All Chapters of Kesombonganmu Kubayar Tunai: Chapter 31 - Chapter 40
150 Chapters
Klarifikasi
"Apa? Kamu tau dari mana, Ri?""Waktu kemarin aku menjenguk Liana di rumah sakit, Friska sendiri yang mengatakannya padaku."Mata Mas Daffi membulat. Tiba-tiba tangannya memegangi kepala. "Mas, Mas Daffi kenapa?"Ia hanya diam dan terus mengerang kesakitan. Pasti sakit kepalanya kambuh lagi. "Ayo, Mas, Riana bantu jalan ke mobil. Kita ke apartemen saja. Mas butuh istirahat." Mas Daffi tetap tidak menjawab, ia hanya menuruti semua perlakuanku. ***"Ini, Mas diminum dulu obatnya." Kuberikan sebutir obat berwarna hijau dan segelas air kepada Mas Daffi, kemudian membantunya untuk minum. Mas Daffi yang berbaring di sofa ruang tamu apartementku mencoba bangun. "Makasi, ya, Ri. Kamu memang yang paling tau apa yang kubutuhkan saat sakit kepalaku sedang kambuh."Mas Daffi lalu berbaring kembali. "Mas pasti kurang tidur. Pasti makan makanan yang asin-asin terus, makanya sakit kepalanya tiba-tiba dateng lagi."Mas Daffi hanya diam, lalu tersenyum. "Jadi waktu itu, kau sempat datang menjengu
Read more
Kunjungan Mendadak
"Riana, Mas tau salah mas padamu begitu besar. Sikap Mas dulu sangat keterlaluan dan rasanya tidak pantas menerima maafmu. Bahkan tanpa tau kalau kau yang telah menyelamatkan nyawa mas, Mas malah terus saja menghina dan menyakiti perasaanmu. Maafkan, Mas ya, Ri. Jika diizinkan, Mas mau membayar semua kesalahan Mas padamu kemarin. Kembalilah ke sisiku, Ri. Mas janji mulai saat ini, Mas akan selalu membuatmu bahagia," ucap Mas Daffi seraya menatapku lekat. Perlahan detak jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Sikap Mas Daffi tadi begitu berbeda dan penuh ketulusan. Tidak ada sedikitpun sikap sombong seperti Mas Daffi yang kukenal dulu. "Mas, jangan begini." Aku mengalihkan pandangan sambil berusaha melepaskan genggaman tangannya, tapi bukannya terlepas, ia malah memegangku semakin kuat. "Bangun, Mas.""Aku ga akan bangun sebelum kau jawab, Ri. Please, katakan kalau kau mau kembali pulang ke rumah bersamaku. Demi kebahagiaan Liana, Ri, putri kita." "Maaf, Mas. Saat ini aku belum
Read more
Bingung
"Ibuuu!" Liana berlari menghampiriku. Ia memeluk tubuhku yang masih terkejut akan kehadirannya. "Ibu, maafin Liana, ya, Bu. Liana salah. Liana sudah jahat sama ibu. Liana bukan anak yang baik. Ibu jangan pernah tinggalkan Liana lagi ya, Bu. Liana kangen sama ibu," isaknya sambil mengeratkan pelukan. Tanpa bisa ditahan lagi, air mata sudah memenuhi kedua pelupuk mataku. Perlahan tapi pasti turun semakin deras membasahi seluruh wajah. Tubuhku merosot ke bawah demi menyejajari tinggi Liana, lalu membalas pelukannya. "Liana, Liana anak ibu," tangisku pecah. Rasanya baru kali ini gadis kecilku memeluk tubuhku erat dengan penuh kasih seperti sekarang ini. Bahkan dia tidak merasa jijik dan takut padaku. Dia juga bilang kangen padaku. "Ibu udah ga marah, kan, sama Liana? Ibu mau maafin Liana, kan?" "Ibu ga pernah marah sama Liana. Ibu sayang sekali sama Liana."Dalam beberapa menit, kami berdua larut dalam isak tangis. Hingga kehadiran Mas Daffi menghentikan semuanya. "Oh, pantas saja ke
Read more
Jangan, Mas!
