All Chapters of Suamiku Terjerat Mantan Tunangannya yang Menjanda: Chapter 11 - Chapter 20
56 Chapters
Bab 11: Hadiahkah Ini?
Bab 11: Hadiahkah Ini? Aku menatap dokter itu dengan sorot mata bingung. Telingaku mendengarnya dengan sangat jelas, tapi rasanya tetap seperti mimpi. Bagaimana bisa dokter itu memvonisku mengandung? Benarkah ini? Sejak kapan ada bayi mungil di dalam perutku yang sangat rata? “Saya sarankan Anda mengunjungi dokter obgyn. Mungkin, masih kehamilan awal, makanya Anda belum menyadarinya.” Dokter tersebut berterus terang. “Saya juga tidak tahu apa yang terjadi di dalam pernikahan Anda, tapi saya sarankan ada baiknya Anda membahas hal ini dengan suami Anda. Dalam beberapa kasus, kehamilan bisa menjadi pemikat kuat antara pasangan.” Aku terhenyak. Rasanya masih tidak bisa dipercaya. Bagaimana bisa aku mengandung kembali setelah sekian lama kosong? Bahkan, hubungan terakhirku dengan Mas Janu itu bulan lalu. Apa saat itu? Aku mengusap dada. Denyut jantung jadi lebih cepat dibanding sebelumnya. Bukankah harusnya aku bahagia karena akan
Read more
Bab 12: Panggilan yang Mencurigakan
Bab 12: Panggilan yang Mencurigakan “Aku apa, Sari? Kenapa kamu jadi bingung begini, sih?” protesnya. Mas Janu lalu melirikku untuk kesekian kalinya. Dia pasti bingung melihat bagaimana gugupnya aku saat ini. Padahal, yang ingin kusampaikan padanya adalah berita besar yang tentu akan menggembirakan. “Apa pendapatmu soal kita ....” Lagi, lidahku kelu. Entah mengapa keraguan jauh lebih besar sampai aku tidak mampu mengungkapkannya pada Mas Janu. Benarkah ini pertanda akan ada hal buruk yang kami alami nantinya? Kuyakinkan lagi hati ini. Mas Janu berhak untuk tahu lebih dulu dibanding orang lain. Baru saja bibir ini hendak terbuka, Mas Janu berpaling ke arah gawainya yang dia simpan di dashboard mobil. Buru-buru Mas Janu mengambilnya, seolah khawatir jika aku merebutnya lebih dulu. Benda pipih yang mencurigakan itu berdering sangat pelan. Biasanya, Mas Janu selalu menyalakan dering lumayan keras agar dirinya bisa cepat me
Read more
Bab 13: Ketukan Pintu dan Panggilan Putus Asa
Bab 13: Ketukan Pintu dan Panggilan Putus Asa Malam itu, aku mengambil keputusan sulit dengan mengunci pintu depan. Mas Janu yang pergi untuk Desty tidak akan kuberi kesempatan untuk masuk. Dia sudah memilih, dan kubiarkan dia pergi dengan pilihannya. Semua itu kuterima meski hati ini tersayat sakit. Sembari menemani Nandya bermain, aku termenung berulang kali. Pernikahan yang kukira akan abadi, kapal yang kusangka akan terus berlabuh sampai ke pelabuhan terakhir, nyatanya goyang diterpa badai di awal perjalanan. “Nandya dan aku bisa tanpa papa,” bisikku pada diri sendiri. Nandya tidak mengerti arti dari air mata serta tindakan tersebut. Dia hanya terus bermain dan bermain, seolah esok hari akan tetap sama seperti ini. Lalu, kudengar ketukan pintu dari luar. Aku melirik jam di dinding, tepat pukul dua belas malam. Untuk pertama kalinya aku membiarkan Nandya bermain hingga larut dan aku terjaga dengan mata membengkak. K
Read more
Bab 14: Mas Janu dan Desty
Bab 14: Mas Janu dan Desty“Biadap sekali kalian berdua!” seruku dengan jari yang mengacung ke arah mereka.Bagaimana bisa Mas Janu dan Desty terus bersama meski kami baru saja bertengkar. Di depanku saat ini, Mas Janu duduk di atas kursi putarnya yang sempat kucintai, sedangkan Desty berada di depan meja dengan posisi condong ke arah Mas Janu.Mereka berdua sangat dekat, posisi mereka juga bisa menimbulkan kesalahpahaman. Saat aku menerobos ke ruangan mereka, hanya Mas Janu yang terkejut, sedangkan Desty berbalik dengan sikap yang sangat anggun, seakan sudah menanti semua ini.“Sari?” Mas Janu berseru. Dia hendak meninggalkan kursinya sebelum aku meluncur cepat ke arah mereka berdua.“Tidak perlu bangun, kali ini aku yang datang!” balasku.Begitu tepat berada di depan mereka berdua, kuambil botol tinta yang ada di atas meja Mas Janu. Benda itu aku buka dan isinya segera melumuri tangan.
