All Chapters of Unexpected Wedding: Chapter 51 - Chapter 60
206 Chapters
Bab 51
“Oh, aku lagi istirahat. Nggak enak badan,” ujar Lintang beralasan sambil memasukkan stok buku-buku yang masih berada di kamarnya ke kardus. “Makanya hape nggak aku aktifin. Toko di marketplace aja aku tutup, Za.”“Nggak enak badan? Sakit apa?” Eza jadi curiga dengan alasan yang diberikan Lintang. “Aku sampai ke sini sama pak Fajar, karena kamu nggak bisa dihubungi.”“Mas Fajar … ke sini?” Lintang menutup kardus yang sudah penuh dengan buku, lalu beristirahat sejenak. Mengingat Fajar, jelas saja Lintang juga mengingat seorang wanita yang menggandeng lengan pria itu, Celline. Ia pun tidak perlu menjelaskan terlalu panjang, mengenai alasan sakit yang diberikannya barusan. “Mau apa?”Eza mengendik. Menutup buku catatannya, lalu memasukkan ke dalam tas ransel. “Dia cuma bilang ada yang mau diobrolin sebelum balik ke Surabaya.”“Aku lagi di rumah almarhum ibu, yang mau aku pindahin sekarang ini.” Menurut Lintang, tidak ada lagi yang perlu dibicarakan dengan Fajar. Karena itulah, sampai det
Read more
Bab 52
Sebulan berlalu dari putusan sidang cerai antara Lintang dan Raga. Kehidupan Lintang kini lebih berwarna, karena semua beban sudah benar-benar ia lepas dari pundaknya. Dari masalah keluarga, Raga, Fajar, pun dengan Maha yang terkadang masih menelepon dan mengirimkan pesan yang bertanya mengenai tempat tinggal Lintang saat ini.Tentu saja Lintang tidak akan mau menggubrisnya, karena semua urusan di antara mereka sudah selesai.Lintang pun sudah kembali bekerja di bidang yang sama. Ia kembali menjadi sales buku di distributor berbeda, dan tetap menjalankan toko onlinenya sekaligus.Lelah? Tentu saja. Akan tetapi itulah harga yang harus dibayar bila ingin merubah masa depannya menjadi lebih baik lagi.“Kadang aku mikir, target omsetku tiap bulan terus naik, tapi, minat baca orang dengan buku cetak juga makin berkurang.” Lintang menghela panjang, ketika baru memasuki gedung diadakannya Nasional Book Fair tahunan siang itu. Salah satu event bazar buku terbesar, yang diselenggarakan setiap
Read more
Bab 53
“Masuk.”Lintang mengangguk mendengar perintah datar Indri. Melangkah masuk ke ruang VVIP rumah sakit, tempat Anwar di rawat. Andai pria itu tidak memintanya datang, Lintang tidak akan pergi ke rumah sakit meskipun mendengar pria itu jatuh sakit. Memang sekeras itulah, hati Lintang saat ini.Menurut sopir keluarga Dewantara yang menjemput Lintang di rumah, Anwar sudah berada di rumah sakit selama tiga hari. Sepulang dari luar kota, kesehatan Anwar menurun dan harus dilarikan ke rumah sakit dengan segera. Sepertinya, kelelahanlah yang menjadi pemicu hingga pria itu harus mendapatkan perawatan dengan segera.Lintang melihat Biya di sofa. Gadis yang tengah memandang ponselnya itu, melirik datar sekilas pada Lintang. Namun, Lintang tidak mau repot-repot menyapa, apalagi menggubrisnya.Yang jadi tujuan Lintang hanyalah Anwar. Setelah pria itu menyampaikan maksud hatinya, maka Lintang akan segera pulang. Pria itu masih terlihat pucat, tetapi Lintang rasa kondisinya sudah jauh lebih baik.“A
