All Chapters of KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU: Chapter 11 - Chapter 20
66 Chapters
Bab 11
“Jodoh dan kematian itu rahasia Allah, Va. Ibu juga harap Bapak panjang umur. Hanya saja, Bapak ingin jaga-jaga, takutnya umurnya di ambil dalam waktu dekat. Dia ingin melihat kamu menikah. Hmmm … andai kamu setuju, Bapak akan terima pinangan untukmu. Insya Allah besok orang tuanya datang ke rumah. Orangnya mapan, tampan dan pastinya bisnisannya banyak. Usianya juga sudah matang dan keluarganya sangat mendukungnya untuk meminang kamu, Va.” Aku menelan saliva. Kini yang hadir adalah dilemma. Kutatap wajah Ibu, lantas kulontarkan tanya, “Apakah Diva kenal siapa dia, Bu? Apa boleh penjajakkan dulu dan gak usah nikah dulu?” tanyaku. Anggukan kepala dari Ibu akhirnya membuatku sedikit lega. Setidaknya, kami hanya saling berkenalan. Jika cocok lanjutkan, tetapi jika tidak maka gak akan dipaksakan. Lagi pula, aku masih baru daftar kuliah. Bahkan perkuliahannya pun belum di mulai. Obrolan yang tengah serius ini, terganggu oleh kedatangan Putri. Wajahnya yang tampak lelah menatap Ibu. “Bu,
Read more
Bab 12
“Ahm, siapa mereka, Va?” Kudengar Mas Imam bertanya.Aku belum menjawab ketika suara Pak Rafael mengucap salam, membuatku lebih memilih menjawab salam Pak Rafael dari pada menjawab pertanyaan Mas Imam.“Tumbenan pada rombongan Bu Ida? Mau ada perlu sama Ibu, ya?” tukasku seraya menyalami mereka. Bukan hanya basa-basi, tetapi memang heran juga atas kedatangannya yang tak biasa.“Iya, Va. Sama kamu juga. Ibunya ada?” Bu Faridah tersenyum lembut dan menepuk-nepuk bahuku.“Ibu lagi ke depan bentar, tunggu di dalam saja. Mari masuk!” Aku mempersilakan mereka.Mas Imam pun tak tinggal diam. Dia mengekor di belakangku, setelah berbasa-basi juga dan menyalami mereka satu per satu. “Pak Rafael dan keluarga ada perlu sama Ibu dan Bapak, ya? Mari duduk dulu saja, Ibu baru keluar, kalau Bapak sih ada, tapi paling masih tiduran.” Mas Imam tampak SKSD. Dia sibuk menggelar tikar yang tadi sudah aku siapkan untuk tamu Ibu nanti siang. Eh, ternyata pagi juga ada tamu yang datang.“Makasih, Mas Imam.”
Read more
Bab 13
Aku termangu. Chat dari akun Pangeran masuk beruntun. Lalu apa ini? Kenapa dia baru beinisiatif sekarang ngajak ketemuan, sedangkan aku baru saja mengambil sebuah pilihan. Aku memijat pelipis, rasanya, kepala tiba-tiba berdenyut memikirkan hal ini. Bugh!“Aku gak mau!” Suara teriakan disertai debuman daun pintu dari ruang tengah mengejutkanku. Lekas kusimpan gawai dan membuka daun pintu. “Kamu itu istriku, Put! Kita sudah punya rumah, ayo pulang!” Kulihat Mas Imam sudah berdiri di depan pintu kamar Putri yang sepertinya tadi terbuka. Hanya saja kini tertutup kembali. “Aku mau pulang, asal gaji kamu aku yang atur semuanya! Enak aja status doang istri, duitnya sisaan!” Suara Putri memekik kencang. Ibu yang tengah berada di dapur pun menghampiri ke ruang tengah. “Ada apa, Imam? Kenapa Putri?” Ibu menatap menantunya yang tampak mengusap wajah berkali-kali. Mas Imam menoleh pada Ibu dengan wajah lesu. “Tadi Putri keluar, Bu. Aku ajak dia pulang. Hanya saja gak mau.” Suaranya terde
Read more
Bab 14
