All Chapters of DILAMAR PRIA YANG PERNAH MENOLAKKU: Chapter 31 - Chapter 40
198 Chapters
Bab 15a
"Saksi, Sah?""Sah""Sah""Sah""Alhamdulillah." Rizal bernafas lega.Begitu juga kedua orang tua Ratih. Nampak jelas berbahagia. Akad nikah dilangsungkan di rumah Ratih. Di halaman depan dipasang tenda. Meski tak menerima tamu, namun sanak saudara dan tetangga banyak yang hadir. Sementara resepsi akan diselenggarakan di balai warga, tak jauh dari kediaman Ratih. Ini dipilih karena menggabungkan resepsi Dini dan Ratih. Tentu saja, tamu yang diundang lebih banyak. Jika diselenggarakan di rumah, akan memakan jalan warga, belum termasuk tempat parkir kendaraannya. Salah satu solusi menggunakan balai warga. "Ini kemauan Mas Rizal, Mbak. Katanya biar tetangga dan saudara yang datang, tidak perlu repot," tukas Dini saat membahas rencana acara. "Lagi pula, juga memanfaatkan fasilitas desa, Mbak," lanjut Dini."Aku ngikut kamu aja, Din. Tahu beres.""Paham, Mbak. Yang penting Mbak Ratih mau nikah aja, kita udah seneng.""Diniiii!" Ratih berteriak geram. Siapa sih yang nggak mau nikah?Tern
Read more
Bab 15b
"Ayo, Mbak. Mobil pengantinnya sudah nunggu di depan." Suara Hasan terdengar dari dalam kamar Ratih. "Mobil? Kan cuma 500 meter. Kenapa pakai mobil?" tanya Ratih pada ibunya. "Kamu mau jalan kaki pake kain kayak gini? Ibu mah nggak mau," sahut Ibunya datar. Benar juga. Kalau biasanya dia jalan kaki karena memakai baju biasa. Kini, nggak mungkin dia jalan kaki dengan dandanan seperti ini. "Sudah, Mbak Ratih. Sudah siap," ujar Bu Witri setelah berulang kali wanita itu memastikan riasannya sudah pas, begitu juga dengan baju yang dikenakan Ratih. Bu Witri lalu membereskan perlengkapannya. Dia harus membawanya ke lokasi. Meski Ratih tidak ada ganti baju di tengah resepsi, namun, kadang make up perlu di sempurnakan lagi di tengah acara, mengingat di balai warga belum dilengkapi pendingin ruangan. Ratih bergegas keluar kamar. "Mbak, tunggu dulu. Mas Rizal jangan ditinggal!"Langkah kaki Ratih terhenti saat mendengar suara Hasan. Tentu saja, ucapan adiknya itu disambut tawa saudara-sau
Read more
Bab 15c
"Alhamdulillah, selesai." Acara ditutup dengan foto-foto dengan panitia dan anggota keluarga lainnya. "Langsung terbang ke Bali, Din?" tanya Ratih pada adiknya. Dia harus mencari cara agar terlihat sibuk untuk menutupi kegugupannya. "Iya. Biar nggak ganggu Mbak Ratih," sahut adiknya. "Mbak Ratih nggak diajak kemana, gitu, Mas?" Dini mengalihkan padangan pada Rizal. "Udah tua, Din. Dimana aja, sama aja," jawab Rizal enteng. "Apanya yang sama aja, Mas?" sela Hasan. Dia ikut nimbrung. "Halah, kamu, belum sampai telinga...." sahut Rizal. Dengan bergantian diantar mobil famili, mereka tiba di rumah orang tua Ratih. Dini sudah berkemas. Dia dan suami langsung berangkat ke bandara. Mereka mendapat voucher bulan madu dari kantor suami Dini. Sementara itu, habis isya, pada tetangga yang merangkap panitia sudah pulang. Tenda di halaman rumah juga sudah diturunkan. Rumah Ratih sudah kembali seperti sedia kala. Hanya kerabat dekat yang masih menginap. "Sana, Nak Rizal. Ratih sudah menun
