All Chapters of Saat Ibu Mertua Berdiri Dipihakku: Chapter 31 - Chapter 40
69 Chapters
Part31
Pov Author.Dwi memandang Arya penuh tanya. Wanita itu heran, ada apa dengan pria itu hari ini. Sikapnya aneh. Seperti anak kecil yang sedang merajuk karena tidak diberi sesuatu."Sejak awal kan Mas Arya tahu, kalau Dwi dan Mas Dimas itu suami istri. Terus salahnya di mana?" tanya Dwi heran."Bukannya kamu bilang akan bercerai dari Dimas?""Iya, tapi kata mama tunggu selesai seratus hari almarhum papa.""Tapi....""Tapi kenapa, Mas?""Soal Dimas keramas tadi pagi....""Mas Arya ngomong apa sih? Keramas ya keramas aja. Sama sekali nggak ada hubungannya sama Dwi!" Dwi sudah mulai menangkap ucapan dari Arya. Arya pasti berpikir, kalau Dimas baru saja keramas karena habis melaksanakan hubungan suami istri dengan Dwi. Dimas sengaja melakukannya untuk memanas-manasi Arya. Agar pria itu kehilangan harapan dan tak berani lagi mengganggu Dwi."Kalau begitu, Dwi pamit dulu ya, Mas?" Dwi segera pamit setelah mendapatkan tanda tangan dari Arya. Tak ingin berlama-lama. Takut kalau karyawan lain
Read more
Part32
Dia juga jadi tak punya hak untuk marah di hadapan karyawan yang lain saat istrinya dibawa pergi pria lain.Semua orang di kantor sudah mengenal Lena meski tak secara langsung. Dan mereka tahu, bahwa Lena lah calon istri dari bos mereka. Hingga jika dia mengakui Dwi sebagai istri, maka imagenya akan buruk sebagai seorang suami yang berselingkuh. Juga Dwi yang akan merasa malu.Dimas tak punya pilihan lain selain bersabar. Dia harus mendapatkan hati istrinya secara perlahan.Dengan langkah tanpa semangat, Dimas kembali ke ruangannya. *Sore hari tiba. Ponsel Dimas berdering. Ada nama Lena di sana. Dimas benar-benar muak karena gadis itu terus menerus menghubunginya. Lena tetap tak terima kalau Dimas sudah memutuskan hubungan dengannya.Dimas memilih mengabaikannya dan membereskan tas kerjanya. Kemudian keluar ruangan untuk segera pulang."Ayo pulang!" Dimas berhenti di meja Dwi yang juga telah bersiap-siap.Dwi mengangguk. Tak ingin lagi mengulang kembali kejadian kemarin. Bagaimanapu
Read more
Part33
Keesokan harinya Dwi tidak melihat tanda-tanda kehadiran Arya di kantor. Sepertinya apa yang Dimas ucapkan tidak main-main."Pak Arya tidak masuk, Dwi. Katanya sakit." Salah seorang rekan memberi tahu.Dwi merasa bersalah. Tahu bahwa Arya sakit karena alergi kacang yang mereka makan kemarin.Saat siang, Dwi mengetuk pintu ruangan Dimas."Masuk!" Terdengar suara perintah dari dalam sana.Dengan hati-hati, Dwi membuka pintu dan memasuki ruangan yang nyaman itu. Dimas yang sedang mengecek email-email di laptopnya terkejut. Tak menyangka kalau istrinya akan datang mengunjunginya."Dwi? Udah mau makan, ya?" Dimas langsung melirik arloji di pergelangan tangannya. Dan benar saja, hari sudah siang. Jam makan siang telah datang."Mas Arya benaran sakit, Mas. Pulang kerja nanti, Dwi mau minta izin menjenguk Mas Arya." Dwi langsung pada maksud dan tujuannya."Mas Dimas nanti nggak usah nyariin Dwi. Dwi nggak kabur lagi seperti kemarin."Hati Dimas yang tadinya sudah merasa senang, kini kembali m
Read more
Part34
