Semua Bab Maaf Mas, Aku Tega! : Bab 51 - Bab 60
100 Bab
Bab 51
Tiga bulan usia pernikahan kami. Rasanya baru kemarin Mas Yusuf mengucap janji suci di depan penghulu. Waktu begitu cepat berlalu.Menjalani mahligai rumah tangga dengan Mas Yusuf rasanya bahagia tiada tara. Dia lelaki yang sangat romantis jika bersamaku. Selalu memanjakan diriku. Mungkin benar kata orang, jika seorang wanita menikah dengan lelaki yang tepat. Dia akan diperlakukan seperti ratu. Dan itu yang terjadi padaku."Sayang, tolong ambilkan handuk Mas dong." ucapnya dari dalam kamar mandi.Kebiasaan Mas Yusuf memang seperti itu, lupa membawa handuk saat mandi. Untung kamar mandi terletak di kamar. Coba kalau tidak, pasti repot."Ini Mas." Aku sodorkan handuk saat pintu kamar mandi sedikit dibuka.Tak berapa lama,Mas Yusuf keluar dengan rambut basah. Handuk yang ku berikan melingkar di pinggangnya."Lain kali kalau mandi bawa handuk dong Mas. Untung aku masih di kamar kalau tidak ...." Tak ku lanjutkan kata-kataku."Kalau tidak apa?" Mas Yusuf mendekatkan tubuhnya ke arahku. Tan
Baca selengkapnya
Bab 52
Pov RomiMalam yang sunyi, tak ada bintang dan bulan yang mewarnai langit malam ini. Seperti hatiku yang sepi. Kehilangan Anita membuat hidupku sunyi, tak ada arah dan harapan. Kalau boleh jujur, aku masih memendam rasa padanya. Meski ini salah karena masih mencintai istri dari sepupuku sendiri.Tapi apalah daya, memang itu kenyataannya.Jarum jam sudah menunjukkan angka satu dini hari. Namun rasa kantuk seperti tak menghampiri diri ini.Membuka pintu dan duduk di balkon sambil menatap langit malam ini. Membuka ponsel, mencari kesibukan agar hati tak selalu terpaku dan memikirkan Anita. Aku tahu ini dosa.Membuka status teman di aplikasi berwarna hijau. Dada terasa sesak membaca status dari Yusuf. Sepupu sekaligus suami dari pujaan hatiku.[Terima kasih sayang, ini hadiah terindah. Semoga kamu dan calon buah hati kita selalu dalam keadaan sehat.]Ingin membalas dengan ucapan selamat tetapi hati kecilku berkata tidak. Sakit, rasanya seperti di tusuk sembilu. Bukankah harusnya aku bahagi
Baca selengkapnya
Bab 53
Langit malam ini begitu indah namun tak seperti hatiku yang gelap.Malam ini Allah menegurku lagi, harusnya aku sadar diri, Anita tak mungkin kumiliki. Mengacak rambut, frustasi. Aku duduk di tepi jalan sambil melihat kendaraan berlalu lalang. Tak jarang kulihat sepasang kekasih berboncengan begitu mesra.Membuat diri ini merasakan iri. Ya Allah, begitu berat kehilangan cinta dan kekasih hati. Andai saja sejak awal mama mengizinkanku dengan Anita,mungkin saat ini aku tengah hidup bahagia bersamanya. Astagfirullah...Maafkan hambamu ini yang telah berburuk sangka pada-Mu. Mungkin memang Engkau tidak menjodohkan aku dengan Anita. Satu pintaku Ya Allah, hapus dan buang rasa ini untuknya. Sungguh aku tak sanggup dengan perasaan seperti ini. Aku tersiksa. Aku melajukan kembali mobil dengan kecepatan sedang. Pikiran masih saja tertuju kepada Anita, hingga aku tidak bisa fokus mengemudi. Bayang-bayang kemesraan Yusuf dan Anita tergambar jelas di pelupuk mata. "Sayang, kalau makan pelan-p
Baca selengkapnya
Bab 54
