Semua Bab HINAAN IPAR (ADIK SUAMIKU): Bab 31 - Bab 40
45 Bab
Bab 31
Adik Suamiku 31 Melihat wajah mereka yang ketakutan dan sikapnya yang salah tingkah membuatku bahagia. Entah karena mereka sering menyakiti keluargaku atau mungkin karena aku bisa membuat mereka ada di titik ini. Intinya aku bahagia, sudahlah sombong, songong, egois, padahal tidak punya apapun yang perlu disombongkan. Mas Arif ikut duduk di sampingku. "Ngaku kerja kantoran, taunya pekerja serabutan," sindirnya membuat tanya mereka berdua mengepal. Aku sempat terkaget dengan bahasanya, apalagi sebelumnya sama sekali tidak pernah bicara kasar, dan bertindak sejauh ini. Memang benar kalau hari manusia bisa berubah jika selalu disakiti. "Kami ke sini tidak ada maksud menghina, hanya ingin melihat kalian sadar kalau bergaya itu harus sesuai kemampuan. Pamer rumah, yang dipamerkan harus rumah sendiri, bukan rumah orang lain," jelas Mas Arif lagi membuat para warga yang tadinya marah-marah dan mengata-ngatai kami, jadi berbalik kepada mereka. "Benar apa yang Arif katakan, Rina dan sua
Baca selengkapnya
Bab 32
Adik Suamiku 32 Aku tidak berhenti tertawa ketika membaca pesan yang ada di grup, bener-bener lucu. Ada untungnya juga aku berbohong tentang penyakit ini, tapi tetep saja aku harus mengatakannya kepada Bu Rw. Mungkin nanti setelah aku selesai pindahan ke rumah yang baru, baru bisa menjelaskan semuanya. Kalau masih di sini, bisa-bisa aku didatangi semua keluarganya Mas Arif. "Mas, aku mengatakan kalau kita terkena penyakit menular," ucapku pada Mas Arif ketika baru pulang dari bengkel. Mas Arif terdiam sejenak, apa dirinya akan marah karena aku sudah berbohong? Kalau tidak, kenapa diam saja? "Mas marah karena baku sudah berbohong?" tanyaku memberanikan diri. Walaupun Mas Arif bukan laki-laki pemarah, tapi ia paling tidak suka sama kebohongan meskipun itu baik. Katanya 'kalau bohong itu gapapa demi kebahagiaan, berarti jujur sudah tidak berlaku'. "Kenapa marah? Mas yakin kamu tahu apa yang terbaik. Hanya saja ke depannya jangan seperti ini lagi, ya?" ucapnya sambil menatapku leka
Baca selengkapnya
Bab 33
Adik Suamiku 33 Hanya dalam hitungan menit, motor Mas Arif langsung terdengar memasuki halaman. Terdengar juga suara orang-orang yang mencoba untuk melarikan diri, tapi sepertinya berhasil ditangkap oleh beberapa orang. Apa mungkin warga yang lain ikut membantu? "Assalamu'alaikum, Dek, ini Mas. Buka pintunya!" Suara Mas Arif terdengar dari depan pintu dengan suara yang panik. Salwa yang menangis langsung aku gendong dan kubuka pintu depan. "Wa'alaikumussalam warahmatullah, Mas. Ya Allah, untunglah kalian datang cepat." Mas Arif langsung memeluk kita berdua dan mengajak kita duduk. Begitupun Dandy dan beberapa warga. "Kebetulan tadi saya juga tadi sholat di masjid, gak sengaja dengar dari istri saya kalau semalam ada tetangga yang kemalingan dan ternyata malingnya berkomplot dengan orang-orang yang barusan," jelas seorang warga membuatku mengerti. Apa jangan-jangan Ratih dan orang-orang itu terikat perjanjian yang tidak masuk akal? Aku menatap Dandy dengan kepala yang masih menu
Baca selengkapnya
Bab 34
