All Chapters of Saat Ibu Mertua Berdiri Dipihakku: Chapter 11 - Chapter 20
69 Chapters
Part11
Perusahaan yang sekarang dipegang oleh mas Dimas adalah usaha yang didirikan oleh papa dan juga kedua sahabatnya, termasuk ayahku.Namun saat aku kecil, ibu sakit-sakitan. Ayah membutuhkan banyak biaya dan memiliki banyak hutang. Dengan terpaksa ayah menjual semua sahamnya pada papa. Namun papa dan mama benar-benar manusia berhati malaikat. Nama ayah tak pernah dicoret dari daftar pemegang saham. Membiarkan ayah tetap berada di posisinya. Tak seorang pun yang tahu, termasuk mas Dimas dan juga keluarga om Wira.Sebelum mama mengakui semua itu, aku sudah lebih dulu tahu. Saat ayah masih sakit-sakitan dia terus-terusan mengatakan bahwa aku harus tahu diri. Sebenarnya kami sudah tidak punya apa-apa lagi. Aku harus selalu berbuat baik pada keluarga mama dan papa sebagai balasan atas pertolongan mereka. Bahkan jika mereka memintaku menjadi pekerja di rumah mereka untuk membayar semua hutang-hutang ayah. Tak lama ayah meninggal. Dan tanpa diduga keluarga mas Dimas tak pernah menyinggung
Read more
Part12
Belum sempat aku bertanya, mas Arya menarik tanganku agar bergeser ke belakangnya. Dia menjadikan tubuh tinggi tegapnya sebagai tameng agar Lena tidak bisa menyentuhku. Lalu mengempaskan tangan wanita angkuh itu begitu saja."Siapa kamu?" bentak Lena. Dia tampak marah pada mas Arya. "Jangan ikut campur urusan orang!""Aku nggak akan ikut campur kalau kamu nggak main kasar. Wanita ini teman baikku." Mas Arya masih memegang tanganku dengan erat.Saskia juga ikut bangkit dan berdiri di sampingku. Dia pasti terheran-heran dengan semua kekacauan yang dia lihat."Teman baik?" Lena tersenyum mengejek. "Maksudnya selingkuhan? Nggak nyangka, ya. Kalau anak pungut yang sok polos kayak kamu ternyata juga hobi selingkuh. Pantas aja Dimas nggak pernah cinta sama kamu dan lebih memilih aku," ucap Lena penuh percaya diri.Mas Arya langsung berbalik ke arahku. Dia pasti ikut terkejut dengan berita yang sudah dibeberkan wanita itu."Dimas selingkuh, Dwi?" Mata mas Arya menyipit menatapku. Aku masih bi
Read more
Part13
Aku terkejut mendengar ucapan mama. Tadinya aku sempat merasa bingung bagaimana menjelaskan agar mertuaku ini mengerti. Aku sudah tidak tahan dan tidak mau lagi menjadi istri dari anaknya.Tapi sepertinya mama lebih bisa membaca isi hatiku. Tanpa aku perlu membujuk dan meminta izin, mama telah lebih dulu meminta mas Dimas melakukannya."Apa yang mama katakan, Ma?" Mas Dimas terlihat lebih shock lagi."Ceraikan Dwi! Bukannya keputusan ini yang kamu nanti-nantikan?""Enggak, Ma. Dimas nggak mau cerai. Dimas akan jelaskan semuanya." Mas Dimas masih bersikeras."Halah! Kamu pikir mama nggak tau maksud dan tujuan kamu? Kamu nggak mau menceraikan Dwi, karena kamu nggak ingin kehilangan hak waris dan fasilitas dari mama, kan?"Mas Dimas tampak terdiam. Sepertinya dia tak bisa lagi menghindar karena sudah ketahuan."Ayo lakukan! Saat ini juga kamu ceraikan Dwi!" Mama kembali berucap tegas."Mama macam apa yang menyuruh anaknya bercerai, Ma? Mama nggak takut dosa?" Mas Dimas sedikit meninggika
Read more
Part14
