All Chapters of DINODAI SUAMI SENDIRI: Chapter 21 - Chapter 30
106 Chapters
Part21
"Kamu jangan marah ya, Yas?" pintanya, saat kami baru saja sampai di ruanganku. Aku menghentakkan bokong seksi berisi ke singgasanaku, dengan wajah kesal."Ngapain kamu ngasi tau dia, kalau kamu kerja di sini? Mo pamer? Kalau sekarang kamu kerja kantoran. Terus orang tuanya suka, dan nerima kamu lagi buat jadi mantunya. Gitu?" Aku membuang muka. Kesal. Benar-benar kesal! "Nggak mungkin lah. Buat apa?""Terus? Kok dia bisa tau? Ouh... masih telpon-telponan?""Jangan nuduh sembarangan, Yas. Mana mungkin aku kek gitu. Gini-gini, aku tipe setia tau!""Terus, dia tau dari mana?""Katanya dia main ke rumah. Ngobrol-ngobrol sama Ibuk dan Zahra. Pasti mereka yang ngasi tau, kalau sekarang aku kerja di sini.""O.. o o o... " Aku membulatkan bibirku. "Jadi udah akrab nih? Sering di ajak ke rumah?" Aku mulai sewot. Hareudang."Itu kan dulu, Yas. Waktu masih pacaran.""Ibuk sama adik kamu, suka sama dia?""Ya gitu deh. Bela langsung bisa dekat sama mereka, sejak pertama kali aku kenalin.""Oh,
Read more
Part22
Sebenarnya aku malas, tapi tentu aja aku nggak mau mantan pacar suamiku mengambil posisiku di rumah kumuh itu. Ibu dan adiknya harus tau, bahwa akulah menantu di rumah mereka. Duh, pasti begitu aku melangkahkan kaki di depan pintu, mereka langsung histeris dan menyambutku. Bisa-bisa, semua warga kampung di undang untuk merayakan kedatanganku. Mereka pasti bangga, dan sudah pamer sana sini, bahwa anaknya yang tampan, tapi kere ini menikahi seorang wanita cantik, terpelajar, dan keturunan ningrat pula. Pasti aku selalu dielu-elukan. Lain lagi adiknya yang bernama Zahra itu. Matanya pasti akan berbinar-binar melihat pakaianku yang sangat modis ini. Apalagi sepatu, tas dan asesoris yang kupakai saat ini begitu berkelas. Kujamin seribu persen, air liurnya akan menetes, dan merengek minta dibelikan. Hish, dasar benalu. Bisa-bisanya mau morotin kakak ipar aja. Sori-sori ye. Ibu atau adiknya Zein nggak akan dapat a-pa-a-pa.Tak lama, kami pun sampai di sebuah rumah sederhana. Ya, sederhan
Read more
Par23
Eh, kok kebalik?"Apa ini?" sahutku, menerima pemberiannya. "Hadiah buat Mbak Tyas. Kemarin mau Zahra kasi pas nikahan. Kata temen Zahra, ini kado terbaik buat pengantin baru. Eh, nggak taunya belum nyampek-nyampek pas hari H nya.""Kamu pesan online?""Iya, Mbak. Kirain habis nikah, Mbak Tyas sama Mas Zein mau main ke sini. Tapi kata Mas Zein, dianya agak sibuk. Makanya baru sempet ngasi sekarang. Diterima ya, Mbak?"Aduuuh...ini adek sama abang kok baik banget sih. Bukannya mau minta, malah ngasi. Eh, tapi ini bukan umpan supaya aku terpancing, kan? Tak lama Zein masuk."Ya udah deh, Mbak. Zahra keluar dulu, ya.""Makasih...." sahutku manja. Dia pun keluar meninggalkan aku dan Zein berduaan di kamar. Mana pintunya di tutup lagi. Bikin deg-degan aja."Apa itu, Yas?""Tauk! Dikasi Zahra nih.""Buka dong. Atau mau aku yang bukain?" ucapnya dengan nada menggoda. Iyyuh... cari kesempatan banget pas lagi berdua. "Jangan macem-macem deh Zein. Nanti aku teriak nih!" Aku pura-pura mengan
Read more
Part24