Meski tadinya dia mengatakan pada mamanya sudah putus, tapi akhirnya suaminya itu kembali meminta pada mamanya agar merestui kembali hubungan dia. Dengan begitu Dimas bisa memberikan cucu yang sangat di harapkan oleh mamanya.Dwi seperti tak punya harapan lagi. Jadi satu-satunya jalan adalah dengan menjaga jarak dari pria yang masih sah menjadi suaminya itu."Apa yang kamu lakukan, Dimas?" Tiba-tiba pintu terbuka. Dan Lena sudah masuk mendekati mereka.Dwi langsung menepiskan tangan Dimas. Dia tahu, apa pun yang dia lakukan, Dimas pasti akan lebih membela Lena.Dwi menatap tajam ke arah wanita itu, lalu segera keluar dari ruangan Dimas. Dibantingnya pintu untuk melampiaskan kekesalannya.Hatinya ingin menangis. Tapi sangat rugi baginya untuk menangisi pria pengkhianat seperti Dimas.*"Mau apa lagi kamu ke sini?" Dimas langsung bersikap ketus pada Lena. Dia merasa begitu marah karena Dwi akan kembali salah paham padanya. "Apa-apaan kamu, Dim? Ngapain kamu tadi megang-megang dia? Kam
Read more
Part35
Dwi menatap kembali wajah Dimas. Masih tidak bisa percaya dengan ucapan pria itu. Bisa-bisanya laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya itu melakukan negosiasi dengannya.Apakah itu sungguhan, atau sebuah candaan. Atau mungkin sebuah jebakan agar Dwi terpancing, lalu dengan mudah dapat disalahkan kembali oleh suaminya itu. Dimas bisa saja memutar balikkan fakta yang ada. Menuduh, bahwa Dwi lah yang memiliki afair dengan pria lain hingga sudah sepantasnya dia ceraikan.Bagi Dwi, Dimas merupakan seseorang yang pandai bersilat lidah dan pembohong besar. Dwi tak mau lagi percaya pada ucapannya.Kali ini, Dwi tidak akan terperangkap dalam rencana Dimas. Dwi tetap akan menuntut cerai dengan kasus perselingkuhan. "Ayo! Tunggu apa lagi?" tegas Dimas."Dwi nggak mau! Kenapa nggak makan sama Lena aja tadi? Mau pencitraan di depan Dwi? Maaf, Mas. Dwi udah nggak peduli. Dan jangan harap Dwi masih mau makan bareng mas Dimas!" Dwi berucap tegas.Dimas tampak kecewa. Dia bisa melihat sorot a
Read more
Part36
"Bukankah orang-orang mengaggap kita ini kakak adik? Kamu sendiri yang mengakui Mas sebagai kakak kamu. Jadi, Mas berhak merangkul dan menunjukkan sikap Mas sebagai seorang kakak!"Dimas tak lagi peduli. Dia kembali menarik Dwi dalam rangkulannya. Dia benar-benar menginginkan Dwi di sisinya saat ini. Meski harus mengakuinya hanya sebagai seorang adik.Dwi ingin berontak, tapi Dimas bersikeras dan tak mau melepaskan."Nurut! Atau Mas bongkar sekalian identitas kita."Hish!Dwi mengentakkan kaki dengan kesal. Tak bisa lagi berbuat apa-apa. Kini dia merasa seperti seorang tawanan di film perang.Dimas kembali tersenyum menang. Meski dengan cara yang jahat, akhirnya pria itu punya kesempatan untuk memeluk istri kecilnya itu.*"Kamu ini, sudah tahu alergi kok makan kacang sih, Arya!" Sonia memarahi anaknya yang sedang terbaring di balik selimut di atas tempat tidur.Arya hanya diam. Tak mungkin dia mengaku pada mamanya bahwa semua dia lakukan hanya demi bisa makan berdua dengan Dwi. Jika
Read more
Part37
Dwi menundukkan wajah, merasa malu dipandangi oleh Arya seperti itu. Bagaimanapun juga, dirinya masih berstatus sebagai istri orang. Apalagi suaminya sedang berdiri di hadapan mereka.Harusnya ini merupakan kesempatan emas untuk membalaskan sakit hatinya pada Dimas. Membuat Dimas tahu bagaimana rasanya dikhianati dengan bermesraan bersama orang lain. Namun Dwi tak ingin seperti itu. Jika dia melakukannya, itu artinya bahwa dia sama saja dengan pria pengkhianat itu."Udah, Dwi. Kelihatannya Arya baik-baik saja. Kita pulang! Kasihan mama kalau nggak ada kamu." Dimas memotong pembicaraan mereka dan mengajak istrinya untuk tak berlama-lama di sana.Saat ini Dimas merasa begitu gerah dan tak betah berlama-lama untuk menetap di tempat itu. Hati siapa yang tidak hancur ketika melihat istrinya bermesraan dengan laki-laki lain di depan mata kepalanya sendiri, sedangkan dia seperti tak punya hak apa-apa.Ingin sekali rasanya dia mencekik leher dan mencolok mata Arya agar tak bisa memandangi ist
