All Chapters of Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku: Chapter 51 - Chapter 60
69 Chapters
Demi Kebaikan Bersam
Perkataan Mas Angga yang menyebutku sebagai buah busuk. Terasa menyakitkan. Memang aku ini sudah busuk. Namun, tak semua busuk tidak bisa dimakan. Terkadang ada bagian buah yang masih segar, bila dibersihkan dan dibuang bagian busuknya akan bisa di makan.Bukan hanya buah, begitu juga dengan manusia. Andai ada seseorang yang datang mengulurkan tangan dan membantu untuk kembali dalam kebaikan. Maka sikap buruk perlahan akan terkikis. Kemudian kebaikan perlahan akan menggantikan.Aku pun berusaha mencegah kepergian pria itu. Namun, sia-sia. Aku hanya bisa memandang pria itu pergi meninggalkan rumah yang diklaim milikku itu. Bahkan aku masih tak paham, ketika dia mengatakan kalau Mama Sandra sudah menceritakan semua padaku. Menceritakan tentang apa?Badanku terasa lemas, ketika mengingat alasan pria itu menikahiku. Dipaksa Mama Sandra. Aku tak menyangka Mama akan melakukan hal itu. Padahal Mas Angga juga putranya. Mereka sudah hidup bersama selama puluhan tahun.Aku berkali-kali menyeka
Read more
Harta adalah Segalanya
POV ANGGA“Naura cepat. Klien kita sudah menunggu.” Pria itu kembali melambaikan tangan pada Naura. Naura mengangguk mendengarnya. Naura memandangku. “Maaf, Ngga. Aku berangkat bareng Pak James. Aku lupa kalau hari ini kami ada pertemuan.” Aku tahu kalau itu hanya kebohongan Naura saja. “Tapi, Naura ....” “Maaf, Ngga. Aku berangkat dulu.” Naura berjalan begitu saja meninggalkanku menuju mobil Pak James. Aku coba menahan tangannya, tapi Naura menepisnya. Tak ada lagi yang bisa kuperbuat selain menatap kepergiannya. Pria yang berdiri bersandar mobil itu, tertawa penuh kemenangan. Menji*jikan. Andai, dia bukan atasanku, sudah habis aku ha*jar. Pak James membuka pintu untuk Naura. Wanita itu duduk di samping kemudi. Naura sama sekali tak melirikku. Usai menutup pintu, Pak James sedikit berlari ke sisi lain. Dia lantas ikut masuk dan melajukan mobilnya. Argh! Aku meninju udara. Suasana hati yang kacau, membuatku berniat untuk tidak masuk bekerja. Aku kembali masuk rumah Naura unt
Read more
POV ANGGA
“Naura, aku tak pernah ....”“Jangan berkilah kamu, Angga. Semua sudah jelas. Aku juga sudah mengecek semua kebenarannya. Kamu sudah menikah lebih dari setahun lalu. Selama itu pula kamu menghianatiku. Tega kamu Angga!” Naura berkali-kali memukulku. Aku hanya bisa menerima begitu saja, tanpa membalasnya.“Naura akan aku jelaskan semuanya.” Hal ini yang selalu aku takutkan. Naura tahu tentang Mira dari orang lain. “Tidak perlu, Ngga. Sekali seorang pria berkhianat, tak ada kata maaf untuknya. Karena bila kata maaf itu terucap dan kembali pun suatu saat kamu akan kembali melakukannya.” Naura membalikkan badan. Wanita itu hendak meninggalkanku. Segera aku meraih tangannya.“Naura tolong dengarkan aku. Aku menikahi Mira karena terpaksa.”“Terpaksa?” Naura tak percaya.Kujelaskan semua kebenarannya pada Naura.“Demi Allah, sampai detik ini aku belum pernah menyentuh Mira.”“Tak ada kucing yang tahan melihat ikan asin di hadapannya. Kita sama-sama dewasa, Ngga. Tak perlu lagi ada yang kam
Read more
Rindu yang Tak Terbendung
