Semua Bab SISA CINTA UNTUK ISTRIKU: Bab 11 - Bab 20
42 Bab
Bab 11
Saat tiba di rumah Maura, jantungku berdegup kencang. Padahal ini bukan yang pertama kali, tapi tetap saja hal seperti ini membuatku berdebar. Kulihat Mutia yang berdiri tegap di sampingku. Dia benar-benar tegar, ah, Mutiaku, kau memang luar biasa.Keluarga Maura sudah menyambut di depan pintu, terlihat ibu dan ayah dari Maura menyambut kedatangan kami dengan ramah. Sangat berbeda saat dulu aku datang untuk menjemput atau mengantar Maura. Terlihat sekali kalau mereka tidak menyukaiku. Aku sempat bingung dengan keadaan ini, bagaimana bisa keadaan berubah seratus delapan puluh derajat. Bahkan aku berpikir orang tuaku akan menghabisiku saat mereka tahu menantu kesayangannya telah aku campakkan, tapi ternyata tidak. Mereka setuju dengan keinginanku."Selamat datang, mari silakan masuk." Calon ayah mertuaku mempesilakan kami masuk.Kami semua duduk di sofa yang telah disiapkan."Kedatangan kami ke sini, untuk melamar anak Bapak yang bernama Maura untuk anak kami yang bernama Putra, apakah
Baca selengkapnya
Bab 12
Waktu begitu cepat berlalu, hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu, menikahi Maura merupakan satu impian yang saat ini sudah terwujud, kini kami sudah sah menjadi sepasang suami istri. Aku dan Maura berdiri di atas pelaminan, anehnya aku merasa kebahagian ini hanya milikku dan Maura saja. Tidak dengan keluarga kami. Ayah dan ibu mertuaku hanya menunjukan wajah datar, tidak seperti orang tua pada umumnya yang merasa terharu dan bangga ketika menikahkan anak gadis mereka. Seharusnya ayah dan ibu ikut berbahagia juga, karena ini adalah momen sakral untuk Maura, putri satu-satunya yang mereka miliki.Lalu saat aku mengalihkan pandangan pada kedua orang tua yang telah membesarkanku itu, semua tetap tak sesuai harapan. Ibu lebih banyak bersedih hari ini, sedangkan bapak hanya mampu menatap tajam ke arahku tanpa adanya garis senyum yang menghiasi bibirnya, beliau terlihat seperti sedang menahan amarah. Aku sungguh tidak mengerti dengan keadaan ini. Aku pikir mereka akan ikut bah
Baca selengkapnya
Bab 13
Acara tadi siang sungguh sangat melelahkan, membuat badanku terasa remuk. Termasuk hatiku yang tak karuan saat menyaksikan Mutia pergi bersama Aldiansyah. Mutia tidak pernah menatapku setajam itu, tatapannya selalu lembut, teduh dan menyejukan. Mutia juga tidak pernah berbicara sekeras itu padaku, bahkan saat aku mengatakan bahwa aku tak lagi mencintainya, dia tidak marah padaku, karena aku yakin Mutia sangat mencintaiku.'Semua gara-gara Aldiansyah si be**ngsek itu.' umpatku dalam hati.Bahkan setelah acara selesai, aku tidak lagi melihat Mutia di rumah Maura. Aku harus menemuinya dulu, jangan sampai mutia tergoda dan jatuh ke dalam pelukan pria modus itu. Aku yakin Aldiansyah bukanlah pria baik-baik. Lagi pula dari mana datangnya laki-laki itu, tiba-tiba saja datang di kehidupan Mutia.Maura masih di kamar mandi, aku berniat untuk menemui Mutia terlebih dahulu. Untuk menyelesaikan masalah tadi siang, aku tidak ingin dia salah paham dan membenciku.Baru saja aku melangkah hendak mera
Baca selengkapnya
Bab 14
