All Chapters of Unexpected Wedding: Chapter 41 - Chapter 50
206 Chapters
Bab 41
“Mas … Raga.” Lintang mundur satu langkah. Tidak pernah menduga akan bertemu pria itu, di kantor Anwar seperti sekarang. Sejauh ini, Lintang sudah menyembunyikan diri. Ia tidak pergi ke mana pun, agar tidak bertemu dengan Raga secara kebetulan, seperti di toko buku tempo hari. “Lin …” Raga tidak jadi melangkah ke dalam lift dan melanjutkan ucapannya, karena Maha tiba-tiba menghalangi jalannya. “Saya mau bicara dengan Lintang.” “Tapi klien saya tidak mau bicara dengan Anda,” balas Maha formal. “Lintang.” Raga memanggil tanpa memedulikan Maha. Dari balik bahu pria itu, Raga bisa melihat kepala Lintang yang tidak ingin menampakkan diri. Gadis itu benar-benar menghindarinya dan tampak enggan melihat Raga sama sekali. “Ayo bicara sebentar.” “Pak Raga, liftnya mau dipakai orang lain, tolong pergi karena kami mau keluar,” pinta Maha masih berusaha sopan sembari menahan pintu lift agar tidak tertutup. Ia sadar saat ini masih berada di dalam lingkup perusahaan media. Banyak reporter yang m
Read more
Bab 42
Maha tersenyum tipis. Merasa puas, saat bisa menghalangi langkah Raga yang tidak bisa menyusul Lintang. “Ada yang mau saya tanyakan, terkait pembicaraan Pak Raga dengan Lintang barusan.” Raga menarik napas panjang sebentar. Menatap tidak suka pada Maha, karena sudah mencampuri urusannya terlalu dalam dengan Lintang. Terlebih lagi, pria itu tidak bisa diajak bekerja sama sehingga proses perceraian Raga akhirnya berjalan sebagaimana mestinya. “Silakan, dan jangan bertele-tele.” “Kenapa rujuk?” tanya Maha bersedekap dan tidak berniat untuk duduk karena tidak ingin berlama-lama. “Karena cintakah? Atau, cuma mau lebih menekan Lintang karena sudah lari dan membuat hubungan dua keluarga putus?” “Bukan dua-duanya,” jawab Raga jujur dan tidak merisaukan Lintang yang sudah pergi dari kafe. Sudah ada seseorang, yang akan mengikuti gadis itu di luar sana dan kali ini Lintang tidak akan lepas dari pantauannya. Tunggu saja. “Kalau begitu, tidak ada alasan untuk rujuk, dan saya akan usahakan kal
Read more
Bab 43
“Berengseeek!” Dari kemarin sore, baik hati dan mulut Lintang sibuk mengumpat. Mengeluarkan emosi yang tidak bisa tersalurkan, sampai-sampai ia tidak bisa berkonsentrasi untuk merekap pemasukan toko onlinenya pada hari itu. Pagi ini pun, Lintang tidak mood pergi ke mana pun untuk membeli sarapan. Mi instan dan telur yang ada di dapur pun, tidak berniat untuk di masaknya sama sekali, karena rasa lapar itu seolah tenggelam dalam kekesalannya. Lintang yang sedari tadi masih berbaring dan belum beranjak ke mana pun, tiba-tiba menutup wajahnya dengan bantal. Ia mencoba menggeram, berteriak sekencang mungkin agar bisa melegakan perasaannya. Namun, tetap saja perbuatannya itu sia-sia. Rasa kesal di hati Lintang masih belum bisa pergi juga. Tok tok Pasti Intan, tebak Lintang segera bangkit dan beranjak pergi membukakan pintu. Gadis itu mungkin hendak mengajaknya sarapan di luar, atau memasak mi instan di dapurnya seperti biasa bila tidak ada jam kuliah pagi. Akan tetapi, alangkah terkej
Read more
Bab 44
“Tante, buburku nggak habis, tapi aku sudah kenyang.”Mendengar hal tersebut, Lintang segera menjaga jarak dengan Raga. Segera mengubah wajah marahnya dengan tersenyum manis. Tidak mungkin Lintang akan marah-marah di depan bocah, yang tidak ada urusannya dengan masalah mereka.“Masih banyak, apa tinggal dikit?” Lintang menjatuhkan bokongnya di lantai teras. Bersila, kemudian bersandar pasrah pada dinding tembok di belakangnya. Ia hanya perlu bersabar, hingga dua minggu ke depan. Setelah kesaksiannya nanti, Lintang yakin hakim akan segera memberi putusan atas perceraiannya dengan Raga.“Tinggal dikiiit,” ujar Rama lalu menghampiri Lintang dan duduk di pangkuan gadis itu.Sedangkan Raga, akhirnya ikut duduk di lantai teras dan ia mengambil posisi tepat di samping Lintang. Gadis itu pasti tidak bisa bergeser ke mana pun, karena ada Rama di pangkuan.“Mas.” Lintang tidak bisa mengeraskan suaranya untuk protes pada Raga, karena ada Rama. “Masih banyak tempat kosong, kenapa duduk di situ.”
