All Chapters of DINODAI SUAMI SENDIRI: Chapter 41 - Chapter 50
106 Chapters
Part41
Aku dan Zein masing-masing terdiam. Hatiku yang tadi berapi-api mulai meredam. Tak biasanya memang aku melihat Zein sampai seperti ini. Dia yang biasanya bersikap lebih dewasa dariku, tiba-tiba saja merajuk dan hampir mengeluarkan air mata. Apa ada sesuatu yang salah telah kuperbuat, hingga membuatnya jadi seperti ini. "Emang aku salah apa, Zein?" Aku memberanikan diri meraih tangannya. Dia tak menampik. Membiarkan tanganku tetap menyentuhnya. Lalu kutarik dia untuk duduk di sebelahku. "Kok jadi kamu yang marah?" tanyaku lagi. "Seharusnya kan aku. Kamu dong yang bujuk-bujuk aku. Aku masih emosi ini lho."Ah, elah. Emosi aja pamer. Cari perhatian banget aku. "Iya. Maaf," ucapnya kemudian. "Aku memang nggak punya hak untuk marah sama kamu, Yas.""Tuh, kan. Ngambek lagi. Kalau marah tu ngomong. Jangan diem aja," rengekku manja. "Memangnya, aku boleh marah sama kamu? Aku kan cuman suami bayaran. Sampai kapanpun kamu juga nggak akan luluh dan jatuh cinta sama aku." Dia kembali membuan
Read more
Part42
[Oke. Aku percaya. Kali ini aku biarin dia. Anggap aja hadiah permintaan maaf karena udah pernah ninggalin kamu. So, kita impas, kan?][Mmm... makasih, sayang. Aku jadi makin cinta deh sama kamu. Dah dulu ya, sayang. Aku mau kerja dulu.][Oke, besok kita ketemuan ya? Aku akan jemput kamu di kantor.][Oke, babe. Kamu boleh dateng kapan aja kok ke kantor.] Kantor polisi maksudnya. Ya kali kamu bisa datang setelah masuk penjara malam ini. [Oke, bye.].Aku menepuk jidatku sendiri. Membayangkan hancurnya perasaan Zein mendengar kata-kata sialan itu. Dasar sontoloyo kurang ajar. "Kamu salah paham, Zein. Yang kamu dengar bukan kenyataan. Cuman sandiwara," bujukku."Mmm... aku tau. Semua yang kamu lakukan memang sandiwara. Termasuk pernikahan kita.""Zein! Kok kamu ketus gitu sih. Liat sini! Jangan buang muka kek gitu." Aku memegang pipi dan memutar kepalanya agar dia melihatku. Mata itu, kembali menatapku. Membuat bulu mataku kembali merinding disko. "Refan bakalan masuk penjara. Dia b
Read more
Part43
Akhirnya kesalah pahaman antara aku dan Zein sudah berakhir. Bukan Bela yang menghubungi dia. Tapi Zahra yang mempertanyakan langsung pada Zein. Zahra segan menanyakannya langsung sama aku. Apa karena takut pulsanya aku minta balik ya? Dasar si Bela bibit pelakor, bisa-bisanya dia langsung mengadu sama Zahra dan Ibuk, bahwa aku habis melabrak dan marah-marah sama dia. Terpaksa deh, aku minta maaf ke Zein dan menyuruhnya untuk menyampaikan sama Ibuk, bahwa itu semua kesalah pahaman. Iyyuh! Merendahkan diriku banget. Untung malam itu Zein pinter, langsung mengambil hatiku dengan sikap manisnya. Kalau enggak, langsung aku samperin aja itu si minus akhlak. Bikin aku yang sehat walafiat ini jadi naik darah dibuatnya. ."Tengkyu banget, ya Bin. Kamu tuh emang bespren aku. Nggak sia-sia aku ngandalin kamu buat tugas yang satu ini," pujiku, saat makan siang di kafe biasa di seberang kantor. Dengan suamiku juga tentunya. "Yoi, Yaz. Gini-gini aku juga punya hati kali, Yas. Mana tega aku lia
Read more
Part44