Aku pun tersipu malu. "Kok tau, kalau Mas Zein setia?" selidikku. "Ya tau lah, Mbak. Yang suka sama Mas Zein kan banyak. Gadis-gadis di sekitar sini banyak banget yang naksir sama Mas Zein. Sering nitip salam sama Zahra. Teman sekolah Zahra pun sering datang, biar bisa ketemu sama Mas Zein.""Terus, Mas Zein Nya gimana? Tergoda nggak?""Ya, enggak lah Mbak. Kan Mas Zein setia banget sama Mbak Bela."What the f*ck! Bela? Jadi maksudnya Zein setia sama Bela gitu? Bukan sama aku? "Kalau sama Mbak gimana? Mas Zein ngomong apa aja?""Nggak ada!"Eh? Dasar si Zein. "Mas Zein nggak pernah cerita. Mas Zein cuman bilang, kalau sekarang jodohnya cuman Mbak Tyas. Udah, gitu aja."Ih.. dasar si Zein. Maksudnya apa tuh. Malu, mengakuiku sebagai istri di depan keluarganya. Apa karena aku terlalu tua buat dia? Ih, sebel! .Dalam perjalanan pulang, aku hanya berdiam diri. Masih kesal dengan penjelasan Zahra, bahwa ternyata Zein cinta banget sama Bela. Apa nanti setelah kami berpisah, Zein akan
Read more
Part25
Wajahnya tiba-tiba berubah pias. Mungkin nggak nyangka kalau aku akan kembali bertanya. Aku tetap nggak akan bisa tenang, kalau belum tau perasaan Zein yang sesungguhnya terhadap gadis itu. "Bela? Ya, enggak lah, Yas. Masa kamu nggak percaya sama suami kamu sendiri.""Tapi kata Zahra, kamu setia banget sama dia," gerutuku. "Setia karena saling memiliki. Kalau nyatanya dia berpaling, dan memilih laki-laki pilihan orang tuanya, masa aku harus tetap setia? Itu laki-laki bodoh namanya."Aku tertegun. Tak menyangka kalau Zein bisa berbicara setegas ini. Seperti menegaskan, bahwa gadis seperti Bela, sama sekali nggak pantas untuk ditunggu."Kamu nggak bakalan balik sama dia?""Tyas? Sekarang ini, kamu yang udah menjadi istriku. Cuman sama kamu aku bakal setia. Karena sekarang, kamu satu-satunya milikku."Mmm... so cute. "Kamu suka atau nggak suka, aku udah jatuh cinta saat pertama kali kamu melamar, dan memintaku untuk jadi suami kamu. Walaupun hanya sebagai suami bohongan."Jatuh cinta?
Read more
Part26
"Kenapa?""Karena aku ingin kamu membacanya dan tertarik meminangnya.""Tapi aku nggak tau yang mana.""Aku sengaja. Aku tahu kamu selalu membaca dan menyeleksi semua tulisan yang mau kamu pinang untuk di terbitkan. Aku hanya berharap kamu merasakan dan menandai bagaimana caraku merangkai kata dari setiap cerita yang kutulis. Tapi kamu nggak pernah peka. Kamu bahkan nggak pernah tau kalau part demi part promosi ceritaku lewat di beranda fesbuk kamu."Fesbuk? Dia punya fesbuk? Berteman denganku? Dan foto pernikahan dan komentar-komentar pedas itu? Haish.... Dia melihat semuanya? "Zein, maaf. Aku nggak pernah kepikiran kalau kamu bakalan sampe kek gitu.""Setelah uang yang kuhasilkan cukup dengan uang yang kamu berikan untuk operasi Ibuk, aku akan kembalikan semuanya sama kamu.""Jangan Zein. Itu bayaran kamu, karena udah mau menikah sama aku.""Nggak ada yang perlu dibayar, Yas. Aku bahagia jadi suami kamu, meski tanpa imbalan. Kamu wanita yang baik, Yas. Jangan rendahkan harga dirimu
Read more
Part27
Iyyuuh...! Keramas lagi, keramas lagi. Dasar si Zein ini, selalu aja ngambil kesempatan saat aku lagi bad mood. Tau aja, kalau aku lagi butuh di bujuk, dibelai, disayang, eh, ujug-ujug kebablasan. Dia juga tuh yang keenakan. "Ngapain senyum-senyum?" desisku saat dia sedang fokus menyetir mobil. "Emangnya dari tadi kamu nggak senyum-senyum sendiri?" balasnya, masih dengan senyum yang sama. Eh? Iya juga sih. Kenapa bibirku dari tadi refleks gerak-gerak sendiri, ya. Bawaannya melebar terus. Mana susah ditekuk lagi. Bikin si Zein makin geer aja. "Dih, sori ye. Aku tuh nggak pernah senyum-senyum sendiri. Kamu nya aja yang salah liat," kilahku. "Oh, enggak, ya. Maaf deh, kalau aku salah. Aku pikir tadi senyum. Abisnya, manis banget.""Woiya dong, Tyas gitu loh. Lagi ngeden aja tetap manis.""Iya, aku tau.""Tau apa? Emang kamu pernah liat aku lagi ngeden? Jangan-jangan kamu suka ngintip lagi. Iyyuh... jorok!""Ngapain ngintip. Kan udah liat semuanya.""Ish...Zein...jijik tau!"Aku mem