Read more
Bab 45
“Sekali lagi, makasih,” ucap Lintang pada Maha yang sudah berada di atas motor sportnya dan tengah memakai sarung tangan. “Harusnya, nggak perlu sampai repot datang ke sini. Aku cuma mau—" “Santai, Lin.” Maha tersenyum miring melihat Raga yang berdiri di belakang Lintang. Karena sudah ada sedikit kesepakatan yang bisa sejalan, maka Maha memutuskan untuk pergi dari rumah Lintang. Bukannya tidak ingin berlama-lama, tetapi ada sidang yang harus dihadiri Maha dua jam lagi. “Aku jadi punya alasan buat ke sini, kan?” “Dasar berengsek,” maki Lintang, tetapi hanya di dalam hati, sementara bibirnya mengukir senyum kecil di depan Maha. “Ya, udah, hati-hati di jalan.” “Oke!” Maha memakai helm, lalu menstarter motornya. Sebelum, ia menarik gas untuk meninggalkan Lintang, Maha dengan sengaja mengulurkan tangan untuk mengacak-acak puncak kepala gadis itu. Senang sekali rasanya bisa melihat ekspresi kesal Raga. “Nanti aku ke sini lagi, see ya!” Lintang yang terkejut dengan perlakuan tiba-tiba Mah
Read more
Bab 46
“Itu … uang Mas Raga yang tiap bulan ditransfer ke rekeningku.” Lintang memberi senyum datar pada Raga. Karena masih memendam kesal dan sedikit emosi, akhirnya Lintang mengungkapkan hal tersebut begitu saja. Harusnya, Lintang bisa menguasai diri dan tetap tenang sehingga semua itu tertutup rapat-rapat. “Ha? Jadi, sela—” “Nggak usah protes.” Lintang berdehem. Berusaha mengembalikan keangkuhannya di depan Raga. Ia tidak ingin terlihat lemah dan harus tetap tenang. “Itu hakku selama kita nikah, kan? Jadi, sah-sah aja kalau aku pake buat nyambung hidup. Situ sendiri yang dari awal ngelarang aku ini itu, jadi, ya, sudah! Jangan sekali-kali ungkit-ungkit uang yang sudah Mas Raga transfer ke rekeningku. Itu sama aja Mas Raga ngejilat ludah sendiri. Ngerti, kan, maksudnya?” “Kalau ada hak, berarti ad—” “Nggak usah ngomong masalah kewajiban.” Lintang sudah bisa menebak ke mana arah ucapan Raga. “Selama aku nikah sama Mas Raga, aku sudah berusaha nurut. Aku juga nggak pernah macam-macam di l
Read more
Bab 47
Lintang sudah benar-benar menutup telinga dengan gosip yang beredar di lingkungan sekitar. Ia juga tidak peduli bila para tetangga mencapnya sebagai istri yang tidak tahu diuntung, karena sudah memiliki suami seperti Raga. Bahkan, Lintang juga mendengar gosip dirinya berselingkuh dengan Maha. Karena itulah, Lintang memilih kabur dari Raga agar bisa lebih bebas menjalin hubungan dengan Maha.Ada-ada saja.Padahal, selain Maha masih ada beberapa pria yang kerap datang ke rumah Lintang untuk mengantarkan buku-buku, sekaligus bercengkrama. Namun, Lintang tidak pernah sekalipun digosipkan dengan mereka semua.Karena gosip tersebut jualah, Lintang semakin yakin untuk pindah dari tempatnya yang sekarang. Hanya tinggal menunggu ada yang menggantikannya mengontrak rumah, barulah Lintang pindah dari tempat tersebut. Untuk sementara, buku-buku yang ada akan Lintang titipkan di rumah Intan, bila Lintang belum mendapatkan tempat tinggal yang cocok.“Serius Mbak Lintang nggak ada hubungan sama pak
Read more
Bab 48