Pov Kenzo Diva Wulandari, entah kenapa tak pernah habis permasalahanku dengannya. Sejak duduk di bangku sekolah menengah, aku dan dia selalu berseteru. Hidupnya itu terlalu lurus dan hitam putih. Padahal kan hidup tuh harusnya dinikmati, berwarna warni. Aku dan dia ibarat dua kutub yang sama, selalu saling bertolak belakang. Kukira setelah lulus, semua akan selesai. Aku dan dia sudah memiliki jalan hidup yang berbeda. Meskipun tak menampik, jika selentingan tentang kehidupan dia masih sempat-sempatnya aku ikuti. Apakah mungkin karena rasa benci terdahulu memang belum pergi?Namun ternyata anggapanku salah. Jalan hidup kamu yang berbeda dan sudah masing-masing tak serta merta membuat hidupku terbebas dari namanya. Permasalahan ini dimulai dari Mama. Mama yang sejak dulu begitu mendamba hadirnya anak perempuan, terlalu over padanya. Dia selalu melibatkan Diva dalam kehidupan kami, termasuk beli kue dari ibunya, minta tolong ini dan itu atau sekadar datang menjenguk Bapaknya yang stro
Read more
Bab 15
Pov DivaMenunggu adalah hal yang paling membosankan. Itulah yang aku rasakan sekarang. Kukira Pangeran tadi memanggil karena dia sudah sampai. Hanya saja ternyata tidak, bahkan panggilan pun dia matikan. Mungkin kegesek kali, ya ponselnya, dia sedang di jalan dan ponselnya disimpan di saku celana. [Pangeran, sudah di mana? Aku pesenin dulu jangan?] Kukirim lagi pesan. Nyesel juga gak punya nomor teleponnya. Jadi masih ribet tukar pesan di applikasi messenger. Dia tampak sedang online tetapi belum ada balasan. “Va, haus!” Nurlaela melirik ke arahku. “Ya sudah, pesen duluan saja, La.” “Ditraktir kan, Va?” “Hmmm. “Aku menjawab tanpa menoleh, jemariku sibuk mengetik dan mengirim pesan lagi pada Pangeran. Hanya saja, balasan belum juga kuterima.Nurlaela melambaikan tangan ke arah waitress. Lalu memesan dua minuman yang aku gak nyimak entah mesan apa. Minuman sudah datang, ternyata dia memesan dua es kopi dengan jelly. Aku pun meneguknya sambil sesekali memperhatikan ke arah pintu
Read more
Bab 16
“Assalamu’alaikum!” Suara bariton seorang lelaki membuat aku yang masih bengong terkesiap dan lekas melepaskan pegangan tangan pada gagang kain pel. Aku dan Kenzo bersama-sama menoleh, ternyata yang datang adalah Mas Iqbal. Dia menatapku dan Kenzo bergantian dengan sorot penuh pertanyaan. “W--Waa’alaikumsalam ….” Aku lengah ketika mengucap salam sehingga gagang kain pel yang tadi sama-sama kami pegang sudah beralih ke tangan Kenzo. Dia mulai membersihkan tumpahan dari botol green tea yang tercecer. Mas Iqbal masuk tanpa bertanya apa-apa. Dia langsung mendudukkan tubuhnya pada salah satu sofa yang ada. “M--Mas, tadi saya ke sini nganter skincare punya Ibu. Ini sudah saya titip Kenzo. Pamit pulang, ya.” Rasanya aku malah kikuk ketika dia gak bertanya. Akhirnya aku menjelaskan sendiri tanpa diminta. Mas Iqbal mengangguk dan tersenyum. “Ahm, iya, Va. Makasih, ya!” Setelahnya aku langsung melarikan diri, apalagi makin tak nyaman melihat muka Kenzo yang ditekuk-tekuk menyebalkan. Mung
Read more
Bab 17
“K--Kenzo?” Aku melongo. Kok bisa-bisanya makhluk menyebalkan itu malah ikut dan bergabung bareng kami. “Lo duduk di belakang!” Kenzo berucap tanpa melirik. Wajahnya tampak masih ditekuk dan posisinya tak berubah sama sekali.Aku melirik pada Mas Iqbal yang mengedik, tetapi tampak sebuah anggukan pelan dari kepalanya. Aku pun lekas pindah ke kursi belakang. Mas Iqbal langsung melajukan mobil yang kami tumpangi menuju kediaman Nur Laela. Mobil berhenti dan aku lekas memanggil nomor sahabatku itu. Kenzo tampak menatap Nur Laela tetapi tak ada sapaan apapun terlontar padanya.“Va, kok ada Kenzo?” Nurlaela yang kaget melihat kehadiran Kenzo, berbisik. Aku hanya mengedik. Namun, sepertinya suara Nur laela yang berbisik agak kencang itu terdengar oleh orang yang duduk di depan. “Kenapa, masalah kalau gue ikut?” Kenzo bicara ketus tanpa menoleh. Nurlaela melirik ke arahku, lengannya menyenggol lenganku. “Dia dengar,” kekehnya tanpa suara. Aku hanya tersenyum dan menutup bibir dengan te