Apa yang sedang kamu rasakan saat ini, Mutia?Benarkah tak ada rasa sesalmu telah bertahan dan membiarkanku membagi kasih?**********Aku masih di sini, duduk di dalam mobil dengan kaca terbuka, memandangi Mutia dari kejauhan. Aku tersenyum sendiri. Untuk apa aku melakukan ini, padahal Mutia adalah istriku, aku bisa menatapnya dari dekat sepuasnya, sebisa yang aku mau. Akhir-akhir ini aku merasa cintaku untuk Mutia tumbuh kembali. Jika ada yang bertanya sejak kapan, maka jawabanya sejak Mutia tidak lagi peduli padaku, sejak dia berhenti cerewet, berhenti membangunkanku, berhenti bertanya apa aku sudah makan. Aku merasa bahwa aku tidak bisa kehilangan dia. Aku butuh perhatiannya. Lalu dengan Maura? Dia tetap istri yang kusayangi, saat ini aku hanya sedang kecewa padanya. Aku benar-benar tak berkedip, kulihat mutia berganti posisi. Sebelah tangannya bertumpu pada pagar, sebelahnya lagi memegangi perutnya. Tubuhnya sedikit membungkuk, kulihat dia seperti sedang kesakitan.Aku keluar d
Baca selengkapnya
Bab 15
POV MutiaSaat pertama kali aku membuka mata, yang pertama kulihat hanyalah dinding yang berwarna putih. Pandanganku masih kabur dan membayang, kulirik keadaan sekitar hanya terlihat gorden berwarna hijau. Ahh, ya. Ternyata aku di rumah sakit. Pasti Mas Putra yang membawaku ke sini. Aku masih ingat saat berada dalam pelukannya aku kehilangan kesadaran.Aku pikir aku akan kuat menahannya, ternyata tubuh ini tidak bisa lagi di ajak kompromi. Aku terlalu lemah, atau mungkin penyakit ini sudah semakin tak terkendali. 'Pergi kamu dari sini, aku tidak sudi istriku di tangani olehmu. Masih banyak dokter yang lain 'kan?' Aku sangat tau itu suara Mas Putra. Kenapa dia berteriak seperti itu, dengan siapa pula dia berbicara.'Mutia pasienku. Dokter yang lain tidak akan mau menanganinya jika bukan aku yang menyuruhnya.' Kini suara itu berganti dengan suara tenang milik Aldiansyah. Arrgh, mereka memang selalu membuat keributan. Tidak bisakah mereka akur walau hanya sebentar, bahkan ini di rum
Baca selengkapnya
Bab 16
Kini badannya ambruk dalam dekapanku, Mutia kehilangan kesadarannya saat dalam pelukku.Aku meraung-raung memanggil namanya seperti orang kese tanan. Seumur hidupku, aku tidak pernah melihat istriku begitu terpuruk seperti ini. Apakah aku penyebabnya?*******Menyadari Mutia dalam keadaan tidak sadarkan diri, dengan cepat aku membopongnya, membawa Mutia ke rumah sakit terdekat.Perawat dengan gesit membawa Mutia masuk ke IGD. Salah satu dari mereka menahanku saat aku hendak mengikuti Mutia ke dalam ruangan."Maaf, Pak. Bapak tidak di izinkan masuk, silahkan lengkapi data diri pasien di bagian administrasi." Perawat muda itu menunjuk ke bagian depan."Baik, terimakasih, Sus."Aku pun segera menuju bagian yang di sebutkan perawat tadi. Karena aku tidak membawa kartu identitas Mutia, aku hanya memberikan keterangan secara lisan."Nama pasien Mutiara Andini sudah pernah terdaftar di sini, Pak. Beliau pasien dari Dokter Aldian Syahputra," ucapnya dengan lugas.'Mutia pernah berobat ke sin
Baca selengkapnya
Bab 17
Saat ini aku masih berada di parkiran, menimang kemana sebaiknya aku pergi.Bingung, harus menemui Maura yang sedang aku kurung atau pergi ke rumah Mutia terlebih dahulu. Kalau ke rumah Mutia terlebih dahulu, maka aku akan kemalaman sampai di rumah Maura. Kasihan juga dia, tadi aku meninggalkannya dalam keadaan emosi. Aku juga menguncinya di dalam kamar, takutnya dia lapar atau haus.Untuk mencari tau tentang surat tes lab Mutia yang di maksud Aldiansyah bisa besok-besok saja. Yang penting saat ini Mutia sudah di tangani dokter, besok juga pasti sudah sembuh, pikirku.Aku melajukan mobil ke arah rumah baruku dengan Maura dengan kecepatan empat puluh kilometer per jam. Jalanan lumayan sepi, ini sudah lewat tengah malam. Kulirik arloji menunjukan pukul dua belas lewat lima menit.Ada perasaan bersalah juga aku meninggalkannya begitu saja, meski tadi aku sempat kecewa harusnya ini bisa di bicarakan secara baik-baik. Benar kata Mutia, aku sendiri yang telah memilih Maura untuk kujadikan i
