All Chapters of Aku Istri Kekasih Sahabatku: Chapter 21 - Chapter 30
182 Chapters
Bab 21 Semua Itu Fitnah
Aku membalas tatapan Aksa. Aku tidak boleh terlihat lemah di hadapan lelaki ini. Hampir satu menit, kami saling menatap dengan sorot mata yang tajam. Aku menunggu Aksa melanjutkan ucapannya. Apa lagi yang ingin dia katakan? Mungkin Aksa juga menungguku untuk merespon ucapannya. Tetapi, itu tidak akan terjadi. Aku ingin melihat dan mendengar, sejauh mana dia akan mengatakan kalimat mengancam. “Kenapa kamu hanya diam? Dasar perempuan bisu! Aku tahu, selama ini kamu selalu merayu Utami agar memutuskan hubungan denganku. Apa kamu ingin merebut aku darinya? … Jangan pernah berkhayal, Delisia. Itu tidak akan terjadi … Kamu memang perempuan murahan yang bersembunyi di balik hijab. Aku juga tahu, karena Utami tidak mengikuti yang kamu inginkan, maka dengan licik orangtuamu dan ayahku menjodohkan kita … Aku tahu semua kebusukanmu, Delisia! Jadi, berhenti berpura-pura menjadi perempuan baik-baik di hadapanku! Dan satu lagi, jangan pernah bermimpi untuk hidup bahagia denganku!” Setelah berkat
Read more
Bab 22 Menjadi Guru Les?
***Pak Firman sangat keterlaluan. Dia ternyata punya bakat untuk berbohong. Aku merasa terjebak dengan ucapannya. Kalau bukan karena takut mendapat nilai error di matakuliahnya, aku pasti akan pergi dari rumah Pak Firman saat ini juga. Siapa bilang aku akan menjadi guru les? Tidak! Aku bukan menjadi guru les. Pak Firman ternyata menjebakku untuk menjadi babysitter anaknya yang masih berusia tujuh tahun. Apa niat Pak Firman sebenarnya? Aku tidak pernah punya masalah dengannya. Aku juga selalu mendapat nilai tertinggi di matakuliahnya. Aku terus menggerutu dalam hati, meskipun bibir tetap tersenyum dengan tangan yang memegang boneka. Saat ini aku sedang duduk di karpet yang ada di kamar. Menemani Aura bermain. Pikiran kembali melayang pada kejadian dua jam lalu, saat aku masih berada di Kampus. Hanphone tiba-tiba bergetar. Pertanda ada sebuah pesan yang masuk. Tertera jelas di layar, jika ada pesan masuk dari Pak Firman. Dari mana dia mendapat nomor handpnoneku? Aku langsung membuka
Read more
Bab 23 Si Dosen Sombong
Aku kembali menelusuri. Kamar Aura dipenuhi boneka berwarna pink. Di atas kasur ada dua boneka yang berukuran lebih besar dari Aura. Terdapat pula rak buku yang berisikan buku anak-anak. Dinding kamar di hiasi gambar boneka doraemon. Lama melihat-lihat isi kamar, pintu kamar mandi pun terbuka. Aura keluar menggunakan handuk yang menutupi tubuh mungilnya. “Aura sudah selesai mandi, sayang?” tanyaku dengan lembut sambil tersenyum. Tidak ada jawaban dari Aura. Dia tetap berjalan menuju lemari pink yang ada di sisi kanan kamarnya, tanpa melihatku. Bibir hanya tersenyum menanggapinya. Sepertinya aku harus butuh kesabaran ekstra menghadapi anak ini. “Mau aku bantu?” tanyaku sambil mendekati Aura. Dia seperti kesusahan mengambil baju yang ada di dalam lemari. “Tidak usah! Aku bisa sendiri!” kata Aura sambil berusaha mengambil baju yang ingin dipakai. Aku tersenyum lembut dengan tangan yang mengusap kepala Aura. Aku tetap berdiri melihat Aura yang kesana kemari mengurus diri sendiri. Aku
Read more
Bab 24 Aku Bukan Perempuan Hina
