan tatapan aneh."E-eh maaf, Yang," ujarku, ternyata barusan aku kembali mencengkram sel*ngkang*n Mas Lutfi pantas saja ia ikutan meringis lagi."Tega kamu, Yang," balas Mas Lutfi sambil mendelikkan mata."Ya maaf, abis gimana lagi sakit banget ini," ujarku masih meringis."Awal-awal menyusui memang begitu Bu Risti, nanti kalau terbiasa juga ga bakal terasa apa-apa," sahut Dokter Diana."Awalnya doang yang sakit, Yang, nanti juga lama-lama enak," celetuk Mas Lutfi membuatku mengulum senyum, begitu pula dengan Dokter Diana."Apanya yang
Read more
Bab 33.A
"Iya nih, Bapak sama Ibu gimana sih, di sini 'kan ga ada kebun, mau nyambit rumput di mana? masa iya order lewat go food," sahut Mas Lutfi tak kalah bingung."Lah, gimana ini, Pak?" Ibu mertua melirik suaminya yang nampak garuk-garuk kepala.Lelaki tua yang mengenakan kopiah hitam itu diam tak bicara, mungkin ia juga bingung harus gimana."Gini aja, suruh orang di kampung ambil rumput yang banyak, terus rumput itu diangkut ke sini, ga apa-apa biar aku yang bayar sewa orang dan mobilnya," sahut Mas Lutfi."Nah gitu saja udah ya, Pak, dari pada bingung." Ibu bicara.Akhirnya ada solusi juga untuk masalah kambing ini. Gudang belakang rumah disulap menjadi kandang kambing yang sebentar lagi akan di sembelih itu."Mas, ga kebayang kotoran kambing itu nanti kaya apa, siapa yang mau bersihin?" bisikku saat menyaksikan gudang dibereskan oleh bapak dan ART kami."Itu kita pikirin nanti yang penting kambing ini punya tempat tinggal dulu, kasihan kalau tidur di luar tar masuk angin, susah ngerok
Read more
Bab 33.B
"Ya mau ngasih atuh, Pak Besan. Kalau pamer mungkin kambingnya ga bakal disimpen di gudang, udah saya arak keliling pasar sambil woro-woro," sela ibu mertua dengan nada sedikit jengkel.Bapak tiriku memang nyebelin, bilang saja iri."Ah suami saya ini cuma becanda kok, Bu Besan, iya 'kan, Pak? dia cuma kagum sama kambingnya yang gemuk dan besar." Emak masih saja membela."Ya sudah, Ris, ayo kita ke dalam anakmu takut nangis lama-lama di gendong Laila," cetus ibu mertua mengajakku masuk ke dalam.Kulihat wajah emak berubah sedikit pias, ia pasti tak enak karena suaminya sudah menyindir besannya, kasihan sekali emak ini punya suami mulutnya seperti admin tukang gosip.Hari berikutnya Sabrina yang datang ke rumah, ia membawa kado berukuran kotak, tapi tak sebesar yang diberikan Kirana kemarin.Saat ibu mertua ke luar Sabrina sudah mesem-mesem dan sedikit terkejut, mungkin ia tahu kalau calon mertua tak jadi itu ada di sini."Kamu ... kok ada di sini?" tanya ibu mertua, mungkin ia tak asi
Read more
Bab 34.A
"Ngomongin apa sih kok Bu Besan gitu amat ketawanya?" Emak tiba-tiba datang bawa sepiring pisang goreng."Ini ngomongin KB cungkir, Bu." Mertuaku ketawa lagi, sedangkan aku dan Mas Lutfi salah tingkah."Oalah, Bu Besan masih pake KB itu?" Emak mulai kepo."Bukan saya, tapi mereka." Mertua menujukku dan Mas Lutfi.Akhirnya dua wanita yang pernah melahirkan kami itu terbahak-bahak sambil melahap pisang goreng."Kamu bingung ya, Ris, KB cungkir gimana? ... itu loh kalau kata anak zaman sekarang dikatakan KB cabut singkong." Emak menjelaskan lalu mereka tertawa lagi.Dasar, ternyata otak nenek-nenek lebih mesum dari anak muda. "Tapi dibicarain dulu sama Nak Lutfi mau atau tidaknya, jangan sampai suamimu cemberut nantinya," sahut emak masih ketawa.Aku lebih memilih masuk ke dalam kamar, kalau terus di sana mungkin bisa makin ngeres otakku ini, mana puasa empat puluh hari, hihi.Pintu kamar sedikit terbuka aku langsung masuk tanpa suara, kulihat di dalam ada bapak, sedang mengamati lemari
