All Chapters of Mbak Arsitek Perancang Cinta: Chapter 21 - Chapter 30
101 Chapters
Bab 21. Kamu Ingin Perusahaan Saya Rugi?
Pak Mahendra, seperti biasa berpenampilan begitu sempurna. Dia berdiri menatap ke arahku. Aku langsung melepas head seat dan meletakkan pencil kemudian berdiri siap. "Maaf, Pak. Saya tidak melihat kedatangan Bapak," ucapku menatapnya sekilas dan tertunduk lagi. Mengalihkan pandangan dari wajahnya, langkah aman untuk mengurangi rasa tak karuan ini. Siapa, sih yang bisa tenang didatangi bos besar seperti dia? Apalagi mengingat kejadian akhir-akhir ini dan gosip yang mulai merebak. Dia melangkah menghampiri meja kerja dan mengamati apa yang sedang aku kerjakan. "Saya sudah mulai membuat rancangan kota baru," jelasku dengan merapikan alat tulis yang berserakan di atas gambar. Menunjukkan hasil kerjaku kepadanya. Lebih baik aku berusaha bersikap profesional dan tidak berpengaruh dengan rasa yang tidak perlu ini. "Ini semua kamu yang membuat, kan?!" Dia memicingkan mata tanpa mengalihkan pandangan pada kertas yang terpampang di meja kerja. Pertanyaan pertama, membuat telinga ini mulai
Read more
Bab 22. Tentangmu, Aku Tahu Semuanya
Dari awal masuk, aku langsung di sambut Mbak Endah supervisor cafetaria. Dengan senyum manis dan tatapan anehnya seakan dia meledekku. "Mbak Lituhayu sudah ditunggu Bos!" ucapnya dengan menggandeng tanganku. "Hati-hati, awas digigit.” "Apaan sih, Mbak Endah ini!" teriakku sambil mencubit pipinya yang gembul. Dia langsung teriak sambil tangannya menangkup tanda minta ampun. "Mbak Litu, jangan gitu ah. Cantiknya ilang lo," ledeknya lagi. Aku tersenyum saja menanggapinya. "Mbak Endah, Mas Sakti kalau sudah sampe, suruh buruan masuk, ya!" "Lo, ya tidak bisa to, Mbak. Aku set-up kursinya cuma untuk dua orang, kok. Nanti aku digantung Pak Bos." "Mbak Endah .... Bantuin kagak?" ucapku dengan kedua tanganku bersiap mencubit pipinya. "Iya, ya. Siap!" akhirnya dia menyetujuinya. "Mbak Litu ini, sebenarnya pilih Pak Bos atau Mas Sakti, sih?" bisiknya dan kembali terdiam setelah aku melotot ke arahnya. Tadi sebelum berangkat aku sudah menghubungi Mas Sakti, kalau aku suruh menemani Pak M
Read more
Bab 23. Hanya Segitu Nyalinya
Rasa kaget ini belum reda, dia sudah mengejutkanku dengan yang lain."Ini!" ucapnya lagi dengan menyodorkan piring kosongnya kepadaku. Aku menatapnya tidak mengerti apa maksudnya si Vampir ini."Ambilkan saya!" perintahnya.Aku ingat kalau Bapak lagi kambuh manjanya, dia meminta Ibu untuk mengambilkan makanan. Seringkali aku meledek mereka yang sok-sokan romantis. “Jadi wanita memang seperti ini. Harus bisa meladeni suami supaya cintanya awet,” ucap Ibu disetujui Bapak yang hanya senyum-senyum manja.Itu kan untuk pasangan. Namun, untuk kali ini kan…."Nasinya dikit, rendang satu potong, sambal goreng dan sayur nangka. Kasih sambal hijaunya dikit!" perintahnya lagi dan seperti orang terkena hipnotis aku menuruti apa maunya. Ini kali pertama aku disuruh mengambilkan makanan oleh laki-laki. Terasa aneh saja, apalagi dia seorang bos yang menurutku mulai bertingkah aneh."Terima kasih!" ucap dengan senyum lebarnya yang memusnahkan predikat vampir seketika.Aku bengong melihat keajaiban
Read more
Bab 24. Perlu Udara Segar