Sore harinya mas Arya datang berkunjung. Aku menemuinya di ruang tamu setelah mas Arya meminta izin sama mama. Awalnya aku tidak mau. Merasa malu atas kejadian kemarin.Tapi kata mama aku tidak boleh seperti itu. Harusnya aku berterima kasih, karena mas Arya, mama jadi tahu kejadian yang sebenarnya dan langsung bisa mengambil keputusan."Gimana keadaan kamu, Dwi?" tanya mas Arya."Dwi nggak papa, Mas. Maaf, kalau kemarin Dwi langsung lari dan nggak sempat ngucapin terima kasih sama Mas Arya.""Jangan khawatir. Mas nggak mempermasalahkan hal itu, kok. Yang penting kamunya bisa tenang.""Makasih ya, Mas." Aku mencoba tersenyum. "Nah, gitu dong. Mas khawatir kamu kenapa-napa. Mas nggak nyangka kalau Dimas seperti itu sama kamu." Dia terlihat tidak senang."Mas Arya nggak usah khawatir. Sebenarnya...." Aku ragu mengucapkannya. "Kenapa, Dwi?""Dwi udah tahu tentang Lena. Mas Dimas udah mengakui semuanya sejak malam ke tiga almarhum papa. Tapi Dwi bertahan karena nggak tega ninggalin mama
Read more
Part15
Mas Arya pamit pulang. Aku mengantarnya sampai ke halaman depan. Tak lama kulihat mas Dimas baru turun dari gojek. Kami berpapasan saat dia berjalan masuk.Pandangan kami bertemu, lalu pria itu melirik ke arah mas Arya."Hati-hati di jalan ya, Mas Arya." Aku langsung mengucapkan selamat tinggal. Lalu bergegas masuk agar tak berlama-lama bertemu dengan mas Dimas.Malam harinya, aku membaca buku-buku yang aku beli di toko kemarin. Tak lama pintu kamar dibuka. Aku yang sedang bersandar di kepala ranjang menoleh. Mas Dimas sudah ada berdiri di sana dengan wajah masam."Ngapain Arya ke sini?" tanya dia dengan nada ketus."Mas Dimas kan tadi ketemu. Kenapa nggak nanyak orangnya langsung?" Aku juga tak kalah sewot."Sebaiknya kamu jangan dekat-dekat sama dia. Mas udah bilang kalau dia itu playboy." "Mau playboy atau enggak memangnya kenapa? Kenapa Mas Dimas ikut campur?""Dwi! Mas ini suami kamu. Apa pantas kamu berkelakuan seperti itu?""Kelakuan yang mana maksud Mas?" Aku menutup buku dan
Read more
Part16
Namun bagaimanapun, aku tidak boleh terlihat lemah. Aku juga harus tegas dalam mengambil keputusan. Aku tak mau dianggap serakah dan tidak tahu diri.Mas Dimas telah memutuskan untuk meninggalkan rumah ini. Itu artinya dia telah memilih Lena. "Baguslah! Berarti proses perceraian kita bisa dipercepat, kan?" ucapku.Mas Dimas langsung terdiam. Dia menatapku dengan tajam. Seolah aku telah melakukan kesalahan."Begitu mengenal Arya, yang kamu bicarakan hanya soal perceraian saja. Kamu sukak sama dia?!" Mas Dimas tampak marah."Sukak atau enggak nggak ada urusannya sama Mas Dimas!" jawabku ketus.Kulihat dia semakin menggeram."Kalau begitu jangan bermimpi! Sampai kapan pun Mas nggak akan menceraikan kamu!""Mas Dimas apa-apaan, sih? Jangan egois jadi orang!" Aku kembali histeris."Egois? Siapa yang egois? Bukankah Mas udah bilang sejak kemarin?" "Perjanjian kita batal! Mama udah tau semuanya. Kita nggak perlu lagi bersandiwara. Mama sama sekali nggak keberatan kalau kita berpisah. Denga
Read more
Part17
Dimas masih duduk bersandar di kursi kantornya saat jam makan siang. Selera makannya berkurang akhir-akhir ini. Sejak Arya muncul dan terlihat dekat dengan Dwi, pikirannya selalu tidak tenang. Apalagi Arya berencana untuk mengajak wanita yang telah Dimas nikahi untuk ikut serta di perusahaan. Otomatis kedua orang yang baru saling mengenal itu akan bertemu setiap hari.Tengah asyik melamun, tiba-tiba pintu kantornya dibuka dengan paksa. Seorang wanita masuk dengan wajah marah."Apa-apaan kamu, Dimas? Kenapa kamu nggak ngangkat telepon dari aku? Kenapa kamu terus menghindar dari aku?" Wanita itu menatap Dimas dengan tajam."Lena, aku sudah bilang, jangan sembarangan lagi masuk ke kantorku. Kamu nggak dengar?" Dimas juga tak kalah marah. "Aku ini pacar kamu, Dim. Kamu ini kenapa, sih? Kamu berubah tau, nggak!" Wanita yang dandanannya terlihat dewasa itu mencoba bersikap manja. Dia mendekati Dimas dan hendak duduk di pangkuannya."Minggir, Lena." Dimas menepikan tubuh Lena, lalu bangki
