Semua Bab DILEMA DUA HATI : Bab 51 - Bab 60
195 Bab
51. Empat Mata
“Orang baik ternyata, ya, ya, ya, orang baik, orang baik. Baru tahu aku,” ucap Gu seolah-olah mencemooh Ali. Lelaki bermata keabuan itu hanya diam saja, ia tahu apa yang dimaksud Gu, menyinggung dirinya yang dulu. “Iya, daripada kau bersama orang lain, lebih baik dengan anak angkat kami saja, bukan?” Alana ikut menimpali. “Ayah dan Ibu yakin Ali ini orang baik? Apa pernah tahu tentang masa lalunya?” sindir Gu lagi, Ali hanya menarik napas panjang saja. Ia yakin perempuan itu tak akan puas menyinggungnya terus.“Masa lalu biarlah berlalu. Sama seperti kau dulu yang pernah menikah dengan lelaki kafirun, tapi Firdaus menerimamu, bukan?” ucap Dokter Yusuf, menegaskan bahwa tak ada manusia di dunia ini yang tak pernah berbuat kesalahan. ‘Aku tak pernah menikah dengan siapa pun sebelum bersama suamiku. Jadi aku tak pernah berbuat kesalahan,’ gumam Gu dalam hati dengan penuh kepercayaan diri sambil menatap tajam Ali, lelaki itu hanya menunduk saja. “Gu, jangan menatap Ali seperti itu. Ka
Baca selengkapnya
52. Tertangkap
Gu tak puas dengan jawaban Ali. Harus lelaki itu yang menolaknya agar ia tak bingung menjawab pertanyaan kedua mertuanya tiga hari mendatang. Wanita itu terus memperhatikan Ali yang bolak-balik mengambil piring kotor termasuk yang ada di depannya. “Apa kau bersikap semanis ini di depan orang?” sindir Gu tak selesai-selesai dari tadi. “Seperti yang kau lihat sekarang, dan yang tak kau lihat juga banyak,” jawab Ali sebisanya, ia tak mau menjelaskan siapa dirinya. “Cih. Sok imut kau ini!” Gu meniup cadar di wajahya hingga terbang sedikit. Ali tak menghiraukan ibu Maira lagi, ia kemudian terus saja mencuci tumpukan piring kotor ditambah peralatan bekas memasak yang dari tadi belum sempat disentuh. Wanita bermata biru itu tak berniat membantu sedikit pun. Justru ia berdiri dengan membawa sebilah pisah buah. Selagi tidak ada orang yang melihat dirinya, Gu bisa saja menyakiti Ali dengan mudah. Ia lupa kalau dulunya Ali seorang tentara yang mahir, bahkan sampai sekarang pun masih. Nekat i
Baca selengkapnya
53. Sulit Untuk Dimengerti
Ali bangun, ia melihat istrinya tidur dengan mengenakan baju lengkap sampai ke cadar sekalian. Lelaki itu mengembuskan napas panjang. Tentu ia paham kalau Gu masih takut dengannya. Maka ia harus bersabar sampai rasa takut itu berubah menjadi kepercayaan lalu tak menutup kemungkinan kalau Gu jatuh cinta dengannnya. Dan apakah ia sendiri mencintai Gu? Ali sendiri tak tahu apa jawabannya. Ia hanya menjalani apa yang sudah ada di depan mata. Perkataan Gu yang tak ingin seranjang dengannya jelas dibuktikan tadi malam. Sabar, tak ada pilihan lain agar rumah tangga yang belum berusia 24 jam itu tak lekas atau bahkan jangan berakhir sampai waktunya nanti. Ali kemudian menyelimuti Gu dengan selimut miliknya. Ia pun mandi dan bergegas ke masjid, Shubuh sebentar lagi masuk. Sampai di sana ia kabarkan pada teman-temannya bahwa ia telah menikah. Sontak ucapan alhamdulillah pun dilontarkan berkali-kali, karena lelaki itu terlampau lama menduda di tengah temannya yang bahkan sudah banyak punya istr
Baca selengkapnya
54. Satu Rumah