Read more
Bab 15: Melaporkan Mas Janu
Bab 15: Melaporkan Mas JanuBolehkah begini? Aku mendadak ragu saat tiba di sebuah rumah yang sederhana.Pagi-pagi buta, aku datang ke sini tanpa sepengetahuan Mas Janu dan Mbok Sunem. Aku memboyong Nandya dan melarikan diri jauh dari mereka.Kuhela napas, rasanya tidak adil jika kulakukan hal ini. Tapi, hanya di sinilah perlindungan yang bisa kudapatkan sekarang. Mereka pasti akan memihakku, setidaknya untuk sementara waktu.“Mari, Sayang?” lirihku pada Nandya.Bayi itu masih terlelap di atas kereta bayinya. Kulepas benda itu dan langsung memasang kaki untuk menumpu. Kami akan menginap di sini sampai permasalahan ini mencapai titik terang. Tidak masalah jika Mas Janu dan Desty akan tetap menikah, tapi setidaknya aku berhasil membuat mereka tahu kelakuan sebenarnya Mas Janu terhadap anak dan istri sahnya.Kami lantas berjalan masuk. Mobil terparkir di halaman luas yang bisa digunakan untuk bermain sepeda.
Read more
Bab 16: Kebenaran dari Bibir Mas Surya
Bab 16: Kebenaran dari Bibir Mas Surya Kulihat pria bernama Surya itu ragu untuk jujur dan berterus terang soal ucapannya barusan. Bagaimana bisa dia tiba-tiba menyebutkan soal peringatannya terhadap Mas Janu lalu terdiam seperti kebingungan setelahnya? Jika sekarang dia mengelak, maka baik aku, ibu dan bapak mertua tentu tahu kalau Mas Surya sedang berdusta. “Jawab Mbak, Surya?” tuntut ibu mertua dengan intonasi yang tinggi. Wanita itu tidak menyangka jika adiknya yang berusia jauh di bawahnya itu bisa mengatakan sesuatu yang begitu mengejutkan. Tidak ingin tinggal diam dan hanya menonton, aku lekas bersuara setelah ibu mertua, “Apa maksudnya, Mas Surya? Apa yang sebenarnya terjadi di belakangku selama ini?” Aku hendak berdiri, namun ibu mertua meminta agar dia saja yang menghadapi Mas Surya. Memang benar, jika pria itu tidak akan mudah membuka mulut, apa lagi menurut pada permintaan orang lain. Hanya ibu Mas Surya saja yang didengar
Read more
Bab 17: Fakta yang Menyesakkan
Bab 17: Fakta yang MenyesakkanSudah jam lima sore dan Mas Surya serta bapak dan ibu mertua belum terlihat batang hidungnya. Tidak ada yang memberiku kabar, atau sekadar pesan singkat soal kondisi bapak di rumah sakit.Mas Surya juga tidak menghubungi, wajar saja mungkin dia memang tidak memiliki nomorku. Semoga saja tidak ada hal buruk yang terjadi dan bapak mertua kembali sehat. Setidaknya, berdoa adalah cara yang kulakukan untuk menebus dosa pada mereka.Lama duduk di sana, aku mulai merasa lapar. Bapak dan ibu serta Mas Janu pasti tidak akan pulang dengan banyak makanan. Mereka sedang di rumah sakit dan bukannya bersenang-senang.Kuputuskan untuk memasak. Dapur ibu mertua selalu dipenuhi oleh berbagai bahan makanan. Hampir tidak perlu ke pasar, kecuali saat di awal dan pertengahan bulan untuk mengisi stok yang menipis. Sisanya dihasilkan oleh kebun bapak.Butuh waktu hampir satu jam untuk memasakkan mereka teri sambal dan tumis
Read more