Read more
Bab 15d
“Makasih, ya, sudah menemaniku buka puasa…” ujar Rizal sambil mengecup puncak kepala Ratih. Rambut yang tak tersentuh creambath perawatan sebelum menikah pun tetap wangi karena tak lupa Ratih keramas sebelum acara akad nikah tadi pagi. “Puasa apaan sih?” Ratih masih keheranan. Dari tadi Rizal membahas mengenai buka puasa. Pria itu menatap Ratih sembari menahan tawa. Dia lupa kalau perempuan polos macam Ratih belum tentu mengerti maksudnya. “Lupakan saja,” ujar Rizal kemudian. Lalu ia merengkuh pinggang Ratih dalam pelukannya. Ada perasaan yang tak dapat terlukiskan, saat posisinya sedekat itu dengan lelaki asing, yang kini menjadi suaminya. Lelaki yang dulu dalam impiannya, meski kadang sangat dibencinya. “Mas!” Ratih mulai belajar membiasakan diri memanggil “Mas”. Ratih tak ingin melewatkan malam pertamanya dengan tidur terlalu cepat. Dia pun ingin bicara panjang lebar tanpa rasa canggung. Ternyata apa yang baru dialaminya, membawa perubahan besar terhadap perasaannya pad
Read more
Bab 16a
"Ayo kalau sudah siap semua, kita berangkat." Hasan memberi aba-aba. Beberapa mobil sudah parkir di jalan depan rumah. Ceritanya hari ini keluarga besar Ratih akan mengantar Ratih ke keluarga Rizal. Di rumah orang tua Rizal akan diselenggarakan tasyakuran. Meski ini pernikahan kedua, bagi Rizal, tetangga dan saudara harus tahu status barunya, dan siapa yang halal mendampinginya kini, termasuk, ibu sambung bagi putrinya. Ratih dah Rizal naik mobil yang dikemudikan Hasan. Bukan mobil seperti pengantin pada umumnya. Bahkan, dalam mobil nggak hanya mereka berdua, ada bapak dan ibunya juga. Ratih mengenakan kebaya yang dipadu dengan kain batik, namun yang simple model rok. Batik bawahan yang dikenakan Ratih senada dengan batik yang dikenakan Rizal. Karena acara hanya tasyakuran sederhana, Ratih tak perlu menyewa jasa make up. Dia hanya memulas bedak natural saja. Selain mobil yang membawa Ratih dan orang tuanya, ada rombongan saudaranya dan juga rombongan yang membawa oleh-oleh keluarg
Read more
Bab 16b
Perasaan Ratih tak karuan mendengar ucapan wanita itu. Jelas-jelas dia membandingkan dengan dirinya dan mantannya Rizal. Ratih pun tahu, kalau mamanya Sasti memang cantik. Jauh lebih cantik dari dirinya. “Prita! Stttt!” Budenya Rizal meletakkan telunjuk di depan bibir. Matanya tajam menatap wanita muda yang bernama Prita itu. Prita duduk di sofa berseberangan dengan Ratih. Matanya memindai Ratih dari atas ke bawah dan sebaliknya dengan tatapan remeh. Tatapan itu membuat Ratih menjadi tak enak hati. Beruntung, tak lama Rizal masuk. “Eh, Prita. Baru datang?” sapa Rizal. Terdengar nada akrab membuat Ratih penasaran. Apa hanya sekedar saudara, atau lebih dari itu. “Iya, Mas.” Prita membalas dengan manja. Ekor matanya melirik ke arah Ratih. “Prita ini temennya Desti, Dik.” Rizal menambahkan penjelasannya. Pantas saja dia menyebut nama Desti, gumam Ratih dalam hati. Dan tampak jelas Prita berpihak pada Desti. “Udah kenalan?” tanya Rizal. Pria itu menatap Ratih dan Prita bergantian.