"Bu, ibu mau, kan, pulang lagi ke rumah sama Liana?" Liana kini mendekat ke kursi depan. Ia sedikit mengguncang-guncang lengan kananku. Beruntung mobil Mas Daffi sudah tiba di halaman kantor Om Sahid jadi aku masih punya alasan untuk menunda jawaban pada Liana. "Mmh, Sayang, sekarang Ibu harus kerja dulu, ya. Liana juga kan harus sekolah." Aku membuka pintu mobil lalu bersiap turun, diikuti Mas Daffi dan Liana. "Liana ga mau sekolah. Liana mau ikut ibu kerja aja," rengeknya. "Ya, Pa, ya? Liana ga usah sekolah ya hari ini. Sehariii aja. Boleh, kan, Pa?" Gadis kecil itu kembali menempel padaku. Aku memandang Mas Daffi, memberi kode dengan mata agar ia tidak mengabulkan permintaan Liana. "Baiklah, Liana boleh ikut ibu. Tapi janji, ya, ga boleh nakal dan gangguin ibu kerja.""Asik, makasi, ya, Pa. Liana janji." Gadis kecil itu tampak begitu bahagia. Sambil tersenyum, ia memeluk erat Mas Daffi. "Ta, tapi ....""Riana, ga pa-pa, kan, kalau hari ini Liana ikut denganmu? Hanya sehari saja
Read more
Bersatu Kembali
Beberapa menit lamanya, bingkai kecil di wajahku melekat erat dengan birai hangat Mas Daffi dan entah kenapa aku menerimanya, bahkan cenderung membalas dan berusaha menyalurkan rasa yang sama pada papa dari putriku itu. Merasa tindakannya tidak mendapat penolakan, Mas Daffi menarikku ke kamar lalu mengunci pintu. Sedikit kasar memang. Bahkan sempat membuatku mengerang pelan, tapi dia hirau. Aku menghela napas dalam lalu membuangnya pelan. "Mas, gimana kalau nanti Liana bangun?" ujarku berusaha menghentikan aksi nakalnya. Mas Daffi menatapku dengan sorot mata dinginnya. Ia kembali memerangkapku di dinding. "Riana, jujur aku masih belum tau bagaimana perasaanku saat ini padamu, yang jelas perasaan benciku padamu perlahan kian terkikis tanpa sisa. Mungkin aku mulai mencintaimu," ujarnya pelan tepat di depan wajahku. "Karena itu aku ingin membuktikannya sekarang.""Tapi, Mas, Liana ....""Kamu ini kayak gak tau aja, anak itu mana pernah bangun sendiri. Dia tidak akan bangun, kalau ti
Read more
Rencana Liburan
"Udah, kamu ga usah pikirin kerjaan dulu. Sekarang, alihkan semua berkas kasusmu ke Fikri, anggota timmu yang lain. Sekarang yang harus kamu pikirin adalah kebahagiaan dirimu sendiri.""Tuh, Om Sahid bener, Sayang. Kita harus banyak-banyak produksi biar Liana cepet punya adik," bisik Mas Daffi mesra tepat di telinga yang sontak membuat darahku berdesir lagi. "Udah, ya. Om mau ada rapat, ni. Om banyak kerjaan juga. Daffi, kau bawalah istrimu ini liburan. Buat dia bahagia. Kasian selama ini hidupnya selalu menderita.""Siap, laksanakan, Om.""Dan, awas! Kalau kau sampai membuatnya terluka lagi, Om sendiri yang nanti akan membuat perhitungan denganmu!" Om Sahid lalu pergi, meninggalkanku berdua saja dengan Mas Daffi di ruangannya, membuat ia berani melancarkan aksinya lagi. "Mas, nakal banget, si. Ini di kantor, banyak orang." Dengan gerakan secepat mungkin aku beranjak dari posisi, menghindar dari pria di sebelahku itu, tapi tangannya kembali mampu meraihku. Ia menggendongku dengan gay
Read more
Diculik
Liana terlihat cemberut saat aku dan papanya pamit pergi untuk liburan ke Bali selama tiga hari. "Liana mau ikut ibu aja. Liana ga mau ditinggal," rengeknya sambil terus memelukku. Sebenarnya tak tega melihatnya menangis seperti ini, tapi Mas Daffi bersikeras tidak mengajak Liana, karena ia harus sekolah. Untuk sementara Liana akan tinggal bersama Mama Juwita. Itu pun ditolak Liana yang mulai tidak menyukai sikap neneknya itu karena masih memusuhiku. Akhirnya dengan bujukanku yang berjanji akan membelikannya banyak hadiah, aku berhasil membuat Liana menurut. Ia juga bilang tidak akan mengatakan apapun pada neneknya soal kepergian kami ke Bali. "Kamu tunggu di sini, dulu, ya. Aku mau mengantar Liana ke tempat Mama. Aku katakan kalau ada dinas ke luar kota selama tiga hari." "Kenapa buru-buru, Mas?" tanyaku penasaran. "Pesawat kita, kan, jam tujuh malam. Ini masih jam sepuluh pagi.""Ga apa, lebih cepat lebih baik," lirih Mas Daffi sambil mencium keningku. Kupeluk erat putriku yang