Read more
Bab 54
“Sandiwara selesai,” ucap Lintang tidak jauh dari pintu keluar ruang Anwar dirawat. Mempercepat langkahnya, walau terasa percuma karena Maha pasti dengan mudah sejajar dengannya. “Aku tahu, kamu begitu karena ada mas Raga, tapi, sekarang nggak usah akting buat manas-manasin dia. Kami udah cerai, dan nggak perlu yang begitu-begitu lagi.”“Siapa yang akting,” sanggah Maha setelah selesai memasukkan berkas ke tasnya dengan terburu. “Aku beneran mau ngantar kamu, Lin. Aku juga sudah tahu di mana kamu tinggal, dari om Anwar.”“Sekali aja kamu ke rumah, aku bakal pindah lagi.”Maha berhenti sambil meraih siku Lintang, agar gadis itu tidak meneruskan langkahnya. “Hei! Kamu ini kenapa? Semua kebaikan orang terus aja kamu tolak. Om Anwar ngasih saham lima persen karena dia peduli sama kamu, tapi apa balasanmu? Minta cash? Di mana adabmu sebagai anak?”“Sudah?” Lintang menarik tangannya dari cengkraman Maha. Semua yang dikatakan Maha barusan, tidak akan berpengaruh banyak bagi Lintang. Ia sudah
Read more
Bab 55
Lintang berdecak. Menutup pintu rumah dengan tendangan pelan. Menguncinya, kemudian berbalik. Ia bersandar pada daun pintu, lalu merosot jatuh. Mendudukkan dirinya di lantai. Seharusnya, hari ini ia tidak perlu bertemu dengan Raga. Namun … Yang membuatnya semakin kesal ialah, saat Lintang menyebutkan alamat tempat tinggalnya, Raga tetap memasang wajah datar. Pria itu berakting seolah-olah tidak pernah tahu di mana rumah Lintang. Padahal, Raga pernah mendatangi rumah Lintang satu kali. Tidak hanya itu, atas permintaan Rama, akhirnya Lintang memberi nomor telepon barunya pada Raga. Lintang benar-benar terjebak, dan kali ini ia tidak mungkin mengganti nomor ponselnya lagi. Seluruh customer barunya sudah mengetahui nomor Lintang, jadi, mau tidak mau ia harus tetap menghadapi kejadian yang tidak terduga di depan sana. Apapun itu. Akan tetapi, baru saja Lintang hendak menyingkirkan semua pikirannya mengenai Raga, ponselnya berdering. Sebuah nomor yang tidak ada dalam daftar kontaknya men
Read more
Bab 56
Kalau sudah begini, bagaimana bisa Lintang menghindari Raga? Pagi-pagi sekali, Lintang pergi ke rumah sakit karena sudah berjanji membawakan bubur ayam untuk sarapan bocah itu pagi ini. Sebelumnya, ia sudah meminta Raga menyuruh seseorang membelinya terlebih dahulu, karena hal tersebut termasuk kewajiban pria itu sebagai seorang ayah. Lintang hanya membantu dan selebihnya tidak ingin ikut campur. “Temui David di lobi, dia sudah beli bubur ayamnya.” Lintang membaca sebuah pesan dari Raga, setelah memarkirkan motornya. Pria itu menyuruh supir pribadinya, untuk membeli bubur ayam permintaan Rama tadi malam. Untuk itu, Lintang bergegas masuk ke lobi rumah sakit, dan mengambil bubur ayam yang berjumlah tiga porsi dari tangan David. “Kok, beli tiga?” tanya Lintang sambil mengangkat kantong kresek bening yang berisi tiga buah tempat bubur. “Disuruhnya tiga, Bu, sama bapak.” “Ya, udah, makasih.” Lintang bergegas pergi ke lantai tempat Rama di rawat, dan segera menuju ke ruang bocah itu.