"Hai! Kalian sudah selesai makan. Tidak tunggu aku yang kelaparan di jalan, ya!" Suara keras setelah pintu terbuka menyadarkan aku dari khayalan yang sempat terbersit. 'Duh! Menahan emosi membuat halusinasiku menjadi liar'Syukurlah, Mas Sakti datang.Pak Mahendra menoleh ke arah pintu, keningnya berkerut dan senyum menyeringai. Sumpah, dia mirip sekali dengan vampir yang di film yang biasanya aku tonton."Ngapain kamu ke sini? Ganggu saja!" tanyanya dengan pandangan dingin."Cari anak buahku, lah," jawab Mas Sakti kemudian melihat ke arahku. "Lain kali, kalau mengajak Litu harus minta ijin saya dulu. Apalagi di jam kerja," ucap Mas Sakti lagi. Aku heran, yang jadi bos sebenarnya siapa, sih. Dari awal, sikap Mas Sakti kelihatan biasa dengan Pak Mahendra, malah cenderung santai. Sering kali membantah kalau Pak Mahendra tidak sependapat dengannya. Seperti saat menerima aku di perusahaan ini. Sebenarnya dia itu siapanya Pak Mahendra? Seperti bukan karyawan pada umumnya."Sakti! Ing
Read more
Bab 25. Sentuhannya
Otak ini seperti tersumbat dan tidak bekerja seperti biasanya. Apa yang aku tuangkan belum ada yang membuat hati ini terpuaskan."Kalau kamu belum sreg, sisihkan saja. Buat lagi saja yang baru!" ucapnya dan kembali dia fokus dengan pekerjaannya. Mas Sakti memegang rancangan lobby dan beberapa bangunan fasilitas umum.Proyek ini bertahap. Pertama, kami akan membangun rancangan yang dibuat Mas Sakti itu. Selama proyek berlangsung, cluster yang aku kerjakan ini mulai dijual. Karena itulah, aku harus menyelesaikan sesuai jadwal dengan rancangan yang bisa menggebrak pasar. Keberhasilan proyek ini diawali dengan, berapa persen cluster yang bisa dijual, sebagai parameter respon costumer. Aku harus membuat rancangan yang tidak biasa tetapi masih bisa diterima pasar. Harapan besarnya, costumer memiliki cluster ini berdasar dengan rasa bangga, bukan sekedar berdasarkan harga."Mulai hari ini kita lembur. Kita bisa menggunakan ruang istirahat kalau sudah lelah!" ucap Mas Sakti."Siap, Mas!" t
Read more
Bab 26. Terkena Mantra
Seperti terkena mantra, aku terdiam untuk beberapa saat. Wajahku menghangat menahan rasa yang begitu asing. Jemariku menyentuh bibir ini yang sudah terjamah. Pengalaman pertamaku dekat dengan laki-laki, dan ini terlalu jauh menurutku.Masih terasa lekat bagaimana kami saling memagut dan melupakan jati diri ini. Melepaskan siapa dia dan kedudukanku apa? Kami seperti laki-laki dan wanita yang sama-sama menautkan rasa yang tertahan dan terlepas mencari kepuasan.Ini bukan Litu yang biasanya. Selama ini, tidak pernah aku berkeinginan untuk bersentuhan terlalu jauh dengan laki-laki. Bahkan, membayangkannya pun merasa menjijikkan. Namun, bersamanya kenapa aku dengan mudahnya bisa larut dan justru menyambutnya tanpa tahu malu? Apa ini yang namanya keracunan mantra cinta? Kondisi yang menumpulkan logika dan rasa malu.Tunggu!Baru saja, dia menyatakan kalau aku wanitanya? Maksudnya, aku sekarang mempunyai seorang laki-laki yang bisa aku rindukan di dunia nyata? Bukan sekedar bayangan seperti
Read more
Bab 27. Aku Tidak Terlalu Tua Untukmu, kan?
Spontan aku melempar ponselku, untung masih di kasur. Kantukku langsung hilang. Ingatanku berputar kembali pada kejadian tadi. Seketika aroma tubuhnya pun menyelusup kembali di penciumanku. Dengus napas yang menerpa wajah ini pun kembali terasa. Seakan sosoknya hadir kembali membersamaiku. Pipiku mulai memanas dengan sendirinya, rasa malu melingkupi hatiku. Kenapa aku bisa bertingkah menjijikkan seperti tadi? Aku seperti perempuan yang gampang larut dengan sentuhan laki-laki, bahkan membalas ciumannya dengan rakus. Hiiii .... Sejujurnya, aku belum siap bicara ataupun bertemu dengannya. Rasa malu ini masih begitu pekat. Kalau bisa, aku akan menggali tananh sedalam mungkin dan tidak akan menampakkan diri sebelum bisa menghapus kejadian yang tidak terduga itu. Namun, bagaimana mungkin? Aku langsung duduk dan mengambil ponselku kembali. Otakku tidak bisa mengontrol hatiku lagi. Begitu juga tangan ini, membuka ponsel atas perintah hati yang mengambil alih kuasa otak sehat ini. [Kenap
Read more
Bab 28. Payah ini!