POV MIRA“Zahir, kamu dari mana?” Aku begitu terkeju mendapati bocah kecil itu dalam keadaan basah kuyup. “Nando.” Mendengar nama itu, aku tahu kalau dia pasti hendak main ke rumah temannya. Aku lantas menasihatinya agar tidak pergi dari rumah tanpa izin. Terutama jika hujan. Pasti akan bahaya kalau dia keluar rumah sendiri. Kebetulan depan rumah merupakan jalan yang cukup ramai kendaraan. Ketika hujan, pasti pandangan mereka terhalang dan membahayakan. “Zahir sama Papa.” “Papa?” Aku terkejut mendengar perkataan bocah itu. Zahir mengangguk, lalu dia menarikku ke teras. Aku celingukan mencari keberadaan Mas Angga. “Mana?” Aku memandang Zahir. “Tadi di sana.” Bocah menunjuk ke arah pagar. Bersamaan itu, sebuah mobil yang terparkir di seberang jalan melaju menembus hujan. Mungkin pengendara mobil itu adalah Mas Angga. “Mungkin Papa sudah pergi. Ayo Zahir mandi dulu.” Lekas aku membawa Zahir masuk. “Zahir habis main hujan ya, Nak?” tanya Mama Santi yang baru saja keluar dari ka
Read more
Yang Membuat Mereka Bahagia
POV MIRASudah dua hari Zahir dirawat. Namun, badannya masih lemas walau panasnya sudah turun. Bocah kecil itu berubah diam. Tak seceria sebelumnya. Melihat hal itu, aku merasa khawatir. Seperti pagi itu, aku ada di sampingnya. Sedangkan bocah kecil itu terus saja terlelap. Sekalinya terbangun, yang ditanyakan kapan papanya datang. Dan aku, tak bisa menjawab pertanyaan itu. “Mira, bagaimana keadaan Zahir?” Mama Sandra datang hari itu. Entah dari siapa dia tahu kalau Zahir sedang sakit. Mama lantas meletakan tas dan sebuah paper bag di atas sofa panjang tanpa sandaran. “Kenapa kamu tak memberitahu mama kalau Zahir sakit.” Wanita itu berdiri di samping ranjang Zahir. Lembut kening bocah kecil itu dikecupnya. “Mira terlalu bingung, Ma. Di pikiran Mira hanya Zahir.” “Tak seharusnya kamu seperti ini. Apa kamu tak menganggap Mama sebagai orang tuamu?” Mendengar perkataan Mama, lekas aku menggeleng. Aku tak bermaksud seperti itu kepadanya. Memang, aku terlalu fokus dengan Zahir. Apal
Read more
Menemui Naura
POV MIRAMalam harinya, Zahir tertidur lelap. Aku senang melihat bocah itu sudah membaik dan kembali ceria. Mas Angga pulang usai Zahir tidur, sedangkan Mama Sandra tinggal menemaniku. Aku juga menghubungi Mama Santi untuk istirahat saja di rumah, karena ada Mama Sandra yang menemani. “Mira, kamu istirahat saja. Biar Mama yang jaga Zahir.” Padahal Mama sudah mengantuk. Namun, wanita itu justru memintaku untuk tidur. “Mama saja yang tidur duluan. Mira belum mengantuk.” “Ya sudah kalau begitu.” Mama menata kasur lantai yang kami bawa. Beliau lantas merebahkan diri di atasnya. Aku, duduk di samping Zahir. Siang tadi, aku dan Mama sempat berselisih paham. Namun, pada akhirnya Mama mau menerima keputusanku. Rencana, esok hari aku akan menemui Naura untuk menjelaskan segalanya. Merasa kesepian karena Mama juga sudah tidur, aku mengambil ponsel yang ada di saku celana. Aku berencana untuk mengirim ucapan terima kasih pada Mas Angga. Setelah mengetikan dua kata tersebut aku mengirimka
Read more
Kabar Buruk
POV MIRASetelah diberi pengertian akhirnya Zahir mau pulang ke rumah Mama Santi. Mama Sandra dan Papa Yuda juga akhirnya mengiyakan permintaanku. Mereka juga berjanji akan mengirimkan mobil mainan yang diinginkan Zahir ke rumah Mama Santi. Sangat sulit untukku kembali ke rumah itu. Tak ada cinta di sana. Yang ada hanya luka. “Ayo kita pulang, Nak. Pasti Zahir sudah rindu kan sama teman-teman, Adek.” Aku menoleh hidung mancung bocah itu. Namun, Zahir yang sedang duduk bersila di ranjang hanya diam. Aku tersenyum melihat tingkahnya. “Ya sudah kalau tidak mau berbicara sama mama.” Segera kuraih tubuh gempal Zahir ke dalam gendongan. Bersama kami keluar dari kamar itu dengan harapan, suatu saat nanti tak akan kembali lagi ke sana. Aku memandang Zahir yang tidur di pangkuan dengan tatapan keluar jendela. Bocah itu diam saja. Tak ada satu kata pun dari mulutnya. Sepertinya dia memang marah padaku. Aku juga ikut memandang keluar. Menatap pengendara motor yang berlalu lalang. Tak ada k
