Semua Bab KUBUAT SUAMIKU SEMAKIN LAYU: Bab 11 - Bab 20
28 Bab
MENGUJI KEJANTANAN ARGA
Senja tiba tepikan lara, menghibur hati yang seakan mati.Terluka karena cinta, terbuang oleh pengkhianatan. Setelah puas menatapi langit-langit kamar, aku segera membersihkan diri lalu berganti pakaian. Kupaksakan langkahku menuju dapur untuk menyiapkan makan malam. Meskipun masih sakit hati karena kejadian sore tadi, aku berusaha menahannya agar mas Arga tak banyak bertanya. Sebenarnya aku ingin membuka kebohongannya sekarang juga, tapi aku akan menguji keperkasaannya terlebih dahulu. Saat makan malam, tak ada obrolan yang berarti. Aku dan ibu masih sama-sama canggung karena insiden tadi sore. Syukurlah mas Arga belum tahu tentang hal itu, jadi aku bisa melancarkan aksiku malam ini juga. Kulirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 9 malam. Sudah sejak selesai makan malam aku telah menunggu mas Arga yang masih betah menonton TV. Jantungku berdegup sangat kencang. Resah dan gelisah terus menghantui pikiranku, bahkan ini lebih mirip malam pertama.Beberapa saat kemudian, ter
Baca selengkapnya
AWAL PEMBALASAN
Aku terjaga saat fajar subuh tiba. Dengan hati seringan awan, kusambut pagi yang datang menjelang. Hari baru untuk harapan yang sama baru. Kulirik mas Arga yang masih terlelap di sampingku. Dari raut mukanya, jelas sekali ia tak nyenyak. Tertekan oleh beban mental yang tengah dipikulnya. Langkah kaki membawaku keluar dari ruang peristirahatan ini. Dengan sedikit tergesa, kudatangi kamar adik iparku yang letaknya bersebelahan dengan ruang tamu. “Bangun Nggi!” teriakku kencang sembari menggedor pintu berkali-kali, tapi tak juga ada sahutan dari dalam sana. Kembali aku membangunkan Anggi, adik iparku dengan suara yang lebih keras. “Ada apa sih, Mbak! Masih pagi kok sudah berisik?” dengkusnya setelah pintu terbuka. Terlihat ada kemarahan dari muka kusutnya. “Udah siang! Cepat kamu cuci baju, sekalian punyaku!” titahku. Sepasang mata Anggi yang semula setengah terpejam, seketika terbelalak saat mendengar ucapanku. “Enak saja! itu kan tugas Mbak Dinda!” protesnya. “Itu dulu, tapi mu
Baca selengkapnya
main hati
POV ARGAPada umumnya, setiap lelaki akan merasa bangga saat mendapat pujian dari pasangannya. Bahkan, sebagian dari mereka rela melakukan apa saja hanya untuk sebuah pujian. Sama seperti mereka, aku juga merindukan hal itu. Dinda, istriku memang sosok yang nyaris sempurna. Selain wajahnya yang cantik alami, dia juga penyabar. Tak pernah aku mendengar keluh kesahnya meskipun jatah bulanan kurang dari satu juta. Pun urusan ranjang, dia selalu tersenyum walau aku jarang sekali bisa memuaskannya. Satu hal yang tak kudapat dari istriku hanya pujian. Dia jarang sekali, atau bisa dikategorikan tak pernah menyanjungku. Berbeda jauh dengan Dini, wanita yang kukenal tiga bulan yang lalu. Dia selalu memujiku. Dikatakan aku baiklah, gantenglah, rajinlah, dan masih segudang sanjungan lainnya.Itulah hal yang membuat aku semakin dekat dengan Dini. Saking dekatnya, sampai-sampai kami melakukan hubungan suami istri. Uniknya, dia masih bisa memuji meskipun aku “ejakulasi dini”. Bangga bukan jika di
Baca selengkapnya
Membalas Dinda