Adik Suamiku 34 Bukan hanya ibu, Rina dan Rara juga menatapku berbeda. Lebih tajam dari sebelumnya, padahal mereka adalah teman gosipnya dan biasa dibantu Ratih juga dalam hal ekonomi. Aku buru-buru menyimpan wadah makanan di meja makan ibu, lalu pergi secepat kilat. Takutnya aku tidak kuat menahan lisan untuk tidak mencaci maki mereka. "Sama-sama penjahat, jadi pasti saling membantu." Rina tiba-tiba bersuara, tapi aku masih memilih diam. "Ternyata selain jahat, sama-sama budek," lanjutnya. Lalu, mereka berdua pun tertawa terbahak-bahak. Karena mulutku sudah gatal, aku mendekat ke arah Rina, dan berbisik, "Ingat hutangmu pada Mas Arif, seminggu lagi jatuh tempo." Wajah yang awalnya cerita, kini langsung kusut dan menatapku tajam. "Tidak perlu meningkatkan hutangku, karena urusannya bukan denganmu, tapi Mas Arif. Benalu seperti kamu mana mungkin punya uang," teriaknya dengan suara yang terdengar satu RT. Oh, jadi dia sengaja ingin membuat seolah aku salah di depan orang-orang, te
Baca selengkapnya
Bab 35
Fitnah mematikanAdik Suamiku 35 "Mas, besok kan waktunya kita bertemu dengan pemilik rumah, kan, ya?" tanyaku kepada memang sengaja tidak ke bengkel, katanya mau menjaga kami. "Iya, Dek." Mas Arif menjawab singkat. Menatapku sekilas, lalu kembali fokus dengan ponselnya. "Tapi kok perasaanku tidak enak, Mas. Kenapa, ya?" Aku kembali bertanya. "Semakin dekat waktu sama hari ini, semakin tidak enak pula hatiku, Mas." Mas Arif menyimpan ponselnya dan menatapku lekat. "Mas tahu kalau perasaan seorang istri, apalagi jika sudah menjadi ibu, pasti lebih kuat daripada Mas. Berarti Allah memerintahkan kita untuk semakin meminta perlindungan darinya, Dek. Agar kita tidak lengah. Jadi, apapun yang terjadi besok, kita tetap bisa menghadapinya dengan tenang," jelasnya membuat beban yang tadi terasa berat menjadi ringan. "Ah iya, Mas benar. Makasih ya, Mak." Aku langsung memeluknya erat. "Tidak perlu berterima kasih, sudah sepantasnya kita bersama. Tidak hanya dalam suka ataupun duka, tap
Baca selengkapnya
Bab 36
Adik Suamiku 36 "Lily," panggil laki-laki itu lirih membuat Mas Arif langsung menarikku untuk berdiri di belakangnya. "Mas Arif." Yuna ikut memanggil, tapi Mas Arif sama sekali tidak melihat ke arahnya. Dia adalah mantan kekasih Mas Arif dahulu, sementara laki-laki yang memanggilku adalah Adrian. Adrian, seorang laki-laki yang pernah aku tolak dulu. Sekarang, mereka datang bersama tapi menggunakan mobil yang berbeda. "Enaknya kita bicara di dalam, Mas. Biar lebih leluasa, banyak juga yang harus kita bicarakan," tandas Adrian. Dia juga meminta orang yang membawa kami ke sini untuk pergi dan sekarang hanya ada kita berempat. "Mari, Mas!" Yuna dan Adrian berjalan lebih dulu dan masuk ke dalam rumahnya itu. Sementara aku dan Mas Arif masih saling melemparkan tatapan ragu. "Kamu tidak akan jatuh cinta padanya, kan?" tanya Mas Arif ragu. Aku tersenyum tipis. "Tentu saja tidak, Mas. Mana mungkin. Dulu saja dia aku tolak, apalagi sekarang." "Tapi kan dia tampan dan kaya, wanita mana
Baca selengkapnya
Bab 37
Adik Suamiku 37 Dengan mantap dan tanpa menunggu waktu lagi, aku juga Mas Arif langsung membatalkan rumah itu meninggalkan kedua orang gila itu. Enak sekali mereka berkata hal seperti tadi sampai membuatkan langsung mengeluarkan amarah. "Kok, Mas tadi cuman diam saja?" tanyaku sedikit kesal. "Mas sengaja, biar kamu ada bahan untuk dimarahi. Lagipula selama ini kan kamu bukan orang yang suka marah-marah, jadi sekalian aja dikeluarkan emosinya," jelas Mas Arif sambil tertawa kecil. "Tapi emang Mas gak marah dengan perkataan mereka? Enggak tersinggung gitu?" tanyaku masih penasaran. Dari tadi Mas Arif memang hanya diam saja. Meskipun aku sempat melihat rahangnya mengeras dan ampasnya sudah naik turun, tapi tetap saja tidak marah, hanya bicara beberapa kata saja, tidak termasuk ke dalam kelasnya marah, masih enggak keluar seutuhnya. "Mana ada suami yang tidak marah ketika pria lain berkata seperti itu. Kalau kamu tadi gak maki mereka, sudah pasti Mas marahi habis-habisan itu tadi,