Read more
Ruangan Asing
Mataku mengerjap pelan. Sinar kekuningan yang berasal dari lampu yang tergantung di atasku terasa menyilaukan. Rasanya lama sekali aku tak sadarkan diri hingga tubuh ini terasa sangat lemas. Bahkan untuk membuka mata saja begitu sulit. Kucoba untuk bangkit dari posisi tidur. Beruntung orang yang sudah membawaku ke sini tidak mengikat tangan dan kakiku. Namun, ini di mana?Nampak berbagai lukisan kuno mendominasi ruangan yang kira-kira berukuran sembilan meter persegi ini. Sepertinya ini galeri lukisan yang sudah lama tidak terpakai. Warna dinding bercat hijau tosca tampak sudah memudar di beberapa bagiannya. Bau cat kanvas bercampur debu terasa sangat menusuk penciuman. Perlahan dadaku terasa sangat sesak seperti ditekan oleh benda yang sangat berat. Air mata sudah tak terbendung, turun bergantian membasahi pipi. Teringat kembali saat tadi aku membukakan pintu apartemen untuk seseorang yang kukira adalah Mas Daffi, sampai dengan aku tak sadarkan diri setelah menghirup cairan di sapu
Read more
Kenapa Dia Ada di Sini?
"Yah, hanya mencicip sedikit saja. Ternyata kau boleh juga. Manis." Ia mengendikkan bahu hingga membuatku merasa jijik. "Aku hampir saja tidak mampu menahan diri.""Apa?! Bre**sek, Kau! Kurang ajar! Jangan-jangan kau sudah memperkosaku saat tadi aku tak sadarkan diri!" makiku penuh emosi. Masih dalam posisi jongkok, kulempari ia dengan pigura kecil yang berada di dekatku. Tak peduli jika itu berharga sangat mahal. Dia mengerang kesakitan saat salah satu pigura berhasil mengenai kepalanya. "Hei! Hentikan! Aku tidak melakukan hal yang kau tuduhkan itu, ya!""Bohong!" Nyalang mataku memandangnya. "Aduh, kau itu pengacara tapi bodoh, ya. Memangnya alat intimmu itu terasa sakit?"Ia benar. Di bawah sini tidak terasa apa-apa seperti saat aku baru melakukannya bersama Mas Daffi."Atau kau mau aku melakukan hal yang lebih jauh daripada yang sudah kulakukan tadi? Seperti yang ada dalam pikiranmu? Lagipula, pria normal mana yang tidak tergoda melihat pemandangan indah seperti tubuh polosmu i
Read more
Janji yang Terlupa
Otakku terasa beku saat fakta di depanku terkuak. Penjahat paling berbahaya yang pernah kukenal dulu kini ada di hadapan. Namun, benarkah itu dia? Tetap saja setelah berada bersamanya beberapa jam ke belakang, hati kecilku menolak untuk mengakui. Enggak, enggak mungkin dia Frans. Frans yang kutahu adalah sosok yang sangat kejam. Dia tak segan-segan menghabisi siapapun yang dia anggap menghalangi urusannya. Bahkan dulu, tanpa rasa kasihan sedikitpun, dengan tangannya sendiri dia telah membuat wajahku ini terluka. Setauku dia juga tak pernah sendirian, para ajudan dan teman-temannya selalu berada di dekatnya. Bukan seperti sosok yang ada di depanku ini. Namun, walaupun pria bertopeng itu penculik, harus kuakui dia tidak sekejam Frans. Kalaupun itu Frans, apa mungkin setelah dipenjara sekian lama, sudah membuat perilakunya berubah dan otaknya menjadi mampu berpikir lebih manusiawi? Lalu, di mana pengawal dan teman-temannya? Ah, pikiranku lagi-lagi buntu. Mendengar pertanyaanku barusan,
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status