“Tapi, Mbak.” Suara Intan berbisik, karena khawatir akan terdengar Maha atau Raga yang sedang berada di teras rumah. Sementara Rama, seperti biasa sedang sibuk bermain dengan mobil remote controlnya, di ruang tamu Lintang. “Kalau kamu jalan sama bapak pengacara itu, tetangga pasti tambah julid. Omongannya pasti tambah lebar ke mana-mana. Apalagi kalian pergi naik motor gituan. Belum lagi, kalau pacarnya si bapak itu tahu, terus datang ke sini buat ngelabrak Mbak Lintang. Kan, tambah runyam.” Benar juga. Kenapa Lintang tidak berpikir sampai ke sana? “Beda cerita kalau kamu jalan sama mas Raga, Mbak,” sambung Intan mengeluarkan pendapatnya, karena sudah hafal dengan sikap ibu-ibu yang tinggal di sekitar lingkungan tersebut. “Meskipun tetap ada yang julid, tapi nggak akan ada yang mikir terlalu ekstrem. Seperti, Mbak Lintang pasti nanti langsung dicap cewek nggak benerlah, cewek gampangan atau … macam-macam.” Tubuh Lintang lantas merosot dengan helaan besar. Terduduk di tepi kasur sam
Read more
Bab 49
“Sorry, mendadak aku harus lihat rumah karena aku ada rencana pindah.” Cukup sederet kalimat tersebut yang dikirimkan Lintang pada Maha, sesaat sebelum ia menaiki ojek online yang sudah dipesan. Lintang hampir saja lupa bahwasanya ia juga memiliki rumah dari mendiang ibunya. Untuk itu, sepertinya Lintang tidak perlu mencari rumah lain lagi karena ia tidak perlu lagi bersembunyi dari Raga. Namun, kali ini Lintang tidak langsung pergi menuju rumah tersebut. Lintang akan pergi ke kantor lamanya untuk menemui Eza. Rencananya, Lintang akan meminta bantuan pada pria untuk mencarikan orang sekaligus kendaraan untuk membantunya pindah rumah. Sesampainya di kantor, Lintang menunggu Eza di lobi karena pria itu masih melakukan stok opname di akhir bulan seperti sekarang. Biasanya, para sales dan bagian administrasinya akan pulang lebih larut untuk menyelesaikan pengecekan tersebut. “Lintang …” Suara yang sudah sangat Lintang hafal, membuatnya segera mendongak lalu berdiri dari tempatnya. Seny
Read more
Bab 50
Sejak kemarin, Lintang sudah menonaktifkan nomor ponselnya. Ia menghindari telepon dan pesan dari Fajar, Maha, maupun Raga. Tidak hanya itu, Lintang juga tidak berada di rumah kontrakannya. Ia memilih untuk menginap di rumah mendiang sang ibu dan membersihkan seluruh ruangan untuk ditempati dalam waktu dekat. Lintang sudah muak melihat Raga dan Maha yang selalu saja berada di rumah kontrakannya, karena itulah ia mencari ketenangan di tempat yang lain.Masalah rumah kontrakan saat ini, untuk sementara akan Lintang biarkan begitu saja sampai ada orang yang ingin mengambil alih. Jika tidak, Lintang juga tidak akan rugi apa-apa, karena uang yang ia gunakan adalah milik Raga.Saat sudah berada di pengadilan, barulah Lintang mengaktifkan ponselnya, tetapi tidak berminat untuk melihat semua notifikasi yang masuk ke dalamnya. Bahkan, Lintang menutup toko buku online yang yang berada di beberapa marketplace, agar tidak memiliki tanggung jawab bila ada orderan yang masuk.“Lintang, kenapa aku n
Read more
PREV
1
...
34567
...
21
DMCA.com Protection Status