Semua Bab Mertua Cerdas VS Menantu Licik: Bab 21 - Bab 30
42 Bab
16 A
"Kenapa bilang begitu, Bu? Bukannya tadi Bu Lilis tak suka pada saya? Hanya menompang di rumah menantumu ini. Saya hanya benalu di dalam rumah tangga menantumu," pancingku. Sengaja menggunakan kata 'menantumu' dari pada anakku. Supaya dia merasa lebih dekat pada Akmal, anak kesayangan dan juga semata wayangku. Bu Lilis menggeleng seraya mengusap pelupuk mata yang menggenang. Ia mengatur nafas, lantas bersuara. "Sa-saya cuma iri, Bu Dijah. Ibu mendapatkan anak yang soleh dan sekaligus bisa menganggap Santi seperti putri sendiri. Bu Dijah seperti punya sepasang anak yang sayang pada Ibu. Mereka juga tinggal bersama Ibu, sedangkan saya kini tak memiliki apa-apa. Ibu semakin lengkap, tapi saya kesepian," cerocos besanku, mengeluarkan uneg-uneg yang membuat dia selalu ketus padaku. Aku tersenyum seraya mengusap bahu besanku. Apakah dia mengira kalau aku sudah merebut putrinya? "Santi itu masih putri Bu Lilis dan Akmal anggaplah sebagai putra Ibu. Seorang istri memang seharusnya ikut s
Baca selengkapnya
16 B
"Oh ternyata begini kelakuanmu di belakangku, Ma. Kamu jelek-jelekin suamimu sama besan kita? Kenapa pergi ke sini gak kabarin papa dulu? Memangnya Santi itu anakmu saja? Aku juga orang tuanya," cerocos papanya Santi. Entah mulai kapan dia berdiri di belakang kami. "Eh Pak Wiro, kapan datang? Mari ke depan, Pak!" ujarku ramah lalu bangkit dan berjalan bersisian dengan Bu Lilis yang cemberut menuju ruang tamu. Di sana ada Akmal dan Santi sedang duduk bercengkrama."Kamu ngapain sih datang kemari, Pa? Kamu itu selalu bikin masalah. Dimana-mana ada utang. Harusnya papa itu kerja yang rajin biar hidup kita lebih makmur, Pa. Papa memang ngasih uang ke mama, tapi dengan cara minjam ke orang lain. Ujung-ujungnya mama juga yang pusing. Mama bosan ditagih rentenir setiap saat. Lebih baik Mama tinggal di sini aja sama Santi," sergah Bu Lilis.Anak menantuku berpandangan seraya membeliakkan mata. Santi mendekat dan duduk di antara orang tuanya."Mama sama Papa apa gak malu bertengkar terus? Ka
Baca selengkapnya
17
"Sayang! Maafkan mama ya telah membuat kamu malu dan juga kesal. Permasalahan mama dan papa pasti sudah membebani pikiranmu. Padahal kamu sedang mengandung," ujar Bu Lilis, mengusap bahu menantuku. "Iya, papa juga minta maaf ya, Nak. Kami ini orang tua kamu, tapi tidak bisa memberikan contoh yang baik. Papa tak bisa menjaga ucapan karena melihat mama kamu diam-diam ke sini tanpa memberitahu papa." Pak Wiro menimpali. "Udahlah, Pa. Kita ini mau minta maaf, bukan mau saling ngungkit kesalahan," cetus Bu Lilis. "Ya Allah! Sakit!" Santi meringis sambil memengangi perutnya. Kutahan lengan Akmal agar tidak masuk. Aku juga khawatir kalau terjadi apa-apa dengan calon cucuku."Kamu kenapa, San? Perut kamu sakit? Kita ke Dokter, ya?" cecar Bu Lilis. Kedua besanku mendekati Santi dengan sedikit membungkuk. Santi membuang muka ke arah jendela. Aku dan Akmal yang berdiri di muka pintu kamar jadi deg-degan. Takut kalau Santi dan orang tuanya jadi berdebat lagi. "San! Jangan diamin kita terus
Baca selengkapnya
18 A