Uhuukk... Uhuukk... Aku terbatuk, tersedak air liurku sendiri. Ya Allah, bagaimana bisa Intan tahu betul perasaanku saat ini, padahal kami hanya saling bertemu saja. Atau jangan-jangan Anita yang menceritakan semuanya pada Intan?Ah, rasanya tak mungkin Anita seperti itu. Aku tahu betul dia seperti apa."Maksud kamu apa, Tan?" kilahku. "Tak usah bertanya Mas, saya tahu anda mengerti dengan yang saya ucapkan," jawabnya tanpa menoleh sedikitpun padaku. Sungguh menyebalkan! Kalau saja aku tidak merasa bersalah, sudah kuturunkan saat ini juga. Aku memilih diam hingga suasana menjadi canggung. Dasar rese si Intan. "Belok kiri Mas, rumah saya depan pos ronda."Tanpa menjawab kuhentikan mobil tepat di rumah sederhana dengan bunga-bunga mewarnai halaman rumahnya yang kecil. "Terima kasih,Mas," ucapnya lalu turun dari mobilku. Melangkah memasuki halaman.Hingga dia hilang dari balik pintu. Segera kulakukan mobil menuju rumahku. Perkataan Intan masih saja terngiang-ngiang di telingaku.Mema
Baca selengkapnya
Bab 55
"Siapa yang bertamu,Bu?" tanya Intan memotong ucapanku. Membuatku bernapas lega. Setidaknya ada Intan yang bisa menjelaskan semuanya. Seraut wajah nanti cantik keluar dari belakang. Mungkin dari dapur. Sementara ada dua kamar terletak di sebelah ruang tamu. Lumayan luas untuk ukuran rumah kecil seperti ini. Mataku tak berkedip menyaksikan indahnya ciptaan Allah. Bulu mata lentik dengan hidung mancung terukir jelas di wajahnya. Baru kali ini aku melihat wajah Intan. Ya, karena selama ini dia selalu menutup wajahnya dengan cadar. "Astagfirullah ...,"ucapnya lalu masuk ke dalam kamar. Langkahnya sedikit tertatih. Ini pasti karena kejadian semalam. Aduh, aku menjadi merasa bersalah. Akibat ketidakhati-hatianku membuat orang lain merasakan sakit. Tak berapa lama Intan keluar dari kamar, tapi kini wajah cantiknya tak lagi terlihat. Ada kain penghalang yang menutupi wajah cantiknya. Dan kini hanya terlihat sepasang mata yang menatapku tajam. Ya Allah, salah apa diriku ini? Dipertemuka
Baca selengkapnya
Bab 56
Menyalakan mesin mobil sportku,tak lama kendaraan roda empat ku berjalan meninggalkan perkampungan Intan. Sengaja berjalan dengan perlahan karena area perkampungan yang ditinggali banyak penduduk. Dan banyak anak kecil, aku tak ingin kejadian semalam terulang kembali. Beberapa kali melihat benda yang melingkar di tangan. Ternyata jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih sepuluh menit. Aku sudah terlambat sepuluh menit. Bisa gawat kalau Om Damar menungguku terlalu lama. Ku lajukan mobil dengan kecepatan tinggi saat berada di jalan raya. Aku tak ingin Om Damar marah karena aku terlambat terlalu lama. Melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan. Ya Allah sudah setengah sepuluh rupanya. Mati aku!Ku tepikan mobil sembarangan, bergegas menuju lantai lima. Tak lupa kunci mobil ku serahkan pada Edo, satpam muda yang usianya dibawah dua tahun dariku. Aku memang sering seperti ini saat terlambat masuk kantor.Dan Edo yang akan memarkirkan mobilku. Karena hanya dia satpam yang b
Baca selengkapnya
Bab 57
Romi duduk di sofa, sesekali memijit kepala yang berdenyut nyeri. Mungkin saat ini rasanya mau pecah. Kembali ucapan Om Damar terngiang di telinganya. PYAARGelas si atas meja menjadi sasaran kemarahan Romi. Hancur menjadi kepingan kecil. Lelaki yang biasanya penuh dengan kesabaran. Kini mulai susah mengatur emosi. "Aku gak mau menikah dengan Febi ...!" Gumam Romi kesal. Ting... Satu pesan masuk di aplikasi berwarna hijau itu. Romi merogoh ponsel yang ada dalam saku celananya. Satu pesan dari Om Damar. Dengan rasa malas ia membuka pesan itu. [ingat Rom, hanya satu minggu. ]"Dasar lelaki edan. Kalau saja dia bukan orang tua, sudah pasti habis di tanganku," batin Romi geram. Romi mengacak rambut, frustasi. Pikirannya pusing tak karuan. Lelaki dengan tubuh atletis itu bingung bagaimana cara menyampaikan kabar buruk ini kepada kedua orang tuanya. Romi begitu kesal setelah membaca pesan Damar. Dengan kasar ponsel di tangan kanannya di banting begitu saja. Untung saja ponsel itu jat