"Aku mau ngasi naskah untuk yang terakhir kalinya. Ada satu naskah aku yang udah rampung. Belum pernah aku publish di aplikasi manapun. Kamu serahin aja ke dia, ya? Bilang, kalau setelah ini dia harus bangkit dan membuat karya barunya sediri. Terserah kalau dia mau ngikutin gaya penulisan aku atau enggak. Aku nggak masalah. Yang penting kami berdua bisa sama-sama sukses sebagai penulis.""Mmmm.... Zein...Kamu baik banget sih jadi orang. Aku terharu banget, lho... " Aku menutup mulutku dengan telapak tangan. Mataku jadi berbeling-beling dibuatnya."Kamu dan Bino juga orang baik kok, Yas. Balasan yang aku kasi juga nggak seberapa, ketimbang aku harus masuk penjara dan ninggalin kamu, juga keluarga aku. Makasih ya, Yas.""Hadiah buat aku mana?" rengekku manja, sambil mengulurkan tanganku padanya. "Sini deketan," pintanya. Menyuruh aku lebih mendekat ke arahnya. Mmmm.... pasti mau nyium ni. Zein sukak nakehal deh. So sweet banget, mau nyium aku di tempat umum kek gini. Aduh, apa kata h
Read more
Part45
"Lho, ada Tyas di sini?" sapa pria berkaca mata itu. Dia langsung menghampiri Sekar, dan mencium kedua pipinya. "Ya iya, dong," sahutku penuh percaya diri. "Kamu nggak praktek hari ini?" tanyaku kepada suaminya Sekar. "Ini baru mau berangkat. Pamit dulu sama istri tercinta," godanya meledekku."Yaelah. Sok mesra banget. Aku juga udah punya suami kali, Yan. Nggak usah sok paling bahagia deh," pamerku dengan menggoyang-goyangkan kepala. "Nah, aku baru mo nanya. Suami kamu mana, Yas? Sori ya, kemarin aku dan Sekar nggak bisa hadir ke pernikahan kamu. Soalnya nggak diundang," sindirnya. Sekar ikut tertawa mendengar celoteh suaminya. "Hem.. nyindir terusss," balasku. "Iya, soalnya kita bukan dari keluarga ningrat ya kan, Sayang?" Ryan mengedipkan sebelah mata ke arah istrinya. Sekar geleng-geleng kepala melihat tingkah suaminya, yang kebetulan juga teman sekelas kami waktu dulu. Jadi bisa dibilang, kami cukup akrab. Hanya saja waktu itu, pesta pernikahan mewahku memang banyak diisi
Read more
Part46
"Iya, iya. Nggak papa, Yas. Yang penting aku selamat. Bilangin sama dia, tengkyu banget ya. Kalau seandainya dia ada disini, pasti aku peluk deh dia."Idih, amit-amit. Enak aja mau meluk-meluk Zein. Yang boleh meluk dia itu cuman aku, tau!."Si Bino bilang makasih tuh," ucapku saat sedang bersantai di ruang tivi. "Kamu udah bilang, kalau itu yang terakhir?" sahutnya yang kini duduk di ujung sofa. Mijitin kakiku. Hihihi... aku nggak nyuruh lho ya. "Udah dong. Uangnya aku transfer ke rekening kamu, ya.""Nggak usah, Yas. Kan aku bilang itu hadiah.""Tapi kan dia nggak tau, kamu ngasi hadiah karena apa.""Nggak papa, aku udah ikhlas.""Nggak bisa gitu Zein. Karya kamu itu berharga, loh. Dengan kamu menjualnya ke dia aja udah termasuk hadiah. Daripada kamu terbitin sendiri? Lagian uangnya udah dipotong dari royalti dia kok. Dianya juga iklas kali, Zein," bujukku sambil ah ih uh ah ih uh keenakan.Keenakan dipijit maksudnya. "Ya udah, kalau gitu, uangnya buat kamu aja. Selama menikah k
Read more
Part47
Tanpa terasa, sudah satu bulan aku dan Zein menjalani biduk rumah tangga. Sejauh ini terasa aman-aman saja. Yah, walaupun ada sedikit konflik yang membuat kami saling diam dan salah paham. Meskipun pada akhirnya ada manis-manisnya gitu. Kalau seandainya aku ajak dia buat merayakan anniversary, dia mau nggak, ya? Atau aku pancing-pancing aja biar dia ingat. Gengsi juga kan, kalau harus aku duluan yang mengingatkan. Kesannya aku terlalu bahagia gitu, menjadi istrinya dia. Walaupun ada sedikit. Cuman sedikit ya, sedikit. "Zein, kamu dimana?" tanyaku saat baru saja keluar dari kamar. Tak ada sahutan. Hari ini,tepat hari Minggu. Hari dimana aku selalu bangun siang dan bermalas-malasan. Aku kembali mencari di setiap sudut ruangan. Tak mungkin dia kembali tidur dan masuk ke kamarnya lagi. Bukankah akhir-akhir ini dia selalu menumpang tidur di kamarku. Yah, walaupun semua pakaiannya masih tersusun rapi di kamar sebelah. Jadi takut juga sih kalau tiba-tiba dia menghilang seperti ini. Tak
