All Chapters of Usai Bercerai: Chapter 11 - Chapter 20
73 Chapters
Calon Suami
Hari masih sangat pagi ketika Arfan tiba di rumah orang tua Alya. Subuh tadi ia bahkan sudah bertengkar hebat dengan Meira. Meira masih tidak mengizinkan Arfan pergi ke Jakarta meski sudah dijelaskan kalau ia akan pergi bersama seluruh keluarga Alya, tidak hanya berdua dengan Alya.Namun, Meira masih tidak terima dan mengancam akan mengadukan itu pada mama Arfan. Jadi, sebelum Arfan meninggalkan rumah, Meira sudah terlebih dahulu pergi ke rumah mertuanya. Dia pikir Bu Fania belum tahu kalau Arfan akan membawa Aleta berobat ke Jakarta."Aleta masih tidur?" tanya Arfan saat Alya keluar dengan menyuguhkan secangkir teh."Iya, masih," jawab Alya sembari meletakkan cangkir teh tersebut di meja tepat di depan Arfan."Ehm ... aku ... boleh liat dia?" Alya mengangguk. "Silakan."Sebelum menemui Aleta Arfan melirik teh yang asapnya masih mengepul di depannya. Ia menatap Alya sekilas kemudian mengambil cangkir teh tersebut dan menyesapnya perlahan. Begitu hangat teh tersebut menjalar ke tengg
Read more
Pilihan Lain
Kontan tubuh Arfan menegang. "Calon suami Alya?" batin Arfan tidak terima. Akan tetapi, ia tetap menyambut jabatan tangan dari Prima.Tiga hari setelah proses pemeriksaan kecocokan sumsum tulang belakang Alya dan Arfan, akhirnya hasilnya keluar. Kali ini hanya Alya dan Arfan yang datang ke rumah sakit. Sementara Aleta dan kedua orang tua Alya menunggu di hotel dengan ditemani Prima. Prima sebenarnya ingin ikut ke rumah sakit karena melihat Alya tidak nyaman hanya pergi berdua dengan Arfan. Akan tetapi, Aleta tidak mau lepas dari laki-laki itu. Jadi, terpaksa Prima membiarkan Arfan dan Alya pergi berdua.Sepanjang berjalan menyusuri koridor rumah sakit, Alya dan Arfan hanya terdiam. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Alya harap-harap cemas karena teringat ucapan dokter, bahwa meskipun orang tua tetap ada kemungkinan hasilnya tidak cocok. Kalau sampai dirinya atau Arfan tidak cocok, Alya tidak tahu lagi harus bagaimana. Rasanya membiarkan Aleta untuk menjalani pengobatan
Read more
Menyalahkan Diri Sendiri
Alya dan Arfan berjalan menuju parkiran rumah sakit dengan langkah gontai. Keduanya sama-sama diam dan sibuk dengan segala pikiran yang ada di kepala masing-masing. Sama-sama bingung dengan pilihan yang kini ada di depan mereka. Saat ini mereka seperti sedang memakan buah simalakama. Jika harus membiarkan Aleta menjalani kemoterapi, Alya dan Arfan teramat sangat takut dan juga tidak tega. Mereka berdua takut fisik Aleta tidak kuat menerima obat-obatan yang cukup keras itu. Apalagi jika memikirkan pada akhirnya justru hal buruk yang akan menimpa putri mereka. Alya dan Arfan tidak sanggup membayangkan hal itu terjadi.Alya menghela napas panjang. Dadanya sangat sesak memikirkan hal itu. Apalagi jika mengingat ucapan Dokter Haikal tadi. "Jadi selain menggunakan sumsum tulang belakang, metode stem cell ini bisa juga menggunakan darah tali pusat dari saudara kandung pasien. Bahkan untuk pengobatan dengan darah tali pusat ini, tingkat keberhasilannya lebih tinggi dibanding dengan sumsum tu
Read more
Ibu Macam Apa?
