All Chapters of DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU: Chapter 51 - Chapter 60
198 Chapters
Bab 21b
“Kamu bisa masak?” tanya Rizal saat mengantar Ratih ke supermarket. Dia mengamati Ratih yang cekatan berbelanja. "Kamu meragukan?" "Nggak sih. Malah nggak sabar pengen nyicip masakan istri itu kayak gimana?" Ratih menaikkan alisnya, tapi buru-buru disembunyikan keheranannya. Ia mematri ucapan Rizal dalam ingatan. Apa mantan istrinya nggak pernah masak? Atau maksudnya masakan istri barunya? "Sebenarnya, aku lebih suka belanja di pasar tradisional." Ratih mengalihkan pembicaraan. "Kenapa? Bisa kenalan sama abang-abangnya?" goda Rizal. "Ck! kamu itu." Ratih berdecak. "Ya enggak lah. Kalau di pasar tradisonal, pilihannya lebih banyak. Harganya lebih miring. Lihat, ini harganya berapa?" Ratih menunjukkan harga bandrol salah satu sayuran yang tertata di lemari pendingin supermarket. "Kan ini udah bersih, udah dikemas. Ya wajar, harganya lebih mahal," ujar Rizal. "Iya. Jadi, kita beli kemasan dan kebersihan." "Mutu juga beda." Rizal menyela. "Tapi, kalau sudah dimasak, ya sa
Read more
Bab 21c
Ratih segera menyelesaiakn cucian piring dan membereskan peralatan masaknya. Dengan seksama ikut mendengarkan sekilas jawaban Rizal dengan seseorang di seberang sana. Dari intonasinya, terdengar ada yang tak beres. “Besok aku ke kantor. Kita meeting semua ya. Jam delapan harus sudah siap.” Rizal tegas memberikan instruksi. “Minum, Mas.” Segelas air putih disodorkan Ratih, agar tersamar dari tindakan mengupingnya. Dia berharap Rizal mengatakan sesuatu padanya. Rizal tak mengatakan apapun. Dia sibuk membuka kontak di ponselnya, lalu menghubungi lagi seseorang, membuat Ratih tak punya kesempatan untuk bertanya. "Kamu istirahat dulu saja," titah Rizal, memberi kode tak ingin diganggu. --- "Ke kantor, Mas?" tanya Ratih pagi-pagi usai menyiapkan sarapan. Dia ingat percakapan Rizal yang mengatakan hari itu akan ada meeting dengan seseorang di telepon. Sampai malam, Rizal tak sempat mengajaknya ngobrol. Dia sibuk menghubungi orang-orang dari teleponnya. Hingga Ratih masih sungkan
Read more
Bab 21d
"Ada apa, Mas? Siapa yang ke pengadilan?" tanya Ratih. Dia takut ada perkara hukum yang menjerat Rizal. "Kamu tenang saja. Semua bisa aku atasi," sahut Rizal. "Kamu nggak percaya sama aku?" "Ratih, ini bukan masalah percaya dan nggak percaya. Ini masalah aku dan pekerjaanku. Kamu tahu, kan. Semua pekerjaan ada resikonya." "Iya. Tapi, kalau resikonya berbahaya, kamu pikir, aku akan membiarkanmu?" "Ratih, makasih atas perhatianmu. Aku janji, semua akan baik-baik saja. Aku berangkat ya." Rizal mengacak kepala Ratih, lalu mengecup keningnya lembut, sebelum dia naik ke mobil. -- Ratih masih setia menunggu, meski malam sudah larut. Dia sudah bertekad akan membujuk Rizal untuk membuka semua rahasianya. Toh, dia sudah menikah. Kalau ada apa-apa, bukannya dia juga akan terseret? “Gimana, Mas?” tanya Ratih. Meski sudah pukul sembilan, Ratih masih menawarkan makan malam untuk Rizal. Pria itu tak menolak meski dia sudah makan malam di kantor dengan teman-temannya. Namun, kali ini
