Semua Bab Kesombonganmu Kubayar Tunai: Bab 11 - Bab 20
150 Bab
Keputusan Riana
"Lo itu Riana, kan?" tanyanya lagi. "Rafif? Kok lo bisa ada di sini?""Kenapa? Lo kaget kalau gue sekarang jadi supir taksi online? Deu, mentang-mentang udah jadi istri orang kaya sms gue ampe nggak dibales."Aku tersenyum hambar. "Istri orang kaya?" ucapku pelan hampir tanpa suara. Tepatnya istri yang tak dianggap sedikitpun, Fif. "Eh, jadi yang kemarin itu lo, Fif?"Rafif mengangguk. "Ri, Lo mau langsung gue anter pulang? Atau mau nemenin gue makan siang dulu?""Langsung pu ....""Temenin gue aja dulu. Udah lama, kan, gue ga ketemu sama lo," ujarnya memangkas kalimatku. Aku tahu dia berusaha membuatku lupa akan tangisku tadi. Sejak dulu, Rafif memang selalu begitu, tak peduli aku sedang sedih seperti apa, ia selalu bisa mengembalikan senyumku seperti semula. Rafif mengajakku untuk makan siang di salah satu restoran fastfood yang ada di tengah kota. Restoran yang berjarak sekitar dua puluh kilometer dari sekolah Liana. Sebelumnya ia memasang mode transit pada aplikasi driver online
Baca selengkapnya
Kehilangan
"Habis ini Liana mandi, trus istirahat, ya," ucap Daffi setibanya ia di rumah sambil menggendong Liana ke kamarnya. Sebelum memasuki kamar Liana, ia sempat memindai sekeliling tapi merasa sedikit aneh karena tak menemukan kehadiran Riana di sana. Biasanya Riana akan menyambutnya di depan pintu saat ia baru saja memasuki halaman rumah. Namun, Daffi hanya mengangkat bahu berusaha cuek dan berpikir mungkin istrinya itu sudah berada di kamar."Pa, Liana mau di kamar aja, ya, Pa?" pinta gadis kecil itu dengan suara manja. Ia masih merasa kesal dengan kejadian di sekolahnya tadi."Ya sudah, nanti papa suruh Bik Sumi bawain susu coklatnya ke sini. Nanti susunya harus di habiskan, loh, ya.""Iya, Pa."Daffi mencium kening Liana lalu keluar dari sana menuju kamarnya. Namun, lagi-lagi ia tidak bisa menemukan Riana. Setibanya di sana, kondisi kamarnya gelap dan tidak ada siapapun di dalam.***"Bik tolong buatkan susu coklat untuk Liana, ya. Terus tolong bibik antar ke kamarnya.""Baik, Pak."Bar
Baca selengkapnya
Sesal
Hai sahabat, selamat membaca. Semoga suka ya. Ditunggu vote dan komennya, ya, makasi. ***Juwita merasa kesal pada putra suaminya itu. Sejak tadi, sudah berkali-kali Daffi menanyakan pertanyaan tentang kampung asal Riana. "Mama beneran gak tau, Daf! Ayahmu yang membawa wanita itu ke sini, mama gak tau asal usulnya dari mana. Ayahmu cuma bilang kalau Riana perempuan yang baik, istri yang tepat untukmu. Mama cuma tau kalau dia yatim piatu, sisanya mama gak tau! Atau coba kamu tanya Sahid. Waktu itu, kan, Sahid juga yang menikahkan kalian, " jawab Juwita jengkel."Lagian kamu yang tinggal serumah sama dia, masa gak tau apa-apa tentang dia? Memang dia gak pernah cerita tentang keluarganya? Kalian ga pernah ngobrol satu sama lain?"Daffi terdiam. "Gak, Ma. Daffi gak pernah tanya juga. Ga penting. Yah, mama tau, lah, gimana buruknya hubungan kami.""Hubungan buruk dan gak suka, tapi bisa sampai punya anak segala," cibir Juwita."Ma, waktu itu aku terpaksa menggauli dia karena permintaan pa
Baca selengkapnya
Rayuan Maut
"Daffi, lagi mikirin apa, si? Kok kelihatannya suntuk banget, ga kayak kamu yang biasanya. Jangan-jangan kamu lagi mikirin istri kamu yang minggat, ya?" tebak Friska saat siang itu mereka sedang berada di restoran miliknya. Daffi yang sedang melamun tersentak kaget saat tiba-tiba saja Friska menyentuh pundaknya. "Terpaksa. Karena Liana aku jadi mikirin ke mana dia pergi," jawab Daffi mencoba berusaha bersikap biasa. "Terus, kalau udah tau, Kamu mau nyusul dia?" Friska bertanya lagi dengan raut wajah yang sedikit ditekuk. "Ya, gak lah. Kamu itu ada-ada aja, Fris. Ngapain juga aku nyusulin orang yang udah kabur." Daffi tertawa getir. "Aku, tu, cuma berpikir, kalau nanti aku mengajukan cerai, surat cerainya mau dikirim ke mana? Riana di mana aja aku ga tau. Udah ah, ga usah bahas wanita itu terus. Mending kita mulai makan aja, ni makanannya udah mulai dingin," sahut Daffi lagi sambil berusaha mengalihkan pembicaraan. Friska masih menatapnya curiga. "Beneran cuma karena itu? Atau ....