Aku berjalan keluar dari gang menuju halte. Dengan hati yang was-was menunggu datangnya bus. Semoga masih ada. Jika tidak, aku akan pulang naik apa? Ini sudah malam. Alhamdulillah, sang pencipta mendengar doaku. Terlihat sebuah bus kota sedang melaju kearah halte. Tanganku memberi isyarat agar bus berhenti. Bus pun berhenti. Seorang pramugara bus membuka pintu. “Mau kemana?” tanya pramugara dengan wajah yang terlihat sudah lelah. “Aku mau ke kawasan Jati Raya. Masih bisa nggak kalau ke sana,” ujarku dengan lembut. “Maaf, kami tidak lewat di sana lagi. Bus ini akan berhenti di Halte Kartani.” “Ya Allah, gitu ya. Apa tidak bisa kalau antar aku ke sana dulu, Kak. Tolong lah! Aku tidak tahu mau pulang naik apa ke Rumah. Uangku hanya cukup untuk naik bus. Tolong lah aku, Kak.” Aku merengek, berharap lelaki di hadapanku ini mengabulkan keinginan. Pramugara diam sejenak. Sepertinya dia tidak tega mendengar rengekanku. Dia lalu mendekati supir. Tidak lama kemudian dia kembali. “Yuk naik
Read more
Bab 25 Rela Berbohong
*** Saat sedang sarapan di meja, aku melihat seorang asisten mendorong kursi roda Pak Candra. Aku langsung berdiri untuk menggantikan asisten itu. “Biar aku saja,” ujarku pada asisten sambil tersenyum. Pak Candra tersenyum padaku. Asisten menggeser satu kursi agar Pak Candra bisa duduk. Aku kembali ke kursi yang tadi. Ini pertama kali aku makan satu meja dengan Pak Candra. Merasa canggung karena belum terbiasa. Semoga saja Pak Candra memiliki karekter seperti ayah, mudah di ajak ngobrol apapun topiknya. "Bagaimana Aksa memperlakukanmu, Delisia?" tanya Pak Candra setelah menelan makan yang ada di mulut. Aku tersenyum, lalu berkata, "Aksa lelaki yang sangat baik. Orangnya asyik, aku mudah akrab dengannya. Dia juga memperlakukan aku dengan sangat lembut." Aku berkata sambil menatap Pak Candra. Itu etika yang diajarkan kedua orangtuaku. Ketika berbicara dengan orang yang dituakan, sebaiknya ditatap agar mereka tahu jika kita mendengarkan ceritanya. Namun, hal itu tidak boleh dilakuka
Read more
Bab 26 Permintaan Maaf Utami
Aku lalu meminta izin ke Pak Candra, ketika makanan dipiringku telah habis. Sekarang sudah pukul tujuh lewat. Jam delapan aku sudah harus tiba di kampus. Untung saja aku tiba di halte bersamaan dengan datangnya bus. Sehingga tidak perlu menunggu lama, aku sudah menuju kampus. Semoga saja jalanan tidak macet. Biasanya jam segini jalanan kota akan macet. Saat tiba di kampus, aku melihat jam di handpnohe. Tertera di layar, pukul delapan lewat dua menit. Masih ada waktu ke perpustakaan untuk mengembalikan buku. “Delisia, kamu mau ke mana?” Suara Utami mengehentikan langkahku. Aku menolehkan kepala. Terlihat Utami sedang menggandeng tangan Aksa. Dia tersenyum, membuatnya terlihat sangat manis. Aku sebagai perempuan saja sangat mengagumi kecantikan Utami, apalagi Aksa. Utami berjalan mendekatiku. Masih dengan menggandeng Aksa. Sedangkan lelaki itu, dia hanya melihatku tanpa tersenyum. Seolah aku adalah orang asing yang dia tidak kenal. “Mau ke mana?” Utami kembali bertanya saat sudah
Read more
Bab 27 Pak Firman Menfitnahku
“Maaf, Tam. Hanya saja aku tidak bisa janji. Soalnya, sekarang kan aku juga jadi guru les anak Pak Firman. Bagaimana nanti kalau bertepatan dengan jadwalku mengajar?" Hati penuh harap, semoga alasan itu bisa membatalkan keinginan Utami. Sungguh, aku tidak ingin berada di sana. Aksa akan semakin menuduhku melakukan sesuatu yang tidak pernah aku lakukan. “Bukanya jam mengajarmu sore? Kemarin kamu ke Rumah Pak Firman setelah pulang kuliah. Apa jadwalnya di ubah lagi?” ujar Utami sambil melihatku, wajahnya terpancar raut penasaran. Sepertinya dia sangat ingin aku segera menjawab. “Yang aku ajar ini anak kecil, Tam. Memang benar jadwal mengajarku itu sore. Tetapi, tidak semudah itu mengajar anak kecil. Aku harus melakukan segala cara untuk membujuknya belajar. Jadi tidak bisa pulang cepat. Semalam saja, aku pulangnya sudah larut.” “Jika itu yang menjadi kendala. Kamu tidak perlu khawatir, aku yang akan menemui Pak Firman untuk meminta izin,” ujar Utami dengan wajah ceria. Percakapan ka
Read more
Bab 28 Pelukan Sahabat
Pak Firman kembali mengulang kalimat, menyuruh untuk keluar. Mungkin karena melihatku yang belum melakukan pergerakan. Tidak ingin semakin dipojokan, aku pun manarik napas lalu membereskan buku yang ada di atas meja. Aku tidak mau membuat Pak Firman semakin marah. Aku langsung ke toilet, ingin mencucui muka. Langkah kaki berjalan tergesa-gesa keluar dari ruang kelas. Sepanjang jalan menuju toilet, aku terus menangis. Airmata ini tak tertahan, semuanya berlomba untuk jatuh dari kelopak. Setibanya di toilet, aku meluapkan semua rasa sakit. Kini wajah sudah tak terbentuk. Aku terlihat sangat kusut. Di bagian hijab sekitar wajah, sudah basah karena airmata. Aku berada di dalam toilet sudah hampir tiga puluh menit. Untung saja tidak ada yang masuk. Jika itu terjadi, aku pasti akan malu karena seseorang mendapatiku sedang menangis. Saat keluar dari toilet, aku melihat Utami sedang berdiri sambil menatapku. Aku langsung melangkah terburu untuk memeluknya. Airmata yang sudah terhapus kemba
Read more
Bab 29 Utami Marah Pada Aksa
Hampir satu jam aku dan Utami berada di taman. Aku pun mengajak Utami untuk kembali ke kelas. Kondisiku sudah semakin membaik. Jangan sampai kami telat masuk matakuliah berikutnya. Aku melangkah masuk seperti biasa. Seakan tidak terjadi apa-apa. Namun, aku merasa risih. Karena banyak mata yang menatap. Aku tidak tahu maksud tatapan mereka. Apa merasa iba atau benci? Utami menggenggam tanganku. “jangan hiraukan mereka. Ada aku, Del!” Aku tersenyum dan mengeratkan genggaman. Terimakasih, Ya Allah! Engkau memang maha baik. Di saat banyak orang yang tidak suka denganku, engkau mengirimkan satu sosok yang tetap setia berada di dekatku. Jarum jam yang terus berputar akhirnya menunjuk pukul tiga sore. Kini semua matakuliah telah usai. Sekarang waktunya untuk pulang. Aku memasukan buku yang ada di atas meja ke dalam tas. Utami menghampiriku, dia lalu berucap, “udah siap. Yuk kita jalan!” Aku mengerutkan kening. “Memangnya kita mau ke mana?” tanyaku dengan wajah nampak heran. “Seperti ya
Read more
Bab 30 Gara-gara aku
“Kok kamu jadi gini sih, sayang? Dulu kalau aku mau jalan dengan Delis, kamu selalu izinkan. Kok sekarang kayaknya kamu banyak berubah? … Kamu kan tahu, sebelum kita pacaran, aku dan Delis sudah bersahabat.” Aksa hanya diam. Ini sangat berbahaya. Lebih baik Aksa bicara dari pada diam begini. Kalau dia hanya diam, aku tidak bisa menebak isi pikiran Aksa. Aku takut dengan kejutan amarah yang akan dilampiaskan Aksa padaku. “Aku nggak suka kamu kayak gini, Aksa!” ujar Utami. Dia langsung berdiri lalu meninggalkan aku dan Aksa. Untung saja ruang kelas sudah sepi. Sekarang hanya ada aku, Utami dan Aksa. Jika tidak perdebatan antara Aksa dan Utami akan menjadi pandangan banyak mata. Mereka berdua adalah bintang di kampus ini. Orang-orang selalu penasaran dengan berita tentang hubungan mereka. Kalau sudah begini, pastinya Utami tidak akan mengantarku, karena dia akan menyelesaikan masalahnya dengan Aksa terlebih dahulu. Aksa masih berdiri di hadapanku. Dia menatap tajam. Aku memberanikan d
Read more
PREV
123456
...
19
DMCA.com Protection Status