Read more
Bab 22a
PoV Rizal Namaku Rizal. Entah kenapa, saat SMA hingga kuliah, aku lebih suka pada gadis yang cantik, yang menjadi idola kaum lelaki. Meskipun aku biasa saja, namun, aku akan berusaha mengejar cintaku. Sayangnya, saat SMA, cintaku pada Dewi kandas, karena kesalahpahaman. Itulah awal mula aku tak menyukai temanku satu sekolah yang bernama Ratih. Ratih bukannya tidak cantik. Hanya, dia gadis biasa saja. Aku tak pernah tertarik padanya. Tak ada sedikitpun yang menonjol, malah justru aku muak dengan sikapnya yang terlalu baik. Aku pernah sekelas dengannya. Anaknya lembut dan sering mengalah. Dia akan selalu mementingkan orang lain dibanding dirinya sendiri, dan menurutku itu berlebihan. Tersebutlah Dewi, gadis tercantik di SMAku, yang kebetulan sahabatnya Ratih. Kemanapun mereka pergi, selalu bersama. Jangan tanya, betapa menariknya Dewi. Dia benar-benar bak seorang Dewi. Selain pintar dalam pelajaran sekolah, juga pintar bergaul. Banyak kaum lelaki yang menaruh hati padanya, t
Read more
Bab 22b
Aku tak terlalu mengingat apa yang pernah kulontarkan pada Ratih. Karena aku terlalu fokus pada diriku dan kegagalan cintaku. Sejak menikahnya Dewi, aku kembali fokus mengejar cintaku pada Desti. Bukan hal yang mudah menjerat cinta Desti, karena aku hanya mahasiswa biasa saja dan tak punya banyak kelebihan. Beruntung, Prita, sepupuku kenal baik dengan Desti karena kebetulan satu jurusan. Lewat bantuannya lah aku dapat dekat dengan Desti. “Mas Rizal lagi sibuk, nggak?” tanya Prita suatu hari menemuiku. “Biasa saja,” sahutku. “Mbak Desti lagi butuh bantuan,” jawab Prita. Mataku seketika melebar, serasa mendapat durian runtuh. “Bantuan apa?” tanyaku. “Supirnya sakit. Dia butuh orang untuk antar jemput dia,” ucap Prita. “Mas Rizal katanya lagi cari tambahan uang saku. Siapa tahu cocok,” lanjutnya. Aku dan Prita memang berasal dari keluarga biasa. Makanya Prita biasa saja menawarkanku kerja sambilan, meskipun hanya sebagai supir. Aku sudah bisa mengemudi sejak SMA. Salah
Read more
Bab 23a
Namaku Desti Maharani. Saat kuliah, semua mengakui bahwa aku adalah primadona dengan wajahku yang cantik dan body yang proporsional. Apalagi didukung oleh kondisi ekonomi orang tua yang mapan. Sejak kuliah, aku sudah biasa diantar jemput supir, meski aku sendiri bisa mengemudikan mobil. Sebagaimana seorang primadona kampus, aku pun memiliki pacar yang juga termasuk pangeran kampus. Namanya Gavindra Aditya Pratama, atau dipanggil Gavin. Dia adalah kakak angkatanku, dua tahun di atasku. Kami saling mengenal saat dia menjadi panitia penerimaan mahasiswa baru. Selain mahasiswa berprestasi dan juga berasal dari anak pengusaha, Gavin juga rebutan gadis-gadis di kampusku. Dan aku bersyukur, akulah yang terpilih sebagai pacarnya. Sayangnya hubungan kami tak terjalin lama, karena begitu dia lulus kuliah, yang kala itu aku masih tingkat tiga, Gavin harus dikirim orang tuanya ke USA untuk belajar bisnis. - Sejak kepergian Gavin, aku tak lagi bisa menghubunginya. Nomor teleponnya ganti.