Baca selengkapnya
Bab 58
Aku menyadarkan tubuh di teras masjid agung. Rasanya tubuh ini enggan melangkah pergi. Begitu damai rumah Allah ini. Beban yang aku tanggung seakan hilang dalam sekejap. Krucuukk... Suara perut terdengar jelas. Ya, pasti cacing di dalamnya sudah protes meminta haknya. Aku baru ingat,siang tadi tak ada seciul makanan yang masuk. Akibat ancaman Om Damar yang masih mendominasi pikiran hingga membuatku tak nafsu makan. Ah, betapa bodohnya diriku ini! Kalau sakit aku juga yang rasain. Kenapa mesti memikirkan orang lain? Bukakah orang lain bahkan tak perduli dengan perasaanku. Febi dan Om Damar tak ada yang mengerti perasaanku. Mereka hanya mementingkan perasaan mereka sendiri. Sudah, saatnya aku berpikir jalan yang harus ku ambil untuk menyelamatkan perusahaan saat Om Damar menghentikan kucuran dananya. Menghirup oksigen agar masuk ke paru-paru, aku menetralisir amarah yang ada di dada. Melajukan kendaraan roda empat, aku mencari rumah makan padang. Entah kenapa aku menginginkan maka
Baca selengkapnya
59
Satu minggu begitu cepat. Ini adalah waktunya aku memberikan jawaban. Apakah aku siap? Ya Robb, beri aku kekuatan. Semoga jawabanku tak menyakiti hati orang lain. Ting... Satu notifikasi pesan masuk. Ya, siapa lagi kalau bukan Om Damar. Pasti beliau akan mengancamku lagi. [Om tunggu di rumah Febi. Ingat Rom, perusahaan kamu menjadi taruhannya. ]Aku menghembuskan nafas kasar. Lagi dan lagi beliau menggunakan kekuasaan untuk mengancamku. Perusahaan menjadi alasan kuat beliau yakin aku akan menyetujui permintaan gilanya. Mobil melesat membelah keramaian jalanan ibu kota. Ini adalah jam istirahat, banyak karyawan pergi untuk membeli makan. Meski tak semacet pagi atau sore. Namun tetap saja banyak kendaraan berlalu lalang. Kriingg... Ponsel di dalam saku jas menjerit-jarit. Segera aku ambil benda pipih berwarna hitam itu. Ah, panggilan dari Om Damar. Malas, ku diamkan saja hingga benda pipih itu membisu dengan sendirinya. Lagi ponsel itu bernyanyi kembali. Kutepikan kendaraan roda
Baca selengkapnya
60
Astaga, tak pernahkah mereka berpikir di posisiku? Yang lebih egois aku atau mereka? Seenak jidatnya mengatakan aku egois. Padahal kenyataannya merekalah orang-orang egois itu. "Febi masih sangat mencintaimu, Rom. Dia begitu menyesal telah meninggalkanmu," ucap Tante Viona lagi. Aku masih diam, tak menjawab perkataan mereka. Biar ku tahu lebih banyak apa yang akan mereka bicarakan. "Bagaimana, Romi?" tanya Om Fajar. Kutelan saliva dengan susah payah. Rasanya mulut ini tak mampu berkata-kata. Tapi apapun yang terjadi aku harus bersikap tegas. Aku tak mau dipermainkan oleh mereka. "Maaf sebelumnya Om dan Tante." Wajah mereka bertiga langung masam kala kata maaf keluar dari mulutku. "Maksud kamu apa?" tanya Om Fajar dengan wajah merah padam menahan amarah. "Bukan maksud saya menolak permintaan Om atau pun tante. Saya tidak bisa menerima tawaran yang kalian berikan. Saya sudah tak mencintai Febi. Untuk janin yang ia kandung juga bukan darah daging saya. Harusnya ayah janin itu yang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status