POV ARGASelepas dari rumah selingkuhanku, aku langsung mentransfer uang ke rekening Dini, lalu pulang tanpa membeli ponsel yang istriku minta. Prioritasku kali ini adalah Dini, bukan Dinda. “Kamu sudah pulang Ga?” tanya ibu saat melihatku masuk rumah. “Aku lagi enggak badan, Bu,” sahutku. “Ibu habis ngapain kok kaya kelelahan begitu?” tanyaku kemudian. Ibu yang semula sedang duduk bersandar, seketika langsung bangkit lalu mendekat padaku.“Ini gara-gara istri kamu! Masa ibu disuruh-suruh terus. Rasanya seperti pembantu di rumah sendiri,” keluh Ibu.Aku menatap kasihan pada perempuan yang telah melahirkanku. Di usianya yang telah mendekati kepala lima, dia masih mengurusi pekerjaan rumah, padahal sudah mempunyai menantu. Bukankah pekerjaan itu seharusnya di lakukan oleh sang menantu?“Ya maaf, Bu. Nanti aku bilangin Dinda biar enggak nyuruh-nyuruh ibu terus,” sahutku. “Lagian kamu kenapa jadi takut sama Dinda sih? Pakai enggak mau ceraikan dia segala! Sebenarnya ada apa?” tanya
Baca selengkapnya
DIJUAL SUAMI
Aku mengerjap-ngerjapkan pelupuk mata saat kurasakan sentuhan kasar pada pipi. Samar terlihat ibu mertuaku menyeringai kemudian berkacak pinggang. Kugerakkan tanganku berniat memijit kepala yang masih terasa pusing. Alangkah kagetnya aku saat menyadari kedua tangan dan kakiku terikat pada sebuah kursi kayu.Perlahan, aku mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi padaku. Sekelumit bayangan beberapa waktu yang lalu, cukup membuatku mengerti bahwa aku telah di jebak oleh suami dan ibu mertuaku. “Apa yang Ibu lakukan padaku! Cepat lepaskan aku!” bentakku saat kesadaranku pulih sempurna. Aku berusaha melepas tali yang membelit tubuhku, tapi sayang ikatannya terlalu kencang. “Tenang saja, aku akan melepas ikatan itu jika transaksinya sudah selesai,” sahut ibu sembari melempar senyum mengejek. Aku mengernyitkan kening saat mendengar kata ‘transaksi’ dari mulut ibu. Pikiranku mulai berkelana, menerka-nerka apa yang akan Ibu lakukan padaku. Apa jangan-jangan...“Maksud ibu apa?” tanyaku
Baca selengkapnya
perjanjian
Hatiku berkecamuk saat aku dipaksa masuk ke dalam mobil. Ingin melawan, tapi aku tak punya cukup tenaga. Pasrah? Ya. Menyerah? Tidak! Memang kupasrahkan nasibku pada tuhan, tapi bukan berarti telah menyerah. Aku akan terus berjuang selama kesempatan masih ada.Tuhan? Ah! Sejak kapan aku mengingat-Nya. Kenapa di saat tersudut seperti ini aku baru menyebut nama-Nya. Ke mana saja aku selama ini? Kenapa aku sampai melupakan Sang pencipta!Mobil meluncur kencang membelah padatnya lalu lintas kota. Membawaku pergi jauh menuju tempat yang tak kuinginkan.Aku duduk di jok belakang, bersisian dengan laki-laki yang telah membeliku, sementara kedua anak buahnya ada di depan. Suasana terasa hening, tak terdengar percakapan sesama mereka. Aku melihat ke luar jendela, menatap kosong pada kendaraan yang tengah hilir mudik, sembari mencari-cari cara agar bisa terlepas dari mereka. Apa aku melompat saja ya? Ah, tidak! Jika aku melompat mungkin kematian akan menjemputku, atau setidaknya itu akan memb
Baca selengkapnya
Bab 18 Menguras isi rumah mertua
“Teriak saja yang keras, Bu! Biar tetangga pada tahu kelakuan kalian yang telas menjualku.” Gertakku tak kalah seru.Wajah mantan mertuaku yang semula tampak garang, seketika berubah pucat. Begitu pula dengan mas Arga. Dia seperti orang bodoh yang kebingungan. Aku yakin mereka takut jika kejahatannya diketahui para tetangga.“Kok jadi seperti ini? Sebenarnya ini rumah siapa sih, Bu?” tanya Bik Wati setengah berbisik.“Nanti aku ceritakan di rumah, Bik!” jawabku lirih di dekat telinganya.“Ayo, Pak! Kita masuk saja!” ajakku pada kedua lelaki yang datang bersamaku. Kami berempat langsung menerobos masuk meskipun Ibu menghalangi sambil terus mencerocos enggak jelas.“Keluarkan sofa ini, Pak!” perintahku. Tanpa menunggu lama, mereka berdua langsung bergerak dengan sigap. Dalam sekejap, tempat duduk yang semula ada di ruang tamu, kini sudah berpindah ke atas mobil pick-up yang kami bawa.“Mas! Itu sofanya dinaikkan mobil kok diam saja sih!” gerutu Dini yang sedari tadi mengikutiku.“Terus