Bab 18: Mendung di Rumah Mertua
Bab 18: Mendung di Rumah MertuaAku terhenyak melihat kehadiran sebuah ambulans di belakang Mas Surya. Dia ternyata kembali lebih dulu memimpin jalan dengan mobilku, kemudian di susul oleh mobil yang terus mengeluarkan bunyi sirene.Kehadiran mobil itu mengundang rasa penasaran para tetangga kiri dan kanan. Mereka bergegas keluar dan tampak panik mendengar bunyi yang menandakan kesedihan itu.Mas Janu yang awalnya tidak mengerti perkataan pamannya lekas berdiri. Dia menatap dengan dua matanya yang jernih mobil berwarna putih tersebut. Kemudian, dia menghambur keluar tanpa peduli padaku atau Desty yang dia puja.“Bapak? Bapak ....” Mas Janu berteriak. Pintu belakang mobil ambulans terbuka dan dua perawat yang mengantar melompat turun. Mereka juga menurunkan brankar yang membawa jasad bapak dan membantu ibu mertua.Tampak wajah ibu mertua merah, pipinya basah bersimbah kesedihan, merenggut semua senyum yang selama ini ter
Read more
Bab 19: Selamat Jalan Bapak Mertua
Bab 19: Selamat Jalan Bapak Mertua Alangkah terkejutnya aku mendengar itu semua. Dibandingkan menyebut namaku untuk menenangkan warga dan kerabat, Mas Janu lebih memilih menyebut nama Desty. Pelaku yang menghancurkan kedamaian di dalam keluarga kami itu, haruskah dia membelanya di saat begini? Tidak cukupkah tinju Mas Surya hingga Mas Janu masih mencoba berulah?Akibatnya, warga terdiam. Mereka saling berpandangan dan mulai berbisik lebih tajam. Di depan wajah almarhum bapak mertua Mas Janu menyebutkan nama Desty dan mengakui wanita itu.“Cukup, Mas!” Aku berseru. “Apa kamu tidak bisa melihat kondisi saat ini?”“Diam, Sar! Kamu penyebab bapak pergi. Ulahmu yang merusak kedamaian di rumahku. Apa yang kamu lakukan di sini tanpa seizinku, hah?” Mas Janu berteriak.Terungkaplah sudah pertikaian di dalam rumah tanggaku dan Mas Janu. Semua orang yang ada di sana pada akhirnya mengetahui perihal persel
Read more
Bab 20: Benarkah itu?
Bab 20: Benarkah itu? “Mbak, tolong jangan asal bicara!” ujarku padanya. Wanita itu kuminta menjaga jarak dengan kode dua tangan. Benar kata Mas Janu dahulu, sebaiknya kuhindari dia agar tidak menambah masalah saja. Wanita di depanku ini sangat mudah bicara meski tidak memiliki bukti sekalipun. “Ya Mbak Sari, saya ini serius, loh! Mbak harus percaya sama saya karena memang ini informasi yang saya dapat secara langsung!” ucapnya. Kututup kedua telinga dengan telunjuk. Aku menunjukkan secara langsung padanya jika sikapnya barusan tidak patut untuk ditiru sama sekali. “Ih, Mbak ... jangan begitu. Kita kan sebagai perempuan yang dikhianati suami harus saling mendukung!” ucapnya lagi yang tentu saja aku respons dengan spontan. Dia sangat tidak sopan padaku. Padahal, kami baru bertemu lagi setelah sekian lama. Bibirnya yang tebal langsung menghujat pemilik rumah yang berduka karena kehilangan keluarga. Hal itu dilakukannya d
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status