All Chapters of Tawanan Mertua Kakak: Chapter 61 - Chapter 70
178 Chapters
Bab 61
Bab 61 Mata Amina menyala. “Apa maksudmu? Aku tidak pernah dekat dengan siapapun, kecuali dirimu?!!” Kepala Eril meneleng. “Ini hanya dugaanku dan Gatot, Jazuli ingin mendekatimu lagi dan bisa jadi dia membayar orang untuk menfitnahmu, supaya kamu terpuruk, supaya dia gampang untuk memikatmu.” “Prasangkamu itu ngawur sekali dan asal mencari,” bantah Amina. Kepalanya semakin pening. “Terserah kamu bilang apa. Tapi aku yakin dugaanku ini benar. Jazuli masih memiliki keinginan kuat untuk memilikimu. Dia itu lelaki paling egois, muka tembok dan dia licik!” Eril berkata dengan dongkol. Suatu tonjokan keras menghantam dada Amina. Begitu bencinya dia pada sosok monster yang telah menghancurkan hidupnya. “Aku mau ke apartemenku dulu,” katanya dengan wajah memucat. “Tunggu! Jangan pergi. Bagaimana masalah kamu akan kelar, jika kamu suka sekali menghindar dan lari dari masalah?!!” Suara Eril menggelegar menakutkan Amina. Perempuan itu menggigil ngeri. Ia bergeming dengan air mata deras
Read more
Bab 62
Bab 62 Ibu Amina berdiri di depan toko kelontongnya. Kepalanya mendongak ke atas menatap langit. Hujan sedari subuh belum reda, halamannya yang lebih rendah dari jalan dipenuhi oleh air setinggi mata kaki.Perempuan setengah baya itu duduk di amben. Matanya berkeliling melihat tokonya dengan maysgul. Berulang kali ia terlihat menarik napas panjang. Sebulan ini tokonya sepi sekali dan nyaris tak ada pemasukan.Suaminya yang melihat istrinya sedih, duduk di sampingnya. “Sudahlah Bu, jangan terlalu dipikirkan. Bismillah saja hari ini ada pembeli yang datang,” bujuknya menghibur.“Iya semoga saja Pak,” ucap Ibu Amina lesu. “Ajeng gimana? Apa dia mau kau suapi.”“Mau Bu, tapi sedikit sekali.”Ibu Amina menarik napas panjang lagi. “Hatiku tambah sedih kalau begini. Mikirin Ajeng dan Amina. Apa ini salahku ya Pak?”“Gak usah nyalahin diri sendiri, ini sudah ujian yang harus kita jalani. Kita berdoa saja semoga Allah menguatkan kita.” Bapak Amina menyulut rokoknya.Kemudian, Ibu Amina dikeju
Read more
Bab 63
Bab 63"Mati saja kamu Kak! Buatlah Ibu dan Bapak bertambah menderita setelah mereka melihatmu mati bunuh diri!"Amina marah melihat Ajeng aksi nekad Ajeng. Dengan gerakan cepat Amina mengeluarkan sumpalan tissue di mulut kakaknya dengan paksa sampai Ia yakin tidak ada tissue yang tertinggal.Ajeng terbatuk - batuk. Ia lega akhirnya bisa bernapas kembali.Amina mengambilkannya segelas minuman. Ajeng meneguknya banyak."Keparat kenapa kamu menyelamatkan aku?" desis Ajeng menahan malunya.Amina mencibir. "Aku tidak mau nelihatmu mati, sebelum aku puas membalas dendam denganmu dan melihatmu menderita!"Walaupun Amina mengatakan kata - kata jahat pada Ajeng. Jauh dalam lubuk hatinya, ia merasa kasihan melihat kondisi kakaknya.Ajeng sangat mengenaskan, tubuhnya nyaris tinggal tulang belulang yang tertutup kulit.Penyakit AIDS yang dideritanya telah merenggut seluruh kecantikannya.Tubuh wanita itu tergolek lemah di pembaringan, dengan pampers yang selalu terpasang di pantatnya, karena d
Read more
Bab 64