Read more
Bab 57
“Jangan lupa ke rumah sakit, nanti Rama nggak mau makan siang.” Lintang menggeram setelah membaca sebuah pesan dari Raga. Ingin rasanya melempar ponsel di tangan, tetapi kalau rusak, Lintang jelas akan merogoh koceknya dalam-dalam. Bagi Lintang, ponsel seharga satu atau dua juta masih termasuk mahal. Karena itulah, ia harus menjaga dan bertanggung jawab atas barang yang dimiliki. Tidak perlu diingatkan pun, Lintang memang sudah berencana pergi ke rumah sakit. Daripada Rama tidak mau makan, dan pada akhirnya hanya membuat Lintang kepikiran, lebih baik ia mengalah dulu. Tanpa menghubungi Eni terlebih dahulu, Lintang langsung saja pergi ke rumah sakit, dengan membawa satu kotak donat. Tidak hanya itu, Lintang juga membawa dua bungkus mi ayam untuk makan siang bersama Eni. Sementara Rama, nantinya akan Lintang bujuk untuk memakan makanan dari rumah sakit. Setelah mengetuk lalu membuka pintu kamar tempat Rama di rawat, Lintang tidak langsung masuk ke dalam. Ia berdiri di ambang pintu, d
Read more
Bab 58
“Lintang datang lagi?” Retno merentangkan satu tangannya, untuk menunjuk kamar rawat inap Rama dari kejauhan. “Kenapa jadi berkelanjutan? Dan kenapa firasat Mama … Ga, kamu itu dari mau rujuk, pindah rumah jadi tetangga Lintang. Terus, sekarang? Apa lagi?” “No comment.” “No comment gimana maksudnya?” tuntut Retno semakin mencurigai sesuatu. “Kamu yang ajak Mama keluar, terus kamu juga yang bilang no comment? Mending Mama masuk lagi ke dalam, di sini panas.” “Ma, Mama.” Raga dengan cepat menghalangi langkah Retno. “Rama itu mulai susah diatur dan nurutnya cuma sama Lintang.” “Rama juga nurut sama Mama,” sanggah Retno. “Kamu aja yang ngada-ngada. Sejak kamu mau rujuk sama Lintang waktu itu, Mama sudah curiga kalau kamu mulai suka sama dia. Ngaku aja, Ga, nggak usah ditutupin.” Raga menggaruk leher dengan decakan kecil. “Mama jangan salah paham dulu. Mama, kan, tahu kenapa aku mau rujuk waktu itu. Jadi, nggak ad—” “Bohong aja terus.” Retno menepuk pelan dada putranya. “Tapi kamu ngg
Read more
Bab 59
Begitu pintu lift tertutup, tubuh Lintang spontan merosot lega. Berjongkok, dengan tatapan tertuju pada lantai lift yang terus berjalan turun. Sebenarnya, Lintang tidak ada masalah bicara dengan Raga di tempat yang terbuka, terlebih bila ada orang di sekitar mereka. Namun, saat membayangkan akan berada berdua di dalam lift yang tertutup, ingatan Lintang sontak berlari pada kejadian malam itu. Bagi Lintang, malam itu adalah malam yang sangat mengerikan. Melihat wajah Raga yang penuh amaran, ditambah dengan perlakuan kasarnya kepada Lintang, membuatnya merasa ngeri bila harus berada di satu ruang tertutup bersama pria itu. Saat denting lift berbunyi, Lintang segera bangkit dan bergegas keluar. Menarik napasnya dalam-dalam, lalu mencoba tersenyum untuk membuat mood-nya kembali tenang dan ceria. Saat Lintang sudah berjalan di area lobi, satu panggilan membuatnya menghentak kaki dengan keras lalu berhenti. Lintang berbalik, dan melihat Raga sudah di depan mata dengan terengah-engah. “Ap
Read more
Bab 60
“Kalau Rama makan bubur, nanti yang makan makanan rumah sakit siapa?” Pagi itu, Lintang datang lebih awal dan bubur ayam pun sudah tersedia seperti kemarin. Ia kembali menyuapi Rama, yang sudah tidak lagi memakai selang oksigen. Namun, masih ada jarum infus yang terpasang di lengan kiri bocah itu. Paling tidak, keadaan Rama sudah menunjukkan kemajuan. Semalam, Lintang sudah tidak sanggup bila harus pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Rama. Karena itu, ia hanya melakukan panggilan video dengan bocah itu, dan bicara panjang lebar sambil menunggu Rama menyelesaikan makan malamnya. “Papa yang makan,” jawab Rama setelah menelan buburnya. Lintang membuka buburnya sendiri, lalu memakannya. Sementara bubur yang satu lagi, sedang disantap Raga di sofa. “Tante, kalau nanti aku sudah pulang, Tante pindah lagi ke rumah oma, ya?” celetuk Rama dengan wajah penuh harap. “Kan, Tante sudah pernah bilang, Tante sekarang sudah punya rumah sendiri,” kata Lintang mengingatkan. “Jadi nggak numpang la
Read more
PREV
1
...
45678
...
21
DMCA.com Protection Status