Read more
Part28
Tiba-tiba saja pintu ruanganku terbuka. Kulihat seorang pria dengan wajah angkuhnya datang dan langsung duduk di depanku, tanpa kupersilahkan. "Mau apa lagi, sih kamu?" ujarku dengan nada ketus. "Kenapa kamu blokir nomorku, beb?" Dia terlihat marah. Bab beb bab beb. Norak! "Kamu keberatan? Aku aja nggak pernah protes, waktu dulu kamu blokir nomorku."Semenjak kejadian itu, Refan memang berulang kali mengirimkan pesan dan menelponku. Karena bosan dan merasa terganggu, aku langsung aja memblokirnya. Nggak penting juga ya kan. Apalagi saat ini hubunganku dengan Zein udah mulai panas-panas gituh. Otomatis, aku juga nggak mau ada pengganggu. "Aku serius! Aku mau balikan sama kamu," ucapnya dengan nada tegas. Iyyuh... gilak aja. Nggak punya malu banget ini cowok. "Dih, sori ye. Kalau bisa dapet perjaka, ngapain juga aku milih duda!" celaku, dengan nada mengejek. "Perjaka miskin itu, maksud kamu? Yas, Yas. Kamu itu apa nggak bisa nyari suami yang lebih baik dari aku apa?""Ya jelas b
Read more
Part29
Refan memutar tubuhnya, kemudian berdiri. Akupun ikut berdiri dan berjalan cepat ke arah Zein. Biar dia nggak salah paham tentang posisi kami tadi. "Sayang!" Aku menggandeng lengan Zein dengan mesra. Duh, pasti ada yang lagi panas, nih. "Aku mau ngajakin kamu makan siang, Sayang," ucap Zein, yang seolah-olah kembali mengikuti sandiwara dan pencitraan yang biasa aku mainkan. "Ya udah, yuk!" Aku dan Zein berbalik, sampai suara Refan lagi-lagi menghentikan langkah kami. "Serius, nggak takut masuk penjara, bro?" ancamnya, dengan nada mengejek. Zein berbalik. Plis, Zein. Jangan terpancing. Kamu nggak boleh hilang kendali seperti kemarin. Di sini aja sama aku. "Kenapa nggak langsung dilaporin aja? Pakek ngancem segala!" decih Zein, dengan tegas. Wow!"Cuman mau ngasi kesempatan aja. Siapa tau, kamu bisa mikir dengan akal sehat buat ninggalin Tyas. Nggak pernah ngaca atau gimana?"Dih, enak aja. Zein itu cinta mati sama aku. Ya, nggak mungkinlah dia mau nurutin kata-kata kamu. "Teru
Read more
Part30
"Baguslah kalau kamu merasa kek gitu. Tapi mana mungkin aku bisa marah. Kan kamu ngelakuinnya jauh sebelum kita kenal. Kalau seandainya itu terjadi saat kamu udah menjadi istri aku, baru aku punya hak untuk marah.""Terus, kalau kamu marah, kamu bakal mukulin aku sampek bonyok gitu juga?""Mmm...." Zein memutar bola matanya. "Nggak lah. Mana mungkin aku berani mukul wanita.""Terus? Aku mau diapain?""Mmm... nggak ada.""Lho, katanya marah.""Iya, marah. Tapi, aku langsung nganterin kamu pulang aja ke rumah Papi sama Mami. Terus, aku juga pulang ke rumah Ibuk. Biar kamu bisa bebas, melakukan semua hal yang kamu mau."Deg! Tiba-tiba ginjalku berdetak tak menentu. Kok tiba-tiba aku jadi nggak rela ya. Mendengar kata-kata Zein yang seperti itu, membuat perasaanku jadi takut. Apa sekarang, aku benar-benar nggak rela kehilangan dia? "Kamu jangan ngomong gitu dong, Zein. Aku juga nggak mungkin ngelakuin hal seperti itu lagi. Dosa tau!"Ya, ampun. Kenapa aku baru nyadar, kalau itu dosa. Ke
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status