"Aku ke kamar dulu," pamit Alya pada Arfan dan Bu Narti yang masih berdiri di depan pintu.Bu Narti kemudian mempersilakan Arfan untuk masuk. Setelah berbasa-basi beberapa saat, Arfan kemudian menjelaskan hasil tesnya dan Alya kepada orang tua Alya dan juga Prima yang memang masih ada di sana."Terus sekarang gimana, Nak Arfan?" tanya Bu Narti yang kini hatinya kembali gerimis. Harapannya bahwa cucunya akan mendapatkan donor dari salah satu orang tuanya kini pupus. Dada Bu Narti teramat sesak jika membayangkan Aleta harus menjalani kemoterapi. Ia sangat tidak tega.Arfan menarik napas dalam. Ia menunduk kemudian memejamkan kedua matanya. Beberapa saat kemudian ia kembali mengangkat wajahnya. "Kita berdoa agar Aleta diberi jalan pengobatan yang terbaik, Bu. Karena sakit ini dari Allah, aku percaya Allah pasti udah siapin solusi yang terbaik."Tak lama setelah itu, Arfan kemudian pamit untuk kembali ke kamarnya. Ia ingin segera menelepon mamanya. Ia masih ingat perkataan Alya dulu. "Sal
Read more
Trauma
Suara ketukan pintu di kamar hotel Alya sore ini, entah mengapa membuat tubuh Alya gemetaran dan mengeluarkan keringat dingin. Wajah Alya bahkan kini menjadi seputih kapas."Al, kamu kenapa? Sakit?" tanya Bu Narti saat melihat wajah pucat putrinya serta butiran keringat berukuran cukup besar di keningnya."Enggak tahu, Bu. Tiba-tiba tubuh Alya gemetaran," jawab Alya sembari meremas jemarinya sendiri."Ya Allah, apa kamu masuk angin? Ya udah, kamu tiduran dulu aja. Biar ibu yang buka pintu.""Iya, Bu."Alya kemudian berbaring di sisi Aleta yang masih tertidur sejak jam dua tadi. Setelah semalam Arfan memberitahu bahwa mamanya akan datang, jantung Alya tiba-tiba berdebar-debar. Bahkan semalaman ia tidak bisa tidur.Selama ini Alya pikir dirinya baik-baik saja. Tidak ada trauma yang ia simpan di hati dan kepalanya. Ia bisa menjalani hari-hari dengan baik-baik saja meski terasa sulit. Akan tetapi, begitu mendengar bahwa Bu Fania akan datang, tiba-tiba Alya seperti tak punya daya.Ia tidak
Read more
Pengorbanan yang Keliru
"Ma, jangan bahas itu dulu!" tegur Arfan sembari menerima secangkir teh hangat dari mamanya. "Loh, kenapa?" tanya Bu Fania. "Niat Mama ke sini kan, emang mau bahas itu.""Iya, tapi Mama liat dulu gimana kondisi Alya!" tegas Arfan.Bu Fania mendengus kesal. Ia tak berkata apa-apa lagi."Minum dulu, Al!" titah Arfan sembari mengangsurkan cangkir teh itu pada Alya.Alya pun menerimanya dan menyesap teh hangat tersebut."Udah?" tanya Arfan saat Alya menyerahkan cangkir itu kembali kepadanya.Alya mengangguk.Beberapa saat mereka berempat hanya terdiam di ruangan itu. Alya masih mencoba mengumpulkan ketenangannya yang sempat porak poranda. Alya akui, keberadaan Arfan di sisinya mampu memberikan pengaruh besar, sehingga kini ia merasa kembali baik-baik saja."Kemarin Arfan bilang sama Mama kalau katanya hasil tes kalian enggak ada yang cocok sama Aleta." Bu Fania kembali membuka suara. Ia sudah tidak sabar untuk berbicara pada Alya. Bahkan saking inginnya masalah ini cepat beres, ia sampai
Read more
Makanan dan Kenangan
[Gimana kondisi kamu sekarang? Udah baikan?]Alya membaca pesan dari Arfan tanpa berniat membalasnya. Bagaimanapun ia harus menjaga jarak, karena sekarang Arfan bukan siapa-siapanya lagi.Alya menghela napas dan meletakkan ponselnya di samping bantal. Setelah Arfan dan mamanya pergi dari kamar hotelnya, Alya memang belum beranjak dari tempat tidur. Alya merasa napasnya dingin dan dan tubuhnya terasa amat ringan. Jadi, daripada pingsan, ia memilih untuk beristirahat beberapa saat. Sementara Aleta berada di tempat tidur kakek dan neneknya.Arfan memang menyediakan suite room untuk Alya, Aleta, dan kedua orang tua Alya. Yang di dalamnya ruangan besar itu terdapat satu king bed, dua singel bed, kamar mandi dengan fasilitas mewah, dapur, meja makan, serta in house movie yang mereka gunakan untuk menerima tamu. Jadi, meskipun berada di hotel, Aleta tidak merasa jenuh karena ruangan tersebut cukup luas dan dilengkapi fasilitas yang mewah.Beberapa saat setelah menerima pesan dari Arfan itu,