Read more
Part38
"Baru juga datang. Mbok Asri udah buatin minum tuh. Sebentar lagi aja, ya." Dwi melirik sekilas ke arah Dimas, menunggu keputusan dari suaminya itu."Kasihan Arya, Tante. Dimas dan Dwi nggak mau mengganggu istirahatnya. Biar cepat sembuh." Dimas beralasan.Arya memutar bola mata, mendengar alasan yang dibuat-buat oleh Dimas. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu mulai menyadari, Diam-diam Dimas juga menaruh perasaan pada Dwi."Kalau begitu kita minum di ruang tamu aja.""Oh, boleh, Tante." Dimas tak enak lagi menolak. Lalu memberanikan diri menarik bahu Dwi dan merangkulnya di depan Arya."Yuk, Sayang." Dwi melotot ke arah Dimas. Hanya saja pria yang hatinya sedang berdentam-dentum karena cemburu itu pura-pura tak melihat. Dia harus membuktikan di hadapan Arya, bahwa pernikahannya dengan Dwi masih baik-baik saja.Arya tertunduk lesu. Sepertinya penyakitnya akan bertambah parah melihat kemesraan mereka."Arya kenapa nggak dinikahkan aja, Tante? Biar ada yang ngurus kalau sakit." Dim
Read more
Part39
Dwi terperanjat mendengar ucapan suaminya. Perkataan Dimas terdengar serius. Membuatnya merasa takut. Jantung Dwi berdebar-debar tak menentu. Pipinya kini terasa panas dan terlihat memerah.Dwi tak menyangka jika suaminya tersinggung dengan ucapannya sore tadi. Pantas saja Dimas langsung terdiam dan tak lagi membela diri. Biasanya dia selalu protes dan mengajak Dwi berdebat jika ada kata-kata Dwi yang salah. "Mas Dimas bicara apa? Memangnya nyelonong masuk ke kamar orang lain itu bukan tindakan dari anak kecil?" Dwi mencoba menepis pikiran buruknya tentang malam pertama.Dwi sudah beranggapan, satu-satunya cara menunjukkan bahwa Dimas bukan anak kecil lagi adalah menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Dan Dwi takut jika harus mendadak seperti ini."Siapa bilang ini kamar orang lain? Ini bukan kamar kamu!" Dimas menjawab datar."Iya, Iya. Dwi sadar. Dwi cuma numpang di sini. Semua yang ada di rumah ini adalah milik Mas Dimas. Puas?" Dwi mengalah. Dia bosan bertengkar terus de
Read more
Part40
"Dwi!" Dimas langsung menarik tubuh Dwi dan membawanya dalam dekapan. Dwi meronta, namun tenaganya kalah kuat dengan lengan kekar suaminya. Dimas memeluk Dwi dengan lebih erat."Mas minta maaf, Sayang." Dimas berbisik di telinga istrinya.Dwi semakin menangis. Entah apa yang dia rasakan saat ini. Pelukan Dimas terasa sangat nyaman. Dia laki-laki pertama setelah ayah Dwi yang memeluk Dwi dengan kasih sayang seperti itu. Namun di sisi lain hati Dwi, wanita itu merasa jijik jika membayangkan bahwa tubuh yang memeluknya saat ini telah lebih dulu memberi kehangatan pada wanita lain."Lepas, Mas. Dwi benci sama Mas." Dwi semakin sesenggukan."Mas tahu. Mas yang salah. Tapi kamu juga harus tahu. Sumpah demi Allah, Mas nggak pernah berhubungan sejauh itu dengan Lena atau wanita mana pun." Dimas kembali berbisik. Tangan besarnya membelai lembut rambut panjang Dwi untuk menenangkan istrinya."Asal kamu tahu, Dwi. Mas nggak bohong soal putus dari Lena. Bahkan sebelum malam ke tujuh tahlilan alm
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status