Read more
Part18
Dimas langsung menarik Lena ke luar pagar agar tidak ada yang melihatnya. "Kenapa kamu ke sini?" Dimas tampak ketus."Abis kamu nggak ngubung-ngubungi aku lagi. Emang kamu sibuk ngapain?" Lena sedikit merajuk. Dimas enggan bersikap baik lagi. Hatinya terlanjur kecewa dengan sikap dan sifat matrealistis wanita yang ada di hadapannya."Maaf, Lena. Aku nggak bisa menjadi laki-laki yang sesuai keinginan kamu. Aku nggak bisa membantah atau melawan mama. Mungkin sebaiknya kita nggak usah berhubungan lagi." Dimas berucap dengan sungguh-sungguh.Lena begitu terkejut. Dia sama sekali tak menyangka kalau Dimas yang selama ini begitu mencintainya begitu mudah menyerah dan mengucapkan kata-kata itu. Lena sama sekali tidak terima."Kamu jangan main-main, Dimas. Aku nggak suka. Mana mama kamu, aku mau bicara!" tantang gadis tak tahu malu itu."Jangan berani-berani kamu ganggu mamaku. Pergi dari sini! Aku nggak mau ketemu sama kamu lagi." Dimas mulai emosi."Dim!""Aku bilang pergi! Aku nggak akan
Read more
Part19
Dimas mengerutkan alis melihat tingkah istrinya yang sedang menantang. Dia menutup buku yang dia baca, lalu menatap wanita yang sama sekali belum pernah dia sentuh."Kamu kenapa?" tanya Dimas."Mas Dimas kenapa nggak minta maaf sama mama?" Dwi bertanya dengan lantang.Dimas menatap istrinya sebentar, namun tak menyahut. Lantas membuka kembali buku yang tadi dia baca. Tak peduli dengan pertanyaan dari Dwi yang diajukan untuknya."Mas Dimas!" Dwi kembali memanggil. Lalu menarik bukunya dari tangan lelaki itu."Apa lagi?" Dimas masih berucap dengan lembut."Jawab dulu. Kenapa mas Dimas mendiamkan mama seperti itu? Bukannya mobil dan juga atm mas Dimas udah dibalikin? Seharusnya Mas Dimas berterima kasih. Bukan malah marah-marah kek gini.""Memangnya kapan Mas marah-marah sama mama?""Dengan Mas Dimas diemin mama seperti ini, itu artinya Mas Dimas marah. Sekarang Mas Dimas ke kamar mama dan minta maaf." Wanita yang meski sudah berstatus menikah namun masih gadis itu memerintah dengan kesa
Read more
Part20
"Emang kamu mau?" tanya dia.Kini mata Dwi yang melotot menatap wajah suaminya. Tanpa rasa canggung sedikit pun laki-laki itu bertanya pertanyaan bodoh yang dia sendiri tahu jawabannya."Mas jangan mimpi! Lebih baik Dwi jadi janda daripada berbagi suami dengan wanita itu!" Dwi dengan ketus menjawab."Oh, kamu nggak rela. Baguslah. Makanya jangan sok-sokan minta cerai." Dimas menahan senyum mendengar jawaban jujur istrinya.Dwi tergagap. Dia sama sekali tidak bermaksud membuat laki-laki itu menjadi besar kepala."Udah ngomongnya? Ngapain lagi?" Dimas mengulurkan tangannya. "Sini, balikin bukunya!" "Ini milik Dwi. Ngapain Mas minta?""Itu cuma pelajaran dasar. Kalau cuman seperti itu, kamu bisa tanyain ke Mas nanti.""Nggak perlu! Dwi nggak butuh apa pun dari Mas Dimas!" Dwi mengentakkan kaki, lalu berjalan menjauh memeluk buku itu."Mau ke mana?" "Tidur!""Lupa, kalau ini kamar kamu?"Dwi mendengus kesal, lalu berbalik dan memanjat naik ke tempat tidur."Kapan mulai masuk kantor?" Di
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status