Baca selengkapnya
Siasat Licik
"Oke, Sayang. Aku akan urus perceraianku secepatnya," jawab Daffi pada akhirnya. Friska langsung tersenyum puas. ***"Liana, kok, belum bobo?" tanya Daffi pada putrinya sepulangnya ia dari bekerja, dia pergi ke kamar putrinya untuk melihat keadaan Liana. Rupanya anak itu masih belum tertidur padahal ini sudah cukup larut. "Kenapa? Lagi ada yang dipikirin?"Daffi mengusap lembut kepala Liana. Liana tidak langsung menjawab, kepalanya tertunduk. "Kira-kira ibu kemana ya, Pa?" Daffi sedikit memicingkan matanya, "Kenapa? Kok tumben nanyain ibu? Liana mau ketemu ibu? Bukannya Liana sendiri yang mau ibu pergi?""Iya sih, soalnya, kan, malu. Muka ibu nyeremin," jawabnya polos. "Liana cuma belum biasa aja kalau ibu ga ada. Oh ya, Pa, tadi Tante Friska bilang, dia bisa jadi mamanya Liana kalau ibu udah pergi, apa sekarang Tante Friska udah bisa jadi mamanya Liana, Pa?" "Kamu yakin mau Tante Friska jadi pengganti ibu?" "Liana sayang sama Tante Friska, Pa. Liana pengen banget punya mama kayak
Baca selengkapnya
Nasihat
Sepulangnya dari bekerja, Daffi mengunjungi kantor pengacara keluarga mereka, Sahid Anwar, yang juga merupakan sahabat baik Asmoro. Ia sudah menyatakan segala maksud dan tujuannya pada Sahid tentang keinginannya untuk menceraikan Riana yang sudah pergi tanpa kabar berita."Jadi kamu ingin menceraikan Riana karena dia pergi dari rumah?" tanya Sahid yang sudah menganggap Daffi seperti anaknya sendiri. Daffi hanya menunduk diam. Sahid memperhatikan pemuda itu dengan seksama lalu dia menghela napas berat. "Om tanya sekali lagi, kamu yakin ingin menceraikan Riana?"Akhirnya Daffi mengangguk ragu. Membuat Sahid menggeleng heran karena jelas sekali jika anak muda di depannya itu tidak yakin dengan keputusannya sendiri."Kamu tau kan syarat dari Asmoro jika mau mendapatkan seluruh hak waris atas namamu?""Iya, Om, tapi kan Riana yang pergi meninggalkanku. Bukan salahku, dong. Lagi pula kata Riana, dia yang akan menggugat cerai duluan, bukan aku.""Daffi, Daffi." Sahid hanya geleng-geleng ke
Baca selengkapnya
Rencana Lamaran
Hari itu Juwita memaksa Daffi untuk datang ke rumah Friska. Ia sengaja mengajak putra dan cucunya itu ke sana untuk menekan Daffi agar mau segera meresmikan hubungan putra suaminya itu dengan Friska. Indra dan Santi, kedua orang tua Friska bersikap sangat ramah pada Juwita karena memang mereka sudah saling mengenal cukup lama. Senyum di wajah Juwita tidak pernah pudar. Ia semakin yakin jika Friska memang wanita yang tepat untuk Daffi. Nampak pada sikap Santi dan Indra yang begitu menyayangi Liana seperti cucu mereka sendiri. "Jadi kapan rencana kamu mau melamar anak saya, Daf?" tanya Indra.Daffi yang ditanya mendadak salah tingkah. Ia bingung harus menjawab apa. Ia tidak menyangka bahwa kunjungannya ke sini akan langsung ditanya mengenai waktu lamarannya kepada Friska. "Semoga secepatnya ya, Om. Sekarang saya masih mengurus proses perceraian dengan Riana," jawab Daffi sekenanya. Dalam hatinya ia sebenarnya tidak tahu apa yang seharusnya ia lakukan saat itu. Beberapa hari kemarin ia
Baca selengkapnya
Tertipu