Read more
Kedatangan Meira
"Bentar, Ibu buka pintu dulu," pamit Bu Narti.Ternyata Prima yang datang sembari membawa sup ayam yang ia pikir adalah makanan kesukaan Alya. Biasanya Alya memakan sup ayam itu tanpa memberikan bumbu apa-apa lagi. Baik sambal, kecap, ataupun perasan jeruk nipis."Yah, aku telat, ya?" tanya Prima sembari berjalan mendekati Alya."Kenapa?" Alya menoleh ke arah laki-laki itu."Ini aku bawain sup ayam kesuka ...." Prima sampai tidak bisa melanjutkan ucapannya saat melihat apa yang ada di depan Alya. "Loh, Al? Bukannya kamu enggak suka makan pedas?" Prima terheran-heran melihat Alya telah menghabiskan beberapa ceker ayam, lalu seblak yang tampak begitu pedas di mangkuk tinggal setengah, juga bakso berisi banyak cabe berwarna merah pedas telah terbelah dan belahannya sudah tidak ada lagi di mangkuknya yang artinya telah dimakan Alya.Alya memaksakan diri untuk tersenyum. "Lagi pingin aja. Sini, ayo makan bareng!"Prima duduk tanpa melepas tatapannya dari wajah Alya. Lima tahun ia mengenal
Read more
Rendah Diri
"Jadi kamu di sini sampai kapan?" tanya Prima setelah menidurkan Aleta. Meski belum memiliki anak sendiri, tetapi Prima sudah luwes dalam hal mengasuh anak. Karena selama ini ia memang sangat dekat dengan keponakan-keponakannya."Nunggu ada keputusan pengobatan Aleta mau gimana," jawab Alya.Prima langsung menggeser duduknya menghadap Alya. Mengambil bantal sofa lalu diletakkan di pangkuannya. "Emang siapa yang mutusin? Dokter?"Alya menggelengkan kepalanya."Terus? Arfan?"Alya menghela napas berat. "Kalau aja ... aku punya banyak uang ya, Prim?"Sekali lagi Alya menghela napas. Kali ini ia tersenyum miris. Ingin rasanya ia tertawa terbahak-bahak, menertawakan dirinya sendiri. Kadang ingin ia bertanya, apakah hidup memang setidak adil ini? Namun, mau bertanya seribu kali pun, tidak akan mengubah apa-apa."Emang mau Arfan gimana?"Alya menatap Prima cukup lama. Setelahnya ia menunduk baru menjawab, "Mamanya minta program bayi tabung di luar negeri.""Bayi tabung?" kejar Prima. "Kamu s
Read more
Rahasia yang Tersimpan
Prima menghela napas panjang. "Kalau gitu, kalian bisa nyaman, lah. Aleta juga pasti nyaman tinggal di sini beberapa hari.""Sebenarnya niat awalku juga ingin tinggal di rumah kamu. Tapi, ternyata Arfan udah nyiapin kamar ini. Dan Aleta seneng banget. Jadi, ya ... udah. Maaf, ya?" Alya merasa tidak enak dengan Prima. Pemuda itu begitu baik kepadanya dan keluarganya selama ini. Melihat raut wajah Prima yang seperti merasa kecewa membuat Alya merasa bersalah kepadanya."Enggak apa-apa santai aja."Alya dan Prima kontan menoleh ke arah pintu saat tiba-tiba terdengar pintu kamar Alya digedor-gedor. Kedua orang tua Alya yang sedang beristirahat di kamar mereka pun ikut keluar."Siapa, Al?" tanya Bu Narti.Alya menggelengkan kepalanya lalu menatap ke arah pintu lagi."Biar aku yang buka." Prima melangkah tegap menuju pintu kamar hotel Alya. Ia siap menghadapi orang yang menggedor-gedor pintu tanpa etika itu.Namun, baru saja Prima membuka pintu dan belum juga melihat siapa yang datang, ia l
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status