Read more
Part48
"Kamu sendiri yang mancing-mancing aku.""Mancing-mancing gimana?""Ya kek gini dong, Sayang. Pake pakaian olah raga seksi. Nunjukin otot sama perut sixpack kamu. Ngeluarin keringat yang bikin kamu tambah macho dan jantan banget. Jangankan aku sebagai istri sah, yang ono-ono aja tuh pada gelisah sampe ngintipin kamu dari balik pohon!" Suara yang sengaja kubuat melengking, ternyata membuat mereka yang berada di luar terkejut dan saling dorong-dorongan. Alhasil mereka semua terjatuh dan saling menimpa satu sama lain. Zein membalikkan badan karena terkejut. Aku melepaskan pelukan Zein dan menenggerkan tangan di pinggangku mendekati dinding pagar."Lagi pada ngapain nih?" sindirku. "Eh, enggak kok. Cuman lari-lari pagi aja.""Iya, cuman lari pagi.""Lari pagi kenapa pada berenti di sini?" tanyaku semakin sewot. "Panas, Mbak.""Iya, di sini adem.""Di bawah pohon bikin adem.""Ho oh, iya.""Oh, pohonnya bikin adem, ya? Gitu? Oke. Besok itu pohon bakalan aku tebang. Ngerti?""Jangan don
Read more
Part49
Lagi-lagi Zein bersikap mencurigakan. Membuat semangatku yang tadi menggebu-gebu jadi letoy kembali. Ada apa lagi kali ini? Tapi, ya sudahlah. Asal dia nggak selingkuh dan masih setia kepadaku, itu udah cukup."Ya udah, Zein. Kalau kamu nggak mau, juga nggak papa kok," ujarku pasrah. "Kamu marah?""Ya enggak dong. Ngapain juga marah. Nggak penting juga kok. Ya udah deh. Kita nggak usah kemana-mana. Aku mau tiduran aja di kamar.""Aku ikut ya, Yas."Dih, enak aja. Sori ye. Hari ini aku lagi nggak mood. Kesel sama sikap kamu. "Kamu di luar aja deh, Zein. Aku lagi pengen istirahat sendirian. Kamu lanjutin aja bercocok tanamnya. Nanam cabe kek. Siapa tau bulan depan udah bisa panen," sindirku. Aku pun ngeloyor pergi dan masuk ke kamar. Tak lupa juga mengunci pintu. Saat ini, meski dipaksa aku juga nggak akan rela. Bad mood, iyyuh... .Duh, kok Zein tiba-tiba berubah kek gitu sih. Kan cuma anniversary aja. Apa baginya merayakan hari jadi pernikahan itu nggak penting? Atau bisa jadi dia
Read more
Part50
"Mau ketemuan dimana?" tanyanya lagi. "Biasalah. Palingan juga di mall.""Mall mana?""Ditempat biasa lho, Zein."Duh, kok nanyanya sampai detil banget sih. Untung Zein tau mallnya ada di mana. Jadi aku tinggal bilang aja. Lagian, ngapain juga aku bohong. Zein juga nggak akan mungkin mau nyusulin aku ke sana. "Pulangnya jangan malam-malam ya, Yas."Dih, kalau bisa jangan pulang sekalian kali, Zein. Biar hari ini terlewat. Nggak perlu dilalui berdua sebagai peringatan satu bulan pernikahan kita. Moment tersedih tau nggak. "Aku naik taksi online aja ya, Zein. Kalau kamu mau nyuci mobil, aku juga nggak ngelarang kok." Aku tertawa geli. "Kenapa nggak bawa mobil?"Ya kali bawa mobil, Zein. Alasan aku pergi kan karena kamu lagi sibuk nyervis kendaraan. Apa kata dunia kalau mobilnya aku bawa. Ketauan dong lagi jablay di hari Minggu. "Ya udh deh. Aku pergi dulu, ya. Bye bye Zein?""Hati-hati ya, Yas. Kalau mau pulang telpon aku, ya. Biar aku jemput."Dih, sori ye. Nggak akan. Aku nggak
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status