Baca selengkapnya
bab 17 kejutan untuk mantan
Aku memaksa membuka mata meskipun masih terasa lengket. Semalaman memang susah untuk terlelap. Bagaimana tidak, tinggal seatap dengan laki-laki yang bukan suamiku, tentu saja membuatku waswas, takut terjadi sesuatu yang tidak aku inginkan. Setelah mencuci wajah, gegas aku menuju taman belakang rumah untuk melakukan tugas sesuai perjanjian yang kami sepakati. Biarpun ini bukan pilihan terbaik, tapi setidaknya bukan yang terburuk. “Eh... Bu Kirana sudah bangun,” sapa bik Wati saat aku melewati dapur. “Iya, Bik!” jawabku sambil tersenyum ke arah perempuan paruh baya yang tengah memotong sayuran. “Kok pintunya masih dikunci, Bik!” tanyaku saat gagal membuka pintu belakang. “Kan ini masih pagi, Bu!” sahut Bik Wati, “Emangnya Bu Kirana mau ngapain?”“Mau nyiram bunga, Bik!” jawabku jujur.“ealah Bu Kirana, kan lagi hujan, masa mau nyiram tanaman,” jelas Bik Wati. Aku melongo saat mendengar penuturannya, kenapa aku bisa sebodoh ini. Bikin malu saja! Apa saking bingungnya sampai enggak s
Baca selengkapnya
kemarahan Ryan
“Dari mana saja kamu?” tanya Ryan setengah membentak. Terlihat jelas dari raut wajahnya bahwa dia tengah dikuasai amarah.“Dari rumah mas Arga,” jawabku sembari menundukkan pandangan. Aku tak berani melihat sorot matanya yang seolah ingin menguliti. “Ngapain kesana? Kangen?” Nada suara Ryan terdengar sinis menyerupai sebuah ejekan. “Aku hanya ambil barang-barangku saja kok, enggak lebih,” sahutku menahan kesal. Bagaimana mungkin aku menyimpan rindu untuk seseorang yang telah mengkhianati dan menjualku? Rindu ingin melihatnya semakin menderita sih, iya. “Kenapa enggak bilang dulu? Mereka itu berbahaya! Bagaimana nanti kalau kamu diikat lagi kaya kemarin? Harusnya kamu enggak usah ke sana!” sungutnya dengan wajah gusar.Ah! Kenapa Ryan seperti mengkhawatirkan aku? Bukankah tidak seharusnya dia semarah ini? “Iya, maaf,” sahutku lirih. “Minta maaf itu gampang. Anak kecil juga bisa!” cibirnya. Aku yang sedari tadi tertunduk takut, seketika punya keberanian untuk menatapnya tatkala
Baca selengkapnya
AJAKAN RYAN
Tanpa terasa, dua bulan sudah aku tinggal di sini. Di rumah milik Ryan, laki-laki menyebalkan yang penuh teka-teki. Kalau boleh jujur, aku merasa betah. Meski terkadang rindu dengan kedua orang tuaku cukup menyiksa jiwa.Aku sudah mengabari mereka tentang perceraianku dengan mas Arga. Telah kuceritakan perihal mantan suamiku yang mendua, pun mengenai mantan mertuaku yang mendukung kesalahan anak laki-lakinya.“kamu harus sabar, Nak!” Masih terngiang jelas nasihat Ibu waktu itu. Walaupun hanya melalui sambungan telepon, aku bisa tahu betapa terpukulnya hati Ibu mendengar kabar anak perempuannya telah menjanda. Sebenarnya mereka memintaku pulang ke rumah, tapi aku tak mengiyakannya, karena aku masih harus di sini dua bulan lagi. Aku terpaksa berbohong pada mereka. Kukatakan aku sedang bekerja, padahal tidak. Tak mungkin juga kan kalau aku mengatakan telah dijual? Bisa copot jantung mereka nanti.Devi, sahabatku, sesekali datang berkunjung saat waktu luang. Beberapa hari yang lalu dia j
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status