"Kamu kenapa bengong? Ada yang dipikirkan?" tanya Alysia mengagetkanku. Roti tawar yang aku oles selai coklat sampai terjatuh."Ti-tidak. Cuma agak ngantuk dan pegal karena lembur kemarin," ucapku. Dia menatapku sambil tersenyum penuh arti, seakan mengulitiku dan tahu apa yang aku sembunyikan.Tadi malam setelah menutup ponsel, alih-alih bisa tidur, memejamkan mata saja sulit. Setiap mata terpejam, pandanganku penuh dengan wajahnya. Seperti film yang diputar berulang, kejadian itu menjadi racun di otakku, bahkan sentuhannya terasa masih begitu lekat. Sekarang, menyisakan aku menguap tanpa henti."Kita berangkat sekarang, kamu bisa melanjutkan tidurmu di mobil," ajak Alysia. Dia menarik tanganku untuk segera mengikutinya.***"Jangan berhenti di lobby! Antar aku di parkiran saja!" pintaku. Aku melihat mobil warna hitam baru memasuki halaman gedung, aku tahu siapa yang di dalamnya. Siapa lagi kalau bukan si Vampir yang berubah menjadi pangeran.Walaupun dia yang menghantui di setiap hel
Read more
Bab 29. Pangeran Dalam Anganku
“Sakti! Sepertinya kita di black list dari hunian yang dirancang Litu!" celetuknya membuatku menautkan kedua alis."Kalau lajang seperti kami ini bagaimana? Kita akan berbagi kebahagiaan dengan siapa? Iya kan?" tambahnya sambil menepuk pundak Mas Sakti dengan tertawa.Aku melihat mereka yang tertawa dengan heran. Ini aku sudah serius menjelaskan, seperti presentasi saat sidang. Detak jantungku saja masih belum mereda. Eh, malah berakhir dengan tawa mereka. Ini maksudnya apa?"Kita ke ruanganku!" ajaknya ke Mas Sakti di sela tawanya.Mas Sakti mengikuti Pak Mahendra ke luar ruangan. Sebelumnya dia menoleh ke arahku tersenyum lebar dan menunjukkan jempolnya.Artinya?! Disetujui? Rancanganku disetujui untuk proyek ini?Senyum legaku langsung tercipta dengan sempurna.***Kopi mengepul di mejaku. Mas Sakti begitu perhatian kepada anak buahnya, sampai aku dipesankan kopi. Bahkan ada sekaleng coklat cookies. Tahu sekali dia kalau aku suka sekali dengan coklat.Dengan semangat, aku berkutat
Read more
Bab 30. Laki-Laki Sexy
Langkah panjangnya segera menjawab rasa penasaranku. Sosok lelaki yang menjulang tinggi, dengan rambut terkucir rapi tersenyum lebar menghampiri Mas Sakti."Halo, Bro! Lama kita tidak berjumpa! Kamu semakin keren saja!" teriak Mas Sakti menyambutnya.Aku bengong melihat laki-laki yang disebut teman oleh Mas Sakti. Sosok itu seperti yang aku impikan dari dulu. Tinggi menjulang dengan tampilan santai, wajah cool dan rambut panjang lurus rapi. Kalau dia teman Mas Saktu, berarti dia anak arsi juga. Anak arsitek yang setipe denganku.Uuufff, cocok dan semakin sempurna. Duh, Mas Sakti.Kenapa terlambat membawaku ke sini?!"Litu! Sini!" teriak Mas Sakti membuatku berkedip dari pandanganku ke arahnya. Aku segera menuruni tangga mendekati mereka. Dia tersenyum ke arahku. Senyuman pada bibir tipisnya membuat matanya tertarik nyaris hilang. Kontras dengan kulitnya yang tidak terang. Tangannya diulurkan kepadaku.Duh! Tolong!"Kenalkan, dia Lituhayu arsitek juga. Litu, dia Prasetyo!" teriaknya.
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status