Berdua orang itu menunggu di depan sebuah ruangan kantor catatan sipil. Ada banyak pasangan yang duduk romantis sambil memegang tangan pasangannya, bahkan ada pula yang bersandar di bahu sang suami, sedikit menunjukkan kemesraan di depan umum. Terlihat dari wajah lelakinya kalau mereka masih sangat muda. Berbeda dengan Gu dan Ali yang sudah sangat matang dalam menikah. Bahkan orang berdua itu duduk biasa-biasa saja seperti orang tak saling mengenal. Ali membaca laporan yang dikirim ke ponselnya. Sedangkan Gu bermain game menghilangkan bosan, lama sekali mereka dipanggil untuk memproses catatan pernikahan. “Mati kau, mati kau, matilah kau sana! Menghalangi jalanku saja.” Gu menekan-nekan ponselnya, ia menyingkirkan musuh di depan mata dalam mengambil medali. Tentu sambil menyindir Ali. Lelaki itu dengar tapi tak ambil pusing. “Menyusahkan hidupku saja!” Kalah, dan akhirya Gu menggerutu. Ia ulang lagi game itu dari level awal. Tak henti-henti bibirnya menyindir Ali dari tadi, sebab ha
Baca selengkapnya
Hadiah Dari Teman
Bagian 55 Hadiah Dari Teman Ali sudah biasa bangun lebih dahulu daripada yang lain meskipun sudah berada di rumah milik Gu. Ia lekas ke dapur, meski ragu-ragu karena belum mendapat izin dari Gu. Namun, perutnya sudah lapar. Tadi malam karena terlalu lelah mereka semua langsung terlelap di kamar masing-masing. Ali memilih tidur di bawah dan membiarkan Maira di kasur tempatnya biasa tertidur. “Oh, banyak sekali kentang di rumah ini,” ujar lelaki itu, ketika membuka tempat penyimpanan makanan. Baru ia ingat Maira sangat suka sekali dengan makanan itu, persis seperti dirinya dan lelaki tersebut semakin menaruh kecurigaan tentang darah yang mengalir di tubuh Maira. Nanti, akan ia temukan waktu yang tepat untuk mencari tahu. “Permisi, ya, aku masak duluan. Kita semua pasti sudah lapar.” Lelaki itu memotong-motong kentang ada yang tipis ada yang tebal. Ada yang digoreng kering begitu saja dan ditabur bumbu, ada yang disiram dengan mayonaise dan saus lainnya. Aroma yang menguar sampai me
Baca selengkapnya
Dari Hari ke Hati
Bagian 56 Dari Hati ke Hati. Dua orang itu tidur dengan berselimut tebal, menghalau dingin yang merambat pada tubuh mereka masing-masing. Tidak ada yang berani keluar kamar, sampai waktu terlewati menjadi tengah malam. Gu melihat ponselnya, pesan yang tadi sore ia kirim baru saja centang biru. Ada pula balasan, bahwa Maira menginap bersama kakek dan neneknya. Satu rumah bicara menggunakan ponsel, luar biasa ajaibnya. “Ah, mending berdua saja dengan Maira kalau begini,” gerutu Gu. Tak jelas apa maunya, didekati takut tak didekati bertanya-tanya penasaran. Tak bisa tidur wanita itu, cuaca dingin menjelang musim salju membuat perutnya mudah lapar. Ia pun mengenda-endap pergi ke dapur. Takut sekali tertangkap basah oleh suaminya sendiri. Ia buka lemari makan, tak ada masakan apa pun di sana. Terpaksa ia membuka laci, dan hanya tersisa tiga bungkus pasta saja. Mereka belum sempat belanja kebutuhan dapur. Pelan-pelan Gu menghidupan kompor gas agar suaranya tak terdengar sampai ke kamar
Baca selengkapnya
Malu-Malu
Bagian 57 Malu-Malu Sampai dua orang itu di sebuah rumah yang teramat sederhana. Baju Gu dan Ali terkena jejak salju. Lekas saja dokter kandungan itu diminta untuk masuk ke dalam kamar yang sempit persis seperti tempat tinggalnya bersama Sarah dulu. Hanya ada kasur tipis tempat ibu itu berbaring. “Kenapa hanya sendiri saja? Mana suaminya?” tanya Gu pada wanita itu. Ia kemudian ditunjukkan pada seorang lelaki yang terbaring di lantai. “Pingsan. Istri mau melahirkan masih sempat-sempatnya pingsan?” gerutu Gu sambil kesal. “Sudah cepat, urus saja dia.” Ali menggeser tubuh lelaki yang tak kuat melihat istrinya kesakitan. “Lalu apa yang harus disiapkan?” tanya lelaki bermata abu-abu itu pada istrinya. “Air bersih dan selimut bayi. Makanan seduh saja yang ini. Penting selesai bersalin.” Gu membuka sebuah selimut khusus untuk alas melahirkan. Ia angkat tubuh wanita itu dibantu Ali tentunya. Jelas sekali wanita tersebut mulai menjerit karena tak tahan dengan tekanan yang ada di bagian pa
