All Chapters of Pedalaman Gumantra: Chapter 11 - Chapter 17
17 Chapters
Rencana Pelarian
Malam ini tak ada yang dapat memejamkan mata. Peristiwa yang dialami Devana membuat semuanya cukup trauma. Terutama Carissa, perempuan cantik itu kini tampak termenung di dekat sebatang pohon di dekat balai sambil mengusap perutnya. Sylvia yang melihatnya perlahan menghampiri."Kau kenapa?" tanya Sylvia."Tidak, aku masih trauma bila mengingat yang dialami Mbak Devana," jawab Carissa. Sylvia menghela napas pelan lalu mengelus pundak sahabatnya itu."Semua juga trauma, begitupun aku. Lihat, semua tak dapat tidur," ucap Sylvia."Tapi Syl, aku jadi kepikiran masalahku sendiri," bisik Carissa melirik perutnya. Sylvia mengikuti arah pandang sahabatnya itu dan akhirnya mengerti apa yang dikhawatirkan Carissa."Kau harus beritahu dia Car, dia harus tahu," ujar Sylvia. Kedua pramugari itu saling pandang sejenak. Carissa tampak bingung dan beberapa kali menoleh pada seseorang di dalam balai. Orang itu adalah Brady, sang pilot.Merasa diperhatikan, Bradypun menoleh dan melihat kedua pramugariny
Read more
Pelarian
Mahesa menatap nanar pohon mangga di halaman depan villa pagi ini. Udara masih terasa dingin, dan embun masih setia menempel di permukaan daun.Tak lama, Imelda mendekati pemuda itu yang kini duduk di teras. Imelda menghela napas sejenak kemudian duduk di samping sang anak tiri. Mahesa akhirnya menoleh karena merasa lamunannya buyar. Ia sedikit mendengus ketika menyadari bahwa sang ibu tiri kini duduk di sebelahnya."Mau apa Tante kesini?" tanya Mahesa pelan. Imelda tak segera menjawab, ia menelan ludah getir."Sa, Mama tidak apa kalau kamu belum bisa memanggil Mama. Mama juga tidak apa jika kamu membenci Mama, tapi satu hal yang Mama minta, kamu jangan pernah membenci papamu ya. Dia itu sangat menyayangimu," ucap Imelda perlahan dengan penuh kehati-hatian. Mahesa malah mengeluarkan nada mengejek."Jika dia sayang sama aku tidak mungkin jadi seperti ini," jawab Mahesa. Imelda menghela napas getir beberapa saat. Ia masih teringat kata-kata Mahesa tadi malam yang menyesalkan sang ayah m
Read more
The Insects
Marinka Vista adalah seorang gadis berusia 22 tahun. Ia tercatat sebagai salah satu mahasiswi jurusan Seni Budaya di salah satu universitas swasta di Jakarta.Marinka terlahir memiliki bobot tubuh yang melebihi bobot bayi pada umumnya. Iapun tumbuh menjadi anak dengan berat diatas rata-rata anak seusianya. Ketika anak-anak hingga remaja, Marinka sering diledek teman seusianya karena bentuk tubuhnya yang besar. Itu membuatnya tak percaya diri.Marinka juga bukan berasal dari keluarga kaya. Ia hanya anak seorang pedagang kain dan sejak remaja sudah sering membantu sang ayah berjualan.Hingga dewasa, Marinka sering merasa minder jika berkumpul bersama teman-temannya karena bentuk tubuhnya yang gempal. Ia iri dengan gadis-gadis bertubuh langsing dan cantik. Terutama pada Sherly, mahasiswi populer di kampusnya.Sherly memiliki cukup banyak penggemar, bukan hanya di kampus tapi juga di dunia maya. Sebab, Sherly merupakan seorang content creator yang memfokuskan isi kontennya tentang review
Read more
Muka Dua
Pagi menjelang, langit kembali terang. Mahesa sedang duduk di bawah sebatang pohon dan menatap langit. Ia menatap gumpalan-gumpalan awan hitam di atas. Tampak masih sama, seperti wajah-wajah yang memperhatikan mereka.Sementara Brady, Carissa, dan Sylvia tampak masih tidur berguling di tanah tak jauh dari Mahesa. Sedangkan Fabian sedang berdiri termenung menatap nanar pepohonan tinggi yang tegak menjulang di hadapan mereka."Mas..." perlahan Mahesa mendekati pria itu. Fabian menoleh dan menghapus lelehan air matanya."Kenapa?" tanya Fabian."Aku tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang kita cintai," bisik Mahesa mengusap pundak pria itu."Ah, kau tahu apa? Berapa umurmu?" tanya Fabian pula."24 tahun, tapi aku tahu rasanya Mas. Aku pernah ditinggal ibuku untuk selama-lamanya," jawab Mahesa pula. Mendengar hal itu Fabian balas mengusap pundak pemuda itu memberikan rasa empati."Tapi setidaknya, mungkin cara kematiannya tidak setragis istriku," ujar Fabian pula. Mahesa hanya menghel