Kebetulan ada dua tanggal merah di minggu ini dan Lita diijinkan bosnya cuti beberapa hari agar bisa seminggu di kota ini. Aku sengaja menyuruh Lita datang ke sini agar bisa bertemu dengan calon yang dipilihkan Akmal. Aku sudah merindukan gadis manis itu. Seminggu di sini, aku bisa membawanya keliling-keliling kota. Lita adalah keponakanku dengan pemikiran cukup modern. Kasihan kalau dia terkungkung dengan pemikiran primitif masyarakat kampung kami. Makanya aku ingin dia menikah dengan orang kota agar bisa mengembangkan diri. Bukan aku tak ingin menyuruh Akmal mencari pekerjaan buat Lita di kota ini. Aku ingin sekali. Bahkan Akmal pernah membicarakan hal ini karena aku sering video call dengan Lita. Tapi di mana dia akan tinggal tentu menjadi tanggung jawabku. Aku takut kalau melepaskannya ngekost sendirian dan tidak ada yang mengawasi. Dia belum terbiasa menghadapi kerasnya kota dan pergaulan yang kurang baik. Namun membawa Lita tinggal bersama keluarga kecil anak menantuku juga bu
Baca selengkapnya
18 B
"Iya, Bu. Ini semua berkat kesabaran Ibu. Mungkin kalau Ibu tidak membimbing istriku, Akmal tidak akan pernah merasakan damainya pernikahan," lirih Akmal, lantas memelukku. "Kamu berlebihan, Sayang. Allah yang memberi hidayah sedangkan kita cuma berusaha. Santi adalah manusia pilihan yang berhak mendapatkan nikmat hidayah. Makanya ibu harus selektif memilih jodoh untuk Lita. Tidak semua orang punya kesempatan seperti Santi. Ibu tahu kalau Lita tak punya teman lelaki selain kamu. Itu pun sebelum kamu kuliah," ungkapku."Tidak ada yang lebih baik selain pilihan Ibu. Coba tanya teman-teman Ibu saja kalau gitu," usul Akmal yang membuatku berbinar. Kenapa aku tidak kepikiran dengan hal itu? Setelah punya banyak waktu dengan Santi, aku membisukan notifikasi obrolan grup alumni STKIP Pargumbangan. "Betul juga usulmu, Mal," kekehku lantas mengambil ponsel dari saku gamis. [Ada yang punya anak lelaki yang mau nikah gak sih?] tulisku di grup. Kebetulan banyak yang online. Mungkin karena hari
Baca selengkapnya
19 A
"Sayang! Kamu hanya salah faham tentang ucapan Lita," tuturku saat menemukan Santi duduk di sisi ranjang kamar mereka. Kuusap dengan penuh kasih bahunya yang sedikit berguncang. "Aku bukan menantu yang soleha, Bu. Santibukan menantu impian Ibu. Lita punya segalanya yang Ibu inginkan. Apa dia berencana mau merebut suamiku?" cecar Santi, memutar badan menghadapku. Aku tersenyum tipis dan menyentuh jemari tangan menantuku.Saat di kampung ia tidak begitu terkejut dengan penuturan adikku Arman yang mengatakan kalau seharusnya Akmal menikahi Lita. Dia tak cemburu saat melihatku dekat dengan Lita yang hampir selalu tidur bersama. Kukira dia tidak memiliki kecemburuan kalau ada orang yang menginginkan suaminya. Aku ingin anak dan menantuku saling memiliki rasa cemburu. Jangan sampai mereka biasa-biasa saja saat salah satu dekat dengan lawan jenis "Itu tidak benar, Santi. Lita dan Akmal itu dulu sangat dekat karena sepupuan dan Lita tak punya teman lelaki selain Akmal bahkan sampai sekara
Baca selengkapnya
19 B