Read more
Bab 23b
"Des, salamin dong buat supir gantengmu," tukas Indira suatu hari. Dia adalah sepupuku yang kadang ke rumah. "Heh, ganteng dari mana? Matamu lupa nggak pake contact lens ya?" balasku. Bagiku, Rizal biasa saja. Dia hanya seorang mahasiswa. Secara fisik ya hanya postur yang boleh lah, tinggi. Tapi, body kerempeng, dan kulit lusuh dan kusam, sama sekali tidak terawat. Tak heran juga kalau dia menerima pekerjaan sebagai supir. "Eh, dia itu cuma dekil doang. Ibarat batu permata, belum digosok. Coba kalau udah digosok, kilaunya baru terlihat." "Hmmm. Sok tau kamu!" Sepintas lalu, aku tak menanggapi ucapan Indira. Tapi, karena dia berulang-ulang menyebutnya, mengagung-agungkannya, bagaimana bisa aku tak berubah pikiran? "Anak muda jaman sekarang, nyambung ngobrol sama orang tua, apa nggak hebat? Di saat anak muda memikirkan dirinya sendiri, dia bisa menanggapi hal-hal serius," puji Indira. Selain Indira, BAng Desta dan Papa juga tak henti-hentinya memuji. "Anaknya baik, sopan, t
Read more
BAb 23 c
Sejenak kami hanya saling diam. Namun begitu, diam-diam terbersit rasa kagum padanya. Dia yang berubah drastis dalam waktu dekat, tak menutup kemungkinan akan setara dengan papa di masa depan. Benar kata papa, Rizal punya potensi besar untuk maju. "Aku hanya orang biasa. Orang tuaku pun orang biasa yang tinggal di kampung," ucap Rizal. "Namun, aku akan tetap berusaha menjadi orang yang luar biasa," sambungnya. Aku tersenyum. Rizal bukan lah orang pertama yang menyatakan ketertarikannya padaku. Dan aku bisa memahami maksud pembicaraannya itu. "Aku nggak mempermasalahkan dari mana dia berasal," bohongku. Meski dalam hati, Gavin lah yang terbaik. Tapi, apa salahnya dicoba. Toh, memang aku sedang sendiri saat ini. Pria yang kutunggu pun tak jelas kabar beritanya. Satu-persatu temanku juga sudah naik ke jenjang rumah tangga. Sementara aku? Hanya sibuk dengan diriku sendiri saja. Sejak itu aku dan Rizal mulai menjajagi sebuah hubungan, meski sebenarnya aku tak terlalu sreg denganny
Read more
Bab 23d
Sebagaimana kata Papa, hidup dengan Rizal, akhirnya aku diperlakukan bak seorang ratu. Dia memberiku apa saja yang aku mau. Jika tidak mampu, dia akan berusaha hingga keinginanku tercapai. Tak pernah ada cela selama hidup dengannya. Tak lama, hadirlah buah hati kami. Meski aku tak bekerja, hari-hariku hanya diisi dengan kegiatan bersantai, namun aku tak mengurus Sasti seratus persen. Ada kakak sepupu Rizal yang sudah kami angkat sebagai baby sitter Sasti. "Kenapa kamu nggak kasih ASI kamu sendiri, Dik?" tanya Rizal saat beberapa hari usai melahirkan. Dia tak langsung bertanya, meski sejak hari pertama aku tak memberinya ASI. "Aku nggak mau bentukku jelek, Mas. Toh, Sasti juga kita beri susu formula yang berbaik. Harga satu kalengnya ratusan ribu," terangku, sambil memberikan penjelasan kalau anak-anak orang kaya juga melakukan hal yang sama, buktinya, anak-anak mereka tetap cerdas dan sehat. Rizal tak pernah menyanggah apa pun yang kukatakan padanya. Baginya, aku selalu benar
Read more
Bab 24a
“Des, kamu bukan Desti yang dulu lagi. Hubungan ini salah. Kamu harus kembali pada keluargamu,” ucap Gavin ketika kesekian kalinya Desti mengajaknya bertemu. Mereka menjalin kembali cinta yang pernah kandas. Beruntung, Gavin segera menyadari, bahwa yang dilakukan tidak benar. “Kak, aku mencintaimu. Aku selalu menunggumu. Aku tak pernah mencintai Rizal. Bahkan sampai sekarang, hubunganku dengan Rizal hanya sebatas formalitas saja,” ucap Desti. Gavin memejamkan matanya seraya menghela nafas. “Apapun itu, kamu masih punya ikatan dengan Rizal. Dan aku tak mau menjadi orang ketiga dalam hubungan kalian,” ucap Gavin. “Kak, katakan padaku, kalau kamu masih mencintaiku,” ucap Desti seraya meraih tangan Gavin. Mereka berdua sedang makan malam di salah satu restoran mewah di bilangan Jakarta Pusat. Gavin hanya terdiam. “Kak, aku akan minta pisah dari Rizal, asal kamu mau kembali padaku!” ucap Desti dengan penuh kesungguhan. Serta merta Gavin menarik tangannya. “Kamu jangan gila
Read more
PREV
1
...
45678
...
20
DMCA.com Protection Status