Baca selengkapnya
Bab 18
Rumah ini terlalu besar jika hanya ditempati oleh Mutia seorang diri. Luasnya mungkin tidak seberapa, tapi karena ada dua lantai, pasti itu menyulitkan Mutia untuk membersihkannya.Arrgh, kenapa baru terpikir sekarang, ya. Mutia melakukan semua pekerjaannya sendiri, melayaniku dengan tangannya sendiri, tidak ada asisten rumah tangga yang meringankan pekerjaannya. Pantas saja dia sering mengeluh capek. Langkahku gontai memasuki rumah yang menjadi saksi keharmonisan rumah tanggaku bersama Mutia, sebelum akhirnya aku sendirilah yang menghancurkannya karena mendua bersama Maura.Rumah ini begitu sunyi tanpa kehadiran Mutia, bahkan saat ini aku merindukan setiap kecerewetan yang dulu selalu Mutia lontarkan. Kini aku kehilangan sosoknya, jika dulu aku jenuh bahkan menjadikannya alasan pembenaran atas perselingkuhan yang kulakukan dengan Maura. Maka saat ini aku sangat merindukannya. Mungkinkah Tuhan sebenarnya sedang menghukumku karena telah mengabaikan istriku Mutia. Hingga kini aku m
Baca selengkapnya
Bab 19
Setelah memarkirkan mobil di halaman depan, aku segera masuk ke dalam rumah tempat di mana aku di besarkan. "Assalamu'alaikum. Bu, Pak." Dengan suara tertahan aku memanggil mereka. Ibu sedang duduk di sofa ruang TV."Wa'alaikumsalam. Loh, Putra. Datang sendirian, Nak? Mana istrimu Maura?" tanya ibu heran, kepalanya terus celingukan mencari keberadaan Maura."Putra sendirian, Bu." Bergegas aku menghampirinya, mencium tangannya takdzim. Duduk dilantai menggenggam tangan Ibu. Entah kenapa dadaku terasa begitu sesak, seperti ada sesuatu yang ingin aku tumpahkan dari dalam diri ini.Lama aku terdiam dalam posisiku."Nak? Ada apa? Bolehkah Ibu tau?" tanya ibu sambil memegang pundakku."Ibu ... Mutia ...." Aku tak sanggup lagi meneruskannya. Bibirku bergetar, lidah ini terasa begitu kelu, hingga akhirnya tangisku pecah dalam pangkuan ibuku."Yang sabar, ya, Nak. Mutia wanita yang kuat, dia pasti bisa melewatinya dengan baik," ucap Ibu lirih, suaranya bergetar hampir menangis. Aku mendongak
Baca selengkapnya
Bab 20
Tak terasa, sebulan sudah aku menjalani kehidupan pernikahan dengan dua istri. Selama itu pula aku tinggal secara bergantian, seminggu dengan Maura seminggu dengan Mutia. Terus saja seperti itu. Lama-lama aku berasa jadi piala bergilir, tapi aku tetap menikmatinya. Minggu ini adalah jatah bersama Mutia. Yang aku suka darinya, aku selalu dilayani dengan baik. Segala kebutuhanku disiapkannya. Seperti pagi ini, sebelum aku berangkat bekerja sarapan sudah terhidang dengan rapih di atas meja. Hal yang tidak bisa di lakukan oleh Maura selama menjadi istriku. Namun, Maura juga punya kelebihan yang tidak dimiliki Mutia. Dia pandai memu askanku di atas ranjang."Mutia, kamu jangan terlalu banyak beraktifitas. Aku gak mau kamu sampai kelelahan." Aku mendekati Mutia yang sedang sibuk membersihkan peralatan bekas memasak."Hanya ini yang bisa kulakukan Mas, anggap saja ini sebagai baktiku pada seorang suami di sisa-sisa hidupku," ucapnya santai. Aku tidak suka saat Mutia membicarakan tentang kem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status