Read more
Bab 18
Sejak pertengkaranku dengan Mas Imam. Aku semakin menjaga jarak dengannya. Hanya saja sebaliknya, dia semakin sering ke rumah. Alasannya pasti siapa lagi kalau bukan Putri. “Bu, Putri minta dibawakan sambel buatan Ibu.” “Bu, Putri katanya minta sayur asem buatan Ibu.” “Bu, Putri katanya minta kue pukis buatan Ibu.” Ibu, Ibu dan Ibu terus menjadi alasan Mas Imam. Aku semakin hilang respect padanya. Bahkan berulang kali kutegaskan jika aku minta dia panggil, Mbak. Namun, dia tak acuh dan selalu saja mencuri kesempatan. Hubunganku dengan Mas Iqbal semakin baik. Dia bahkan kini lebih banyak waktu untuk sekedar meluangkan chat di sela-sela kesibukanku. Hanya saja, semenjak malam itu kami nonton bersama. Tepatnya aku, Mas Iqbal dan Nurlaela, Kenzo semakin sering nongkrong di tempat kerja.“Pagi Bu Anne! Kok ruangannya diberesin,Bu?” Aku menatap Bu Anne yang tengah sibuk merapikan dokumennya dan memindahkan beberapa barang ke bawah dibantu Intan. “Hay, Pagi Diva! Iya, pindah ruangan!”
Read more
Bab 19
Setelah mengalami pergulatan panjang di dalam benakku. Akhirnya kuputuskan untuk mendekat. Berulang kali logika menolak, tetapi entah kenapa nurani mengarahkan berbeda. Sudah sejak tiga hari lalu aku menginformasikan pada Bu Anne kalau aku akan mulai aktif di setiap kantor cabang. Padahal, biasanya aku lebih senang bekerja di rumah dan memantau semuanya secara virtual. Namun, pesona Diva tak bisa terelakkan. Aku sengaja meminta Bu Anne untuk tak bercerita dulu pada staff yang ada di sana. Entah kenapa, ingin sekali lihat ekspresi Diva ketika melihatku berada di sana secara tiba-tiba. Kelebat senyuman dan kerlingannya ketika bersama Bang Iqbal, jujur buat dadaku panas. Otakku menolak dan meminta untuk berontak. Aku gak suka mereka dekat. Sedikit kecewa ketika melihat raut wajahnya yang hanya memunculkan ekspresi kaget ketika aku membukakan ruangan yang hanya dibatasi dinding kaca ini. Padahal dah ngarep kalau dia senyum senang atau excited gitu. Hanya saja, mau gak mau aku harus kece
Read more
Bab 20
Semenjak kehadiran Kenzo di tempat kerja dan memiliki ruangan kerja di sini. Pekerjaan yang semula ringan dan membuatku bersemangat, mendadak menjadi berat dan terasa menekan. Setiap hari ada saja perintahnya ini dan itu. Bahkan kerap sekali mengacaukan acaraku dengan Mas Iqbal. Entah apa dosaku padanya, sejak dulu, dia tak pernah mau melihat hidupku tenang. Seperti hari ini, padahal aku sudah janjian sama Mas Iqbal buat naik bianglala sambil makan kebab. Gak berdua, aku juga sudah mengajak Nurlaela juga. Dia mau pergi mengajak Habib, katanya. Namun, sepertinya harus gagal karena si lelaki menyebalkan ini memintaku lembur. Perasaan suntuk dan kesal gegas kualihkan. Bagaimanapun, aku banyak bersyukur karena pekerjaanku di sini aku mendapatkan uang tambahan. Kuliah kelas karyawanku pun sudah dimulai. Sebagian dilakukan virtual, tetapi kadang datang juga ke kampus sesuai jadwal. Hanya saja memang untuk kelas karyawan ini tak sepadat kelas regular. Deretan tugas dari Bos Kenz yang meny
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status