Bab 64"Kalau kamu tidak mau memaafkan, bilang saja, tidak usah memakai persyaratan segala," ujar Ajeng mengomentari permintaan adiknya. Ibu mengamini perkataan Ajeng. "Iya Nduk, kalian berdua bersaudara. Ada baiknya saling memaafkan dan hidup rukun. Amina tersenyum tipis. "Itu persyaratanku, jika Kakak tidak mau, aku tidak memaksa."Perempuan itu melihat ke ibunya. "Lagian, tolong Ibu sesekali memikirkan aku dan Ayang. Gara - gara kelakuan Kak Ajeng, hidupku hancur dan anakku harus menanggung beban seumur hidup. Sedangkan si Jazuli masih berniat untuk memilikiku?" Ibu menggeleng. "Ibu benci sama orang tua itu. Dia sombong dan tidak pernah meminta maaf sama kami soal perbuatannya," gerutunya kesal. Ajeng menyahut. "Oke Kakak salah, tapi soal anakmu, itu bukan salah Kakak. Anakmu adalah tanggung jawabmu! Kamu yang memutuskan melahirkannya ke dunia." katanya dengan suara lemah. Ia masih berusaha untuk membela diri. Amina tersulut emosi. "Iya Ayang memang tanggung jawabku. Aku mempe
Read more
Bab 65
Bab 65Melihat Jazuli berdiri angkuh di pintu belakang rumahnya. Sontak tangan Amina mengambil ember yang berisi air dan menyiramkannya ke tubuh lelaki gaek itu. Sedangkan Ibu mengambil sapu ijuk. Mereka sama – sama terkejut dengan kedatangan Jazuli yang tiba- tiba.“Dasar tidak tahu malu! Ngapain kamu ke sini?!! Pergi kamu!” Amina histeris melihatnya.Ibu mengacungkan sapu, dan siap – siap mau memukulnya.“Aku mau bertamu dan menengok istri dan anakku.” Dengan santai Jazuli mendekati Amina, dia mengusap wajahnya yang terkena air dengan sapu tangan.“Mau bertamu kok gak ada sopan – sopannya. Main selonong saja,” cemooh Ibu. Dia kesal sekali melihat besannya berada di dapurnya.Ajeng yang mendengarkan omongan Jazuli dari kamarnya, tersulut emosi. Dipaksakannya tubuhnya untuk bangkit dan bergerak dengan cara merangkak ke dapur.“Apa telingamu tuli Pak Tua? Adik dan ibuku telah mengusirmu! Kenapa kamu masih berdiri di situ?” ucap Ajeng, dia menyandarkan tubuhnya ke dinding dengan napas t
Read more
Bab 66
Bab 66Terdengar Wahyu menelpon saudara perempuannya. “Mba, Bapak ini lho, gak mau pulang sebelum membawa pulang Amina dan Ayang.”Wirda misuh – misuh di telepon. “Kamu memang gak bisa jaga Bapak. Sudah tahu Bapak keras kepala masih saja kamu turuti permintaannya. Berikan telponnya ke Bapak!”Wahyu memberikan teleponnya ke Jazuli. Tetapi Jazuli malah mematikannya.“Bapak gak mau ngomong sama mbakmu!” ujar Jazuli ketus. Dia menyulut rokoknya dan duduk dengan bersilang kaki. Dia berpikir keras bagaimana mendapatkan Amina dan Ayang kembali padanya.Wirda di seberang berang. “Punya Bapak satu susahnya minta ampun!” gerutunya marah.____________Di dalam rumah Amina, Ibu berjalan mondar - mandir. Ia sama sekali tidak tenang mengetahui Jazuli masih di sekitar rumahnya.Sesekali perempuan itu menempelkan telinganya ke dekat jendela mendengarkan pembicaraan Jazuli dan Wahyu.“Orang kok gak punya malu sama sekali. Udah bangkotan masih saja ngotot!” gumam Ibu dongkol. Ia meremas – daster yang d
Read more
Bab 67
Bab 67"Ibu gak ngerti di mana otak kamu itu? Perempuan kok gak mau nikah? Egois sekali!" kata Ibu emosi.Jawaban Amina membuat Ibu semakin tertekan. Kata - katanya menjadi tak terkendali.Kenyataan menyakitkan yang menimpa kedua anaknya telah merobek hati perempuan itu.Ia berusaha tegar menutupi kegalauan dan kesedihannya, tetapi dia gagal.Darah Amina meletup. "Aku memang tak punya otak Bu, tapi aku taku apa yang aku lakukan!" dengusnya kasar."Walaupun aku tahu Eril mencintaiku, tapi aku tidak mau memanfaatkan dia untuk menikahiku!""Ibu memikirkan kamu dan Ayang! Siapa yang akan melindungi kamu dan Ayang jika Ibu dan Bapak tidak ada!"Mata Amina berkilat. "Yang Ibu pikirkan, bukan aku dan Ayang. Tapi nama baik Ibu dan Bapak bukan?" tuduhnya. "Aku bisa melindungi diriku sendiri dan anakku."Pertengkaran tak terelakkan lagi. Amina dan Ibu saling ngotot mempertahankan pendapatnya.Bapak berdeham. "Kalau kalian bertengkar terus tidak akan menyelesaikan masalah! Kita turuti saja kemau