Baca selengkapnya
Anak Ayah
Bagian 58 Anak Ayah Musim dingin berjalan sedikit hangat di rumah itu. Meski masih belum satu kamar, setidaknya Gu tak takut-takut lagi memandang sosok lelaki dalam rumahnya. Mereka kerap bertukar pikiran bersama. Bahkan pernah membahas masa lalu tanpa canggung dan berujung pada Gu yang lari ke dalam kamar. Sebabnya, karena pikiran laki-laki dan perempuan yang berbeda. Terkadang wanita bermata biru itu juga heran apa yang ia mau. Pernah Ali tak pulang selama tiga hari, tak juga ada telepon masuk saking lelaki itu sibuknya. Gu, jangan tanya lagi, ia bingung. Ingin menyusul ke perbatasan takut terulang kejadian serupa. Tak diketahui kabarnya ia berpikir yang tidak-tidak. Terhitung sudah satu bulan lebih mereka satu rumah tapi tidak pernah terjadi apa-apa. Kejadian di perbatasan itu hanya angin lalu saja. Yang satu gengsi luar biasa, yang satu takut untuk mencoba. “Isi kepalaku sudah lebih keriting daripada rambutku.” Gu berbicara sendirian di depan cermin sambil menyisir rambutnya. S
Baca selengkapnya
Perang Panas Dingin
Bagian 59 Perang Panas Dingin Gu tidur di kamar rawat inap tempat Maira. Anak gadisnya semakin menunjukkan kesembuhan. Sesekali ayahnya datang berjaga gantian. Gu tetap bekerja sembari memantau perkembangan Maira. Ali memasang sikap dingin pada istrinya. Ia diam agar tak mudah melepaskan marahnya. Ternyata tak diberi perhatian itu membuat hati Gu kelimpungan. Ia seperti kehilangan sebelah sayapnya. Malam itu Maira baru saja tidur selepas minum obat walau sedikit dipaksakan. Kedua orang tuanya menunggu di kamar yang sama. Keheningan menjadi teman, tidak ada satu pun yang mau berbicara. Ali menatap Gu yang hampir tertidur. Dengan mengucap bismillah di dalam hati lelaki itu menanyakan yang telah ia pendam selama beberapa hari. “Apa Maira putriku?” tanya Ali, tidak ada jawaban dari Gu, wanita itu masih memejamkan matanya. “Jangan pura-pura tak dengar, aku tahu kau belum tidur.” Lelaki itu menegakkan tubuhnya yang tadi bersandar di sofa. “Nasabnya ikut denganku,” jawab wanita itu tan
Baca selengkapnya
Saran yang Menyesatkan
Bagian 60 Saran yang Menyesatkan Terhitung satu minggu sudah Ali hanya berbicara seperlunya dengan Gu. Semakin panas dingin wanita itu dibuatnya. Namun, untuk memulai terlebih dahulu ia juga tak berani. Memang mereka kini sudah tidur satu kamar. Maira di ranjang atas, sedangkan keduanya di bawah memakai kasur lipat yang berbeda-beda. Gu tidur di sisi kiri dan Ali di sisi kanan, seperti orang yang sedang bermusuhan. Sebenarnya tak ada niat lelaki bermata abu-abu untuk tak memberi perhatian pada istrinya. Namun, ia hanya ingin memastikan putrinya sembuh dulu. Sebagai pengganti waktu yang terbuang percuma selama tiga tahun lamanya.“Bisa kering aku lama-lama kalau begini.” Wanita itu mengaduk teh panas di gelasnya. Ia selalu membuat lebih. Ali bersedia memakan dan meminum apa saja yang dibuat oleh Gu, tanpa banyak protes. Walau rasa makanan istrinya kurang enak. “Sayang.” Sebuah panggilan yang membuat hati wanita itu berdesir-desir. Ia menoleh dan terlihat di sana Ali sedang memegang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
20
DMCA.com Protection Status