Baca selengkapnya
Bab 38
Ketetapan HatiAdik Suamiku Ending Dandy meminta kita datang ke rumahnya untuk membicarakan masalah tempat tinggal yang baru untuk kami. Kebetulan aku memang sudah tidak betah tinggal di sini dan ingin cepat-cepat pergi. "Sudah siap?" tanya Mas Arif yang kembali terpaksa tidak ke bengkel, tapi tetap buka. Hanya beberapa temannya yang menggantikan. Untung saja Mamat dan beberapa temannya sudah tidak lagi bekerja di bengkel, katanya gengsi. Jadi mereka merantau ke kota untuk mencari pekerjaan yang lebih baik lagi. "Sudah, Mas." Setelah mengenakan jaket untuk pada Salwa, aku langsung ikut naik ke atas motor. Tidak lupa sebelum berangkat aku mengabari Ratih terlebih dahulu kalau kita mau datang. "Apa benar ini belokannya, Mas?" tanyaku memastikan ketika Mas Arif masuk ke dalam sebuah gang. "Iya benar, Mas masih ingat jelas, kok." Dengan ragu, aku hanya ikut saja. Tapi tidak lama sebuah rumah makan besar berhasil kita lewati, kebetulan rumah ini memang yang aku ingat jalan ke sini.
Baca selengkapnya
Bab 39
Dua Minggu sudah aku tinggal di rumah ini dengan sangat nyaman. Detik demi detik tidak begitu berasa karena tidak ada rasa sakit yang dirasakan setiap waktu. Bahkan, kami juga bisa beribadah dengan tenang tanpa harus mendengar teriakan dan fitnah berulang kali. Sungguh ini adalah nikmat terbesar yang harus disyukuri, karena tidak semua orang berada di kenikmatan seperti ini. Selama dua Minggu pula Mas Arif tidak ke bengkel, hanya teman-temannya saja yang kerja. Katanya 'tidak siap untuk bertemu kekurangnya' kalau setiap aku tanya. "Emang gapapa kalau Mas tinggalkan bengkel?" Dandy membawa sepiring martabak dan masuk ke ruang depan yang ada Mas Arif. "Gapapa, buktinya mereka bisa bertahan tanpa Mas selama ini." Mas Arif menjawab dengan santai. "Iya, aku tahu. Cuman kan kau memutuskan tidak akan pernah ke bengkel lagi, rasanya aneh, Mas." Dandy tertawa kecil. "Itu pun kalau aku memposisikan diri sebagai teman Mas yang kerja di bengkel." "Mungkin ibarat kerja, tapi gak tahu atasann
Baca selengkapnya
Bab 40
Bapak menatap kami dengan kesedihan yang tidak bisa digambarkan. Pantas saja beberapa hari ini aku selalu teringat dengan Bapak, ternyata ada kejadian semacam ini di sini. "Kamu sama Bapak juga begitu?" Beberapa kata tiba-tiba terlontar dari bibirku dan sama sekali tidak bisa dikendalikan. Andi menundukkan kepalanya. "Kalau Bapak, aku tidak berani. Hanya Bapak yang selalu ada di saat Ibu menyalahkan aku," lirihnya membuatku terenyuh. Sikap yang baik memang akan mendatangkan hal-hal yang baik dan begitupun sebaliknya. Namun, tetep saja sikap Andi tidak dibenarkan. "Apapun yang Ibu lakukan terhadap kamu, dia tetap ibumu. Ayo, masuk. Banyak hal yang ingin Mbak sampaikan sama kamu, agar kelak tidak ada penyesalan." Dengan penuh percaya diri dan rasa takut pun langsung hilang, aku memimpin jalan, lalu duduk di ruang tamu. Andi pun ikut dengan patuh, tanpa ada penolakan. Aku tahu saat ini jiwanya sedang butuh pelukan, tapi tetep saja dia harus faham dengan apa yang sudah dilakukannya.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status