Read more
Bab 17a
Sejak Prita pergi perasaan Ratih tidak karuan."Aku membutuhkan klarifikasi," gumam Ratih. Dia masih memikirkan ucapan Prita. Apa mungkin mengada-ada. Tapi faktanya memang keluarga Rizal tak banyak yang datang di acara saat di tempat Ratih. Setelah tetangga-tetangga dan kerabat pamit pulang, Ratih baru berani masuk ke kamar. "Mbak Ratih, aku nitip Sasti ya. Ini semua perlengkapan Sasti ada di dalam," ucap Siti sambil membawa tas milk Sasti ke kamar Rizal. "Oh, Iya, Mbak. Biar Sasti sama saya," sahut Ratih. Siti meletakkan tas berisi perlengkapan Sasti ke sudut kamar."Sebenarnya, sejak Rizal pisah sama mamanya Sasti, biasanya Sasti tidur sama saya, kalau mudik begini. Cuma, saya sudah lama nggak ngobrol sama ibu dan saudara-saudara. Mumpung pada ngumpul dan mumpung ada Mbak Ratih." Saudara Siti adalah saudara Rizal juga. Beberapa saudara mampir ke rumah orangtua Siti yang letaknya hanya berbatas pagar dengan rumah orang tua Rizal. "Sasti sudah makan kok, Mbak Ratih. Habis isya,
Read more
Bab 17b
Begitu Rizal keluar kamar, perasaan Ratih tak enak. Dia seolah de javu mengingatkan pada masa putih abu-abu. Bagaimana Rizal dahulu pernah marah padanya. "Papa marah ya, Bunda?" tanya Sasti. "Nggak. Papa nggak marah. Hanya ngasih tahu ke kita. Harus ijin dulu. Bunda yang salah. Bunda minta maaf ya." Ratih mengusap kepala Sasti. Penuh sesal menyelimuti dadanya. Hingga habis isya, Rizal tidak masuk kamar. Meski Ratih masih samar mendengar suara Rizal ngobrol di luar sana, tapi rasa bersalah berjejalan di dadanya. "Sasti bobok dulu, yuk. Sudah malam," ajak Ratih. "Baca buku ya, Bunda. Tapi, Bunda bacanya yang bagus ya...." Ratih tersenyum dengan permintaan putri sambungnya. "Iya. Tapi, Bunda masih belajar. Janji, besok-besok lebih bagus lagi." Ratih berusaha mengalihkan pikirannya dari kemarahan Rizal. Namun, hingga Sasti terlelap, pikirannya kembali pada Rizal lagi. Demi mengusir pikiran yang tak karuan, Ratih keluar kamar. Berharap dia menemukan Rizal di ruang tengah. Namun, te
Read more
Bab 17c
"Tadi Mbak Siti nitip, karena mau ngobrol sama saudara-saudara dulu di rumah," jelas Ratih, dengan intonasi setengah berbisik. Dia khawatir Sasti terjaga karena suara mereka. Rizal mendesah, lalu keluar kamar. "Kamu mau kemana?" Ratih buru-buru menarik tangan Rizal untuk mencegahnya. Dia belum mengajak bicara, apalagi minta maaf. Jangan sampai Rizal urung tidur di kamar dengan membawa amarah, gumam Ratih. Tapi, Rizal malah mengibaskan tangan Ratih. Pria itu tetap keluar kamar. Ingin rasanya Ratih mengejar, namun, dia tak mau bertindak bodoh. Itu bukan rumahnya. Jangan sampai membuat gaduh. Apalagi mereka masih pengantin baru. Jangan sampai ada yang mengira mereka sedang berantem. Ratih berusaha menahan diri. Dia ingat, ada yang akan senang, jika hubungannya dengan Rizal retak. Itu tak boleh terjadi, bisiknya. Namun, tak lama Ratih bisa menarik nafas lega. Rizal kembali ke kamar dengan membawa gulungan kasur. Rupanya dia keluar karena ingin mengambil kasur cadangan. Karena, tempa
Read more
Bab 17d
Lancang? Ratih benar-benar tak menyangka. Dua kali dia sudah berbuat salah, pada selang yang tak terlalu lama. Dan dua-duanya adalah karena kelancangannya. Secepat itukan Rizal menyimpulkan tentangnya? Atau memang Ratih yang salah, belum meminta ijin. Haruskan seorang suami istri, semua hal kecil harus minta izin, tanpa boleh berinisiatif? Ratih pernah mendengar, seorang laki-laki, kalau hasratnya tidak tersalurkan, maka kemarahannya menjadi tak terbendung. Itulah alasannya, seorang istri tidak boleh menolak, jika suaminya sedang menginginkan. Ratih mengerti, Rizal adalah seorang duda, yang mungkin sudah menahan diri selama dua tahun. Namun, tak bisakah dia menunda sejenak, toh esok hari mereka akan berbulan madu? Ratih menarik nafas. Satu yang ditakutkannya, malaikat tidak menaunginya sampai esok hari. Kalau dulu dia pernah mendapat marah dari Rizal, tapi pria itu bukan siapa-siapanya. Tentu berbeda dengan sekarang. Tak sampai sepuluh menit, Rizal sudah kembali. Pria itu sengaj
Read more
PREV
123456
...
20
DMCA.com Protection Status