Read more
Bab 34.B
Emak nampak menunduk kasihan sekali, aku tahu yang ada di pikirannya saat ini, kalau cerai dengan bapak pasti takut diusir dari rumah, sedangkan tanah yang di atasnya dibangun rumah itu milik Emak, ujung-ujung pasti dikuasai bapa semua."Kamu yakin? emang Lutfi ngijinin?" tanya Emak penuh harap "Yakin, Mak, makanya aku ngomong, soal Mas Lutfi itu ga masalah, kalau dia ga mau terima Emak maka jangan harap mau jadi suamiku dan ayah dari anakku."Emak langsung diam dijawab begitu."Terima kasih ya, Emak pikir-pikir, agar perceraian itu tidak berdampak negatif ke depannya, kamu tahu sendiri bapak tirimu itu kaya apa," bisik Emak.Ya aku tahu, dia suka main dukun kalau sakit hati terhadap orang, dahulu saja ia berkelahi dengan ketua RT di kampung, satu Minggu kemudian Pak RT masuk rumah sakit, satu bulan sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal.Bisa dikatakan Emak menikahi bapak seperti membeli kucing dalam karung, di masa pendekatan terlihat alim, tapi saat sudah menikah baru ketahuan bo
Read more
Bab 35.A
"Bapak minjam uang?" tanyaku di kamar."Iya, tiga puluh juta katanya.""Terus?" tanyaku menatap tak sabar "Mas akan kasih tapi nanti selesai aqiqah, kenapa?"Aku mencebikkan mulut, kesal rasanya keinginan kakek tua itu dengan mudah dikabulkan Mas Lutfi."Ini untuk buka usaha, Yang, kok kamu cemberut gitu, jangan pelit dong, mereka orang tua kita." Mas Lutfi membujuk."Kamu yakin Bapak bisa membayarnya?" tanyaku menatap sinis."Gini Yang, kalau kita meminjamkan uang kepada orang misal selama satu tahun belum di kembalikan, nah setiap hari dalam setahun itu kita punya pahala sedekah senilai uang yang kita pinjamkan.""Misal Mas ngasih minjamkan tiga puluh juta ke bapak, dan setahun baru lunas, nah dalam jangka setahun kemarin setiap harinya kita mendapatkan pahala sedekah senilai tiga puluh juta perharinya.""Ingat akhirat, Yang, jangan mengedepankan nafsu. Andai bapak zalim pun yang rugi dia sendiri."Kalau sudah ceramah menyangkut akhirat aku tak bisa berkutik lagi."Ya sudah kalau
Read more
Bab 35.B
bab 35.B HuMas Lutfi diam sambil berfikir."Bayangin, Mas, setiap aku transfer uang ke Emak, pasti diambil semua sama Bapak.""Dan satu lagi, Emak selalu minta maaf kalau Bapak atau Ririn buat salah, aku tuh kasihan.""Sebagai anak kita hanya bisa mendukung, Yang, jangan nyuruh-nyuruh cerai, biarkan dia sendiri yang buat keputusan ya." Begitu katanya."Tapi aku kasihan.""Syuuut udah, yang harus dikasihani itu Mas, udah empat puluh hari lebih puasa, emang kamu ga kasihan," bisiknya menggoda."Ih apaan sih!" Aku mendorong tubuhnya dengan keras."Masa ga ngerti." Ia mencolek daguku."Nanti ya tunggu sampai siap, sekarang belum masih takut.""Hih dosa loh." Mas Lutfi menunjuk wajahku.Dasar tak sabaran!Keesokan harinya ada tamu tak diundang, Mas Lutfi sampai menunda keberangkatannya menuju tempat kerja demi tamu itu.Dia adalah ayah Sabrina yang dahulu pernah menolak dan menghina Mas Lutfi habis-habisan, Sabrina juga ikut menemani ayahnya ke rumah kami."Sehat, Nak?""Alhamdulillah, Ba
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status