Read more
Bab 68
Bab 68“Kebakaran! Kebarakaran!” ujar Eril langsung berlari menggendong tubuh Ayang dan membawanya keluar rumah.Bapak menghambur ke dapur dan berusaha memadamkan. Sedangkan Ibu berteriak histeris melihat dapurnya terbakar. “Ya Allah Gusti!” Rasa panik menyerangnya seketika. Ia berlari ke sana ke mari. “Tolong! Tolong! Rumahku kebakaran!”Sementara Amina tertegun mendengar teriakan Eril dan ibunya. Ia berdiri seperti patung, menatap nanar jilatan api yang mulai membesar lalu menyambar tumpukan kayu yang berada di pojokan dapur.“Anakku mana, cucuku mana?!!” Ibu mulai menangis meraung – raung di lantai.Eril masuk, ia berusaha menenangkan Ibu dan membawanya ke luar rumah. Lelaki itu lalu masuk lagi dan masih melihat Amina berdiri mematung. “Amina cepat bawa Kak Ajeng keluar, Ibu dan Ayang sudah di luar!” katanya cepat. Ia merangsek membantu Bapak memadamkan api.Amina tergagap. Sontak ia sadar dengan apa yang terjadi. “Ayang, Kakak, Ibu, Bapak!” gumamnya panik. Dengan cepat ia berlari
Read more
Bab 69
Bab 69“Amina, jangan pergi!” cegah Eril. Lelaki itu memegangi tangan Amina kuat.“Lepaskan! Aku mau membuat perhitungan dengan lelaki jahanam itu!” kata Amina geram. “Dikiranya aku takut apa menghadapi dia!”Wanita itu tak bisa lagi menyembunyikan lagi ledakan emosi setelah ia tahu yang membakar rumahnya adalah orang suruhan Jazuli, dia telah dibawa ke Kantor Polisi oleh Pak RT. Bapak, Kang Parman dan suami Bude Surti ikut sebagai saksi. “Sabar sayang, tenang. Kita atasi semua masalah ini sama – sama! Masalah tidak akan selesai bila kamu ikut marah begini,” Eril berusaha membujuk Amina. Ia membelai kepala Amina dengan lembut.Dada Amina turun naik. Ia merasa bersalah, kedatangannya ke rumah Ibu justru menimbulkan masalah baru yang pelik. “Apa kamu tidak lihat Ril apa yang telah dilakukan oleh Jazuli? Apa aku harus menunggu dia membunuh semua keluargaku?” kata Amina terisak.Dia sedih sekali melihat Ibu dan keluarganya menderita, kakaknya yang sakit dan tidur di lantai karena takut o
Read more
Bab 70
Bab 70“Amina, kamu jaga rumah dan Ayang! Biar aku yang mencari Ibu.” Eril bergegas ke luar menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan.Amina mengejarnya. “Aku ikut!” teriak Amina.“Tidak! Kamu sebaiknya tetap di rumah.”“Iya Amina. Ajeng juga panasnya tinggi. Bude takut terjadi sesuatu dengannya,” sela Bude Surti panik.Amina bingung. Dia tidak tahu mana yang harus ia dahulukan. “Cepatlah pergi Ril! Tolong cari ibuku,” pintanya dengan suara serak.Namun, Eril terpaku saat menyadari ada yang salah dengan mobilnya. “Sial! Ada yang berbuat jahil. Lihatlah semua ban mobilnya kempes.” Dia menendang ban mobilnya dengan marah.Amina terhenyak. “Astaghfirullah! Siapa yang melakukannya Ril?” tangisnya pecah. Ia sangat frustrasi dengan keadaan yang dihadapinya.Bude Surti memegang dadanya. “Sabar Amina, sabar!” Dia menepuk pundak gadis itu.Eril memandang jalanan yang gelap. Ia berpikir keras. Tidak ada sepeda motor yang bisa ia bawa. Sepeda motor punya Bapak masih dibawa Bapak ke Kantor
Read more
PREV
1
...
56789
...
18
DMCA.com Protection Status