"Permisi, assalamualaikum!" seruku setelah melihat tulisan ayat kursi kecil terpajang di atas pintu. Berarti pemilik rumah ini beragama yang sama denganku. "Apa ada yang bisa dibantu?" seruku lagi. Karena tak ada jawaban, aku melongok dari kaca jendela yang sedikit terbuka dan mencoba menyingkap tirainya. Subhanalloh, seorang lelaki yang lebih tua dariku sedang terjatuh dari kursi rodanya. Sejak kapan ada orang tua di rumah ini? Yang kutahu cuma ada sepasang suami istri yang yang sibuk bekerja di luar. Pergi pagi-pagi sekali dan pulang setelah hari hampir gelap atu bahkan sering kali selepas isya. Aku melihatnya karena sering duduk di teras sambil menulis novel di aplikasi. "Ada kakek tua di sana, San! Kita bantu ya!" ujarku."Ih, gak usah, Bu. Mereka itu bukan urusan kita. Orang yang punya rumah ini saja sombong, tidak pernah kita saling menyapa. Pulang saja, Bu," ajak Santi menolak usulku. Ia terus saja melihat jalanan yang ramai, mungkin takut dikira orang maling. Sebagai orang
Baca selengkapnya
20 A
Entah kebaikan apa yang dilakukan orang tuaku hingga seorang Santi yang gaya hidupnya jauh dari kata soleha bisa dipersunting lelaki taat agama. Bukan kesalehan memang yang membuatku suka padanya, melainkan lelaki bernama Akmal itu memiliki posisi yang tinggi di perusahaan tempat ia bekerja. Terlebih perusahan itu cukup ternama. Gajinya tentu lebih dari cukup untuk memenuhi gaya hidupku yang hedon. Penampilanku dengan pakaian longgar dan lebar saat pertama tak sengaja bertemu dengannya membuatku mendapatkan kesempatan emas ini. Mungkin suamiku yang sekarang mengira kalau aku sesoleha pakaianku. Padahal aku hanya takut ada yang mengenalku di pesta pernikahan temannku sewaktu mondok dulu. Malu lah kalau sampai diolok gara-gara tidak menutup aurat secara tak sempurna. Impianku untuk menguasai harta suami, lantas meninggalkannya jika tak punya uang lagi tidak diridhoi Allah. Ibu mertua yang seorang janda mau diajak tinggal di kota. Kesan seorang mertua jahat langsung tertanam di pikiran
Baca selengkapnya
20 B
. "Bang! Aku pengen makan martel lah," rengekku, bergelayut manja di lengan suamiku. Setelah beberapa bulan malas melihat wajah bang Akmal yang kata bidan itu hal yang wajar, sekarang aku malah pengen terus bersamanya. Tiada hari tanpa berbalas pesan dan menelpon suamiku. "Martel? Tumben? Ya udah, abang pesan dulu ya," balas lelaki yang bertanggung jawab atas perutku yang membuncit ini. Ia mengutak-ngatik ponsel sambil mengacak rambutku. "Iya, yang banyak, Bang," balasku, tersenyum hangat. Mendadak aku pengen cemilan itu, padahal jatang sekali aku memakannya. Sebaliknya, semua makanan kegemaranku mendadak tak bisa kutelan. "Eeeh, apa-apaan kalian ini? Masa' cucu ibu dikasih makan martel," protes mertuaku. "Loh, memangnya kenapa, Bu? Santi tidak alergi telor kok," balasku dengan kening berlipat. Bang Akmal menggendikkan bahu ke arahku, kami sama-sama bingung. Tak biasanya ibu melarang-larangku makan sesuatu yang kuinginkan. Lagian aku juga tak meminta makanan yang aneh-aneh, cuma
Baca selengkapnya
21 A
"Kalau kamu sudah jadi istri yang baik, jangan khawatir suamimu berpaling. Banyak Dila lainnya di luar sana yang mungkin takjub pada Akmal. Tapi tak mungkin kan kalau kamu selalu di sampingnya. Akmal juga harus bekerja untuk kita. Jangan terlalu mudah cemburu, San! Curiga boleh, menuduh jangan ya, Sayang!" ujarku pada Santi. Aku jadi tempatnya mengadu jika hati menantuku sedang tidak tenang begini. "Ibu belain Bang Akmal?" cetusnya. Aku mengelus dada. Memiliki menantu tidak lah semudah dalam angