All Chapters of Aku Istri Kekasih Sahabatku: Chapter 11 - Chapter 20
182 Chapters
Bab 11 Aku Kira Sudah Berbeda
“Ayah senang kamu bisa meniru sifat ayah ke ibumu. Jadi suami itu harus baik pada istri. Karena, jika perasaan istri terluka sedikit saja, hidupmu tidak akan tenang. Rezeki itu tergantung ridho istrimu. Kalau istrimu selalu bahagia dan merasa senang, maka kamu akan mudah menjalani hidup. Kamu harus dengar baik-baik semua nasehat ayah. Tapi, jangan hanya di dengar, kamu juga harus lakukan,” ucap Pak Candra dengan senyum diwajahnya. Aku melihat wajah Aksa. Dia nampak biasa saja. Aku sangat merasa canggung berada di antara mereka. Aksa yang aku kenal, namun seperti orang asing saat ini. Sedangkan Pak Candra, aku belum terlalu mengenalnya. Aku tidak bisa menjadi perempuan yang sok akrab. Sangat sulit buatku bisa dekat dengan orang yang baru. Apalagi harus berbicara basa-basi. Dalam pikiran, aku membayangkan jika lawan bicaraku tidak suka dengan topik pembahasan yang sedang aku ucapkan. Rasanya itu sunggu memalukan dan tidak enak di hati. Ya, aku adalah tipe perempuan yang tidak enakan.
Read more
Bab 12. Ternyata Aku Salah
Kakiku masih terus melangkah. Pikiran menyuruh untuk pulang sendiri. Tetapi, hati ingin sekali berbicara berdua dengan Aksa. Saat tiba di lobby rumah sakit, aku kaget karena melihat Aksa yang sedang berdiri. Dia seperti sedang menunggu seseorang. Apakah Aksa menungguku? Oh itu tidak mungkin. Tetapi, siapa yang dia tunggu? Aku melangkah dengan pelan. Kini jarak antara aku dan Aksa sudah tidak terlalu jauh. Tidak lama kemudian mataku terbelalak dan langkahku terhenti melihat perempuan yang menghampiri Aksa. Siapa lagi kalau bukan Utami. Sahabatku itu sekarang sedang bergelayut manja di lengan Aksa. Aku ternyata salah. Alasan Aksa ingin cepat pergi dari ruang inap tadi, bukan karena tidak ingin terlalu lama dekat denganku. Ada alasan yang lebih penting baginya. Harusnya aku tahu dan bisa menebak, jika Aksa ingin bertemu Utami. “Delisia, kok kamu ada di sini?” ujar Utami saat berbalik dan mendapati aku ada dibelakang dia dan Aksa. Aku melirik Aksa. Lelaki itu membuang muka. Dia sepert
Read more
Bab 13 Status Di Atas Kertas
Bus terus melaju. Aku memandang keluar jendela. Ingatan tidak bisa secepat itu lupa dengan pesan yang dikirimkan Aksa. Kenapa lelaki itu harus marah. Padahal kan Utami tidak sadar dengan lirikanku. Bisa saja Utami berpikir kalau aku sengaja melihat Aksa karena memang ada Aksa di sampingnya. Bukan lirikan yang aneh-aneh. Ada getaran dalam tas kecil yang aku bawa. Tanganku langsung mengambil. Di layar tertulis nama ibu. Tanpa menunggu lama, aku pun mengangkat “Assalamualaikum, Bu,” ujarku sambil menatap keluar jendela. “Waalaikumsalam, sayang. Kamu sudah makan?” “Belum, Bu. Ini aku lagi di bus. Baru saja pulang dari rumah sakit.” “Kalau begitu nanti jika kamu sudah tiba di rumah baru ibu telepon lagi. Ada yang ingin ibu bicarakan dengan kamu.” “Iya, Bu. Kalau sudah tiba, aku akan menghubungi ibu.” "Assalamualaikum." ucap ibu untuk mengakhiri panggilan. Setelah aku menjawab salam, ibu langsung mematikan panggilan. Kalau begini ceritanya, aku harus segera pulang. Aku tidak ingin,
Read more
Bab 14 Suamiku Bukan Jodohku
Aksa tidak menjawab pertanyaanku. Entahlah, mungkin dia sedang mengingat-ngingat seperti apa kalimat yang diucapkan Utami saat bersamanya tadi. “Utami ngomong apa tadi ke kamu? Letak salahnya aku di mana?” Aku kembali bertanya, setelah beberapa detik Aksa belum juga menjawab pertanyaanku. Tanpa berkata apapun, Aksa langsung keluar dari kamarku. Mataku terus menatapnya saat melangkah. Hingga saat pintu kamar di tutup dari luar, aku langsung menutup mata. Menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan. Aku ulangi aktivitas itu tiga kali. “Ya Allah, kenapa aku yang harus disalahkan? Benarkan aku yang salah?” lirihku, sambil membiarkan butir air bening jatuh dari kelopak mata. "Kenapa Aksa tidak menyalahkan Utami karena mempertanyakan hal-hal konyol? Paling nggak, Aksa bilang ke Utami kalau tidak ada yang salah dengan lirikanku." lama merenung, benda pipih yang ada di atas kasur menyadarkan aku. Tanpa melihat, aku sudah tahu siapa yang menelepon. Aku langsung mengangkat, tidak ingin ibu
Read more
Bab 15 Menjalin Hubungan Serius
*** Aku sedang melangkah menuju ruang kelas. Seperti biasa, banyak mata yang menatap dari ujung kaki hingga kepala. Aku tahu, banyaknya orang menatap seperti ini bukan karena cantik. Tetapi, mungkin karena baju yang aku gunakan. perempuan kategori tercantik di jurusan adalah Utami. Teman-teman kelasku sering mengatakan jika cara aku berpakaian seperti ibu-ibu. Karena aku menggunakan pakaian longgar yang tidak membentuk lekuk badan. Aku tidak menyalahkan mereka yang berkata seperti itu. Karena setiap orang memiliki selera penampilan yang berbeda. “Delisia!” Teriakan seseorang dari belakang, membuat aku berbalik. Aku mengenal suaranya. Ya dia adalah Utami. Perempuan yang berstatus sebagai kekasih suamiku. Aduh, kenapa pikiranku begini. Kok aku jadi sinis dengan Utami. Yuk bisa yuk, Utami adalah sahabatmu, Delisia. Hilangkan perasaan-perasaan aneh itu. Aku berusaha menghilangkan pikiran buruk yang mengganggu. Bibirku tersenyum dan tangan terurai untuk menyambut Utami. Dia perempuan
Read more
Bab 16 Sahabat Terbaik
“Menurut kamu gimana, Del?” tanya Utami. Dia menatap meminta jawaban. Aku tidak boleh menampakan kebimbangan yang terasa dalam benak. Jika ada sedikit keanehan dalam diriku, Utami mungkin akan bisa menebak. Selama ini aku yang menyuruhnya untuk tidak berpacaran. Jadi, aku harus menampakan wajah bahagia. “Kamu lebih tahu apa yang terbaik untuk kamu. Dari pada pacaran tidak jelas. Memang lebih baik berpikir untuk menuju hubungan yang lebih serius,” ujarku sambil tersenyum tulus pada Utami. “Kalau begitu, sebentar malam aku akan menghubungi mama dan papa soal ini. Aku belum beritahu ke mereka karena ingin meminta pendapatmu dulu ... Kalau nanti Aksa datang ke rumahku untuk berbicara dengan kedua orangtuaku, kamu datang yaa! Aku ingin di hari spesial itu kamu ada di dekatku.” Utami terlihat serius dalam berkata. “Sepertinya tidak sopan deh, kalau aku datang saat kalian sedang membahas sesuatu yang penting. Nanti aku ngapain di Rumah kamu? Bagaimana kalau aku datangnya nanti saja? Saat
Read more
Bab 17 Perintah Dosen Galak
“Apasih, Tam. Lepasss!” Aku berteriak karena kini pelukan Utami semakin kencang. Mungkin dia sengaja agar aku merasa kesakitan. Sengaja ingin membuat aku kesal. “Hahaha.” Aku senang melihat Utami yang tertawa puas seperti ini. Dia langsung menarik tanganku untuk berdiri. Kami pun keluar dari ruang kelas. Hari ini hanya ada satu matakuliah. Jadi kami sudah bisa pulang. Dari pada pulang ke rumah dan aku tidak ngapa-ngapain, mendingan aku antar Utami memilih-milih baju, kan? Membantu teman adalah sebagian dari ibadah. Aku dan Utami berjalan menuju parkiran. Sepanjang jalan Utami bercerita dengan wajah ceria. Seakan tidak memiliki satu pun beban dalam hidup. Mungkin karena kehidupan Utami sudah sempurna. Ya, aku belum menemukan kekurangan dalam hidup Utami. Dia kaya, apapun yang diminta, pasti kedua orangtuanya akan kasih. Dia cantik dan memiliki fisik yang nyaris sempurna. Banyak lelaki yang ingin mendapatkannya. Utami berhenti melangkah. Aku pun ikut berhenti. “Del, bukannya tadi Pak
Read more
Bab 18 Tawa Aksa dan Utami
Kenapa Pak Firman harus memaksaku seperti ini? Dia kan bisa mencari guru les lain. Lagi pula aku juga bukan orang yang sangat pintar di bidang matematika. “Cepat jawab aku, Delisia!” Pak Firman menatapku geram. Mungkin dia sudah jengkel karena lama menunggu, tetapi aku masih diam saja. "Baik, Pak! Aku akan menjadi guru les anak bapak!" ucapku dengan terpaksa dan pasrah. Tidak ada pilihan lain. Kalimat itu memang harus keluar dari bibirku. Tidak mungkin membiarkan kuliahku bermasalah hanya karena berurusan dengan dosen aneh ini. "Okey, dimulai besok sore! Silahkan Keluar!" ujar Pak Firman. Dia lalu kembali menatap laptop dan tidak mempedulikan aku yang masih berdiri di hadapannya. Seriuskah ini? Aku langsung disuruh keluar tanpa berkata terimakasih atau apa gitu. Dosen ini sudah benar-benar kelewatan. Hatinya terbuat dari apa sih? Aku menarik napas dalam dalam lalu menghembuskan. Bibirku bergerak untuk berucap, “kalau begitu aku pamit keluar, Pak.” Lima detik berlalu, Pak Firma
Read more
Bab 19 Tak Dianggap
Aku hanya diam dan menatap keluar jendela. Hati merasa seperti ada yang aneh jika terus melihat kemesraan Utami dan Aksa. Meskipun tidak bisa dipungkiri, jika perasaan itu tidak bisa hilang hanya dengan melihat keluar jendela mobil. Karena suara mereka yang tetap terdengar di telingaku. “Del, kok kamu dari tadi diam saja?” tanya Utami setelah beberapa detik aku tak mendengar candaannya. “Nggak kok … umm … Gimana, ini kita mau ke butik mana?” tanyaku sambil berusaha menghilangkan kegugupan. Entahlah, aku merasa seperti orang yang ketangkap basah karena kurang nyaman berada di antara Utami dan Aksa. “Sepertinya kita ke Mall saja. Di sana lebih banyak pilihan,” tutur Utami sambil menoleh padaku. “Boleh juga. Aku ngikut aja, terserah mau ke mana,” ujarku sambil tersenyum. Meskipun aku tahu jika Utami tidak melihat. Setelah percakapan itu, aku kembali terdiam. Utami mengajak Aksa cerita dan aku hanya menjadi obat nyamuk diantara mereka. Dari pada melihat kemesraan mereka, aku memilih u
Read more
Bab 20 Dia Mengancamku
Aku terus berjalan. Sesekali melihat ke seberang jalan, mencari tempat akan berhenti. Sepertinya belum ada tanda-tanda langkah kaki akan istrahat. Tenaga sudah mulai berkurang. Teriknya matahari menjadi saksi lelahnya aku melangkah. Aku sudah berjalan lebih dari tiga ratus meter. Siapa yang akan aku hubungi sekarang? Aku tidak punya teman dekat selain Utami. Saat ini sangat butuh bantuan. Aku tidak tahu keberadaan halte bus di sekitar sini. Tidak mungkin berjalan hingga sampai rumah. Ya Allah, bisakah engkau kirimkan seseorang untuk membantuku. Saat ini aku sangat butuh pertolongan. Aku sudah haus. Keringat membasahi tubuh. Terik terasa langsung menembus badan, karena tidak ada penghalang diantara aku dan matahari. Suara klakson tiba-tiba menghentikan langkah. Aku mengangkat wajah setelah lama berjalan menunduk. Mobil avanza hitam berhenti di sisi jalan. Aku tidak tahu siapa pemiliknya, sebab kaca mobil yang berwarna hitam menyembunyikan sosok di dalamnya. Tidak ingin terlalu lama
Read more
PREV
123456
...
19
DMCA.com Protection Status