Liana yang sudah keluar dari kamar mandi sejak tadi, awalnya bermaksud ingin mengejutkan Friska dan Santi saat melihat mereka sedang berada di ruang makan, tapi sebelum Liana mendekati mereka, dia tidak sengaja mendengar pembicaraan ibu dan anak itu.Wajah Liana sudah terlihat pucat dan basah oleh air mata, dia berlari ke depan dan langsung menghambur ke pelukan Daffi. Liana pikir, selama ini Friska benar-benar sayang padanya, tapi ternyata dia salah. Friska baik hanya karena ingin segera menikah dengan papanya. Bahkan dia juga sudah berencana untuk mengirim Liana ke asrama, membuatnya tinggal terpisah dari Daffi. Liana juga tidak menyangka kalau saat itu Friska sedang hamil. "Liana, Liana kenapa sayang? Kok, tiba-tiba nangis begini? Perutnya masih sakit?" tanya Daffi lembut sambil mengucap pelan rambut anak perempuannya itu. Bukannya menjawab, Liana malah semakin membenamkan kepalanya ke pelukan Daffi hingga membuat lelaki itu bingung. "Liana kenapa, Sayang?" tanya Juwita yang ikut
Baca selengkapnya
Lima Belas Tahun Lalu
Selamat membaca. Semoga suka. ***"Tolonglah aku, Sahid, aku ga tau lagi harus minta tolong kepada siapa selain sama kamu. Anakku hampir mati."Lelaki paruh baya itu terlihat begitu rapuh, wajahnya pias dan gurat halus di dahinya semakin terlihat jelas. Ia berjalan mondar-mandir hingga sol sepatunya yang beradu dengan lantai keramik membuat sebuah irama yang teratur. "Tenang lah, Asmoro. Aku akan melakukan usaha semaksimal mungkin untuk menolongmu. Sekarang kita harus menemukan saksi utama yang Kahfi sebutkan tadi." Lelaki yang dipanggil Sahid itu berusaha menenangkan sosok pria di hadapan. Cerutu di tangan pengacara berusia 30 tahunan itu sudah hampir habis, tapi ia masih terus berusaha membuat bulatan asap dari mulut. "Iya tapi gimana? Tadi, kan, kau dengar sendiri Daffi bilang kalau temannya yang tau kenyataan sebenarnya itu sudah menghilang. Daffi udah ga ada harapan lagi, Hid!""Hei, kau itu kayak Tuhan saja bicara begitu. Harapan itu akan selalu ada selagi kita masih punya Tuh
Baca selengkapnya
Lima Belas Tahun Lalu (2)
"Riana, kenapa, lo? Kayak lagi mikir negara, lecek banget tu, muka." Rafif teman sekolahku, menghampiri saat aku sedang duduk sendiri di perpustakaan siang itu. "Lo ga ke kantin?"Aku menggeleng pelan. "Ga laper.""Ngantin, yuk, gue traktir.""Ga usah, Fif, makasi. Gue beneran ga laper.""Ya udah, gue juga ga laper, deh."Bukannya pergi, Rafif malah ikut duduk di sebelahku. "Kasian ni bocah, baru tujuh belas tahun udah kena vonis mati."Mataku langsung mengalihkan pandangan dari buku yang sedang kubaca ke arah surat kabar yang Rafif pegang. Lalu merebutnya dari tangan Rafif. Berita yang menampilkan sebuah foto tentang kasus narkoba seorang anak pengusaha ternama bernama Asmoro Wicaksana. Ini, kan, orang yang kemarin datang ke kantor Om Sahid. "Yeh, main rebut aja, belum juga beres baca.""Dia ini anak temennya Om Sahid. Kasian ya? Padahal dia masih seumuran kita.""Yoi, tapi yang gue denger, si, dia dijebak, Ri.""Kok, lo, tau?""Gue ini kan pergaulannya luas. Jadi ya wajarlah kalau
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status