Read more
Angkuh
POV MIRASetelah memohon, akhirnya keluargaku mengizinkanku untuk ikut menemui Mas Angga. Mama Santi yang tinggal di rumah untuk menjaga Zahir. Papa Doni tidak ikut. Beliau masih marah dengan pria itu. Selama perjalanan, aku begitu takut. Jantung pun berdetak sangat kencang. Mas Angga memang tak mencintaiku, tapi aku tak tega jika melihatnya terluka. Erat, aku menggenggam tangan Mama Sandra yang sama takutnya denganku. Walau Mas Angga bukan putra kandung beliau, tapi kasih sayang Mama melebihi ibu kandung. Memang beliu pernah mengancam Mas Angga. Namun, itu semua dilakukan karena beliau takut kehilangan Mas Angga. Papa Yuda mengemudikan mobil dengan cepat. Tak ada kata yang terlontar dari mulut pria itu. Namun, dari sikapnya, aku tahu kalau beliau juga mengkhawatirkan Mas Angga. Jalanan yang senggang, membuat mobil yang kami tumpangi melesat tanpa hambatan. Hingga tak membutuhkan waktu lama untuk tiba di rumah sakit yang disebutkan penelepon tadi. Mobil yang dikendarai Papa Yuda
Read more
Mencari Bantuan
Mengingat Heri pernah memberiku nomor ponsel Naura, aku berencana untuk menghubunginya. Tak mungkin untuk menemuinya saat ini. Selain hari sudah mulai petang, aku juga sudah meninggalkan Papa dan Mas Angga terlalu lama. Papa pasti mencariku.Usai bertemu Angga, aku berhenti sejenak di taman kota yang tak jauh dari rumah sakit untuk menelepon Naura. Taman saat itu sedikit sepi. Hanya ada beberapa pengunjung saja. Aku lantas duduk di sebuah ayunan, lalu mengeluarkan ponsel dari tas kecil berwarna biru yang kubawa.Cukup lama, aku melakukan panggilan. Berdering, tapi tak ada jawaban. Beberapa kali aku mencoba. Hingga pada panggilan kelima teleponku dijawab.Tanpa basa-basi aku meminta waktu padanya untuk berbicara empat mata.Awalnya Naura menolak. Dia bersikeras tak ingin bertemu denganku. Aku juga sudah menjelaskan akan hubunganku Mas Angga. Namun, dia tetap tak mau mendengar. “Demi Allah, Naura. Mas Angga tak pernah menyentuhku. Selama ini kami tidur di kamar yang berbeda. Aku mo
Read more
Mencari Bantuan 2
Aku mengiyakan. Lekas kulangkahkan kaki ke musala rumah sakit untuk menunaikan kewajiban tiga rakaat. Aku juga pamit pada beliau, untuk menunggu waktu Salat Isya.Ketika kembali ke kamar Mas Angga, Papa sudah tak ada. Mungkin beliau sudah pergi. Aku lantas duduk di sofa. Pria yang ada di atas ranjang tampak tertidur lelap. Aku tahu dari suara dengkurannya.Hah!Aku mengembuskan napas. Batu tadi siang aku keluar dari rumah sakit. Kenapa harus kembali ke sini lagi. Aku sudah rindu dengan tempat tidur yang empul dan nyaman. Badan juga terasa pegal semua. Beberapa hari selama Zahir dirawat, tidurku tak nyenyak.Lelah, aku merebahkan diri di sofa. Hingga, aku tertidur lelap.***Suara brankar membangunkanku. Terdengar juga suara tangisan seorang wanita seiring dengan langkah brankar yang menjauh. Pasti ada pasien tadi dalam keadaan darurat. Lekas aku melirik Mas Angga yang masih terbaring di atas ranjang tanpa selimut. Aku memandang diri. Ada selimut yang menutupi. Pasti Mas Angga yang me
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status