Read more
Termutilasi
Fabian sedang memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam koper ketika terdengar bunyi ketukan di pintu depan. Pria itu mendengus sejenak dan mencoba mengabaikan ketukan itu."Bian, kamu bisa tolong bukakan pintu tidak?"Terdengar suara Devana dari dalam kamar mandi berseru. Rupanya sang istripun mendengar ketukan itu untuk kedua kalinya."Iya," sahut Fabian akhirnya. Siapa yang datang pagi-pagi begini, pikir Fabian. Ia melangkah keluar kamar dan mendekati pintu depan. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi ketika ia membuka pintu.Ketika daun pintu terkuak, rupanya yang berdiri di depan pintu itu adalah seorang pria bersetelan rapi yang sedang membawa beberapa kotak. Fabian melirik sekilas gambar di kotak di pegang si pria, sepertinya kotak itu berisi peralatan rumah tangga, terlihat dari gambarnya."Ada apa Mas?" tanya Fabian dengan pandangan sedikit meremehkan."Selamat pagi Bapak, maaf mengganggu waktunya. Perkenalkan saya Wisnu dari PT...""Sudah, langsung saja. Mas mau apa? Mau menawar
Read more
Pengkhianatan yang Berujung Maut
Carissa dapat mendengar suara tawa cekikikan dari gubuk ketiga. Ia tahu itu suara tawa Daryo, dan ia juga tahu bahwa di dalam gubuk itu ada Fabian yang sedang di sekap. Sementara dirinya sendiri berada di gubuk keempat dalam keadaan kaki dan tangan yang juga di rantai."Toloooong!" pekik Carissa mencoba berseru. Berharap seseorang dapat mendengar suaranya meski rasanya mustahil.Perlahan, ia mendengar suara menderit. Ketika ia menoleh, rupanya pintu gubuk mulai terbuka dan seseorang melangkah masuk. Itu adalah Kanti, dengan membawa sebuah celurit di tangannya. Perempuan muda itu tersenyum pada Carissa, namun senyum yang sedikit menyeramkan."Jangan berisik," bisik Kanti ketika ia sudah berada di dekat Carissa. Carissa mendelik takut padanya."Tolong Mbak, lepaskan saya. Tolong kasihani saya, kita sama-sama perempuan," bisik Carissa memohon. Namun Kanti malah tertawa dan menyorotkan pandangan yang menakutkan."Sudah terlambat Carissa," bisiknya dengan nada aneh."Jika Mbak tidak peduli
Read more
Mati Suri
Di gubuk dua, Mahesa kini sedang terengah-engah mengatur napasnya. Setelah kembali ke gubuk ini dan terikat rantai begini, Mahesa tak berhenti mendengar jeritan demi jeritan.Mahesa sempat mendengar jeritan Fabian di gubuk tiga, Carissa di gubuk empat, dan terakhir jeritan Brady di gubuk satu. Gubuk yang bersebelahan dengan gubuk tempat dirinya disekap.Apakah teman-temannya itu sudah mati semua? Atau masih hidup dalam siksaan? Mahesa tak tahu, sebab ia tak dapat melihat kondisi di luar gubuknya. Tapi sejak jeritan Brady yang terakhir, memang ia tak mendengar jeritan lagi.Kali ini, pintu gubuk mulai terbuka. Mahesa melirik ke arah pintu dan melihat Lasun masuk membawa cambuk. Di belakangnya ada Ebiet yang memegang pisau. Mahesa bergidik cemas."Bu, saya mohon jangan sakiti saya," bisik Mahesa bergetar. Namun Lasun tersenyum dan duduk di dekatnya. Ia bahkan membelai wajah Mahesa yang penuh dengan peluh."Selamat datang di neraka," bisik perempuan itu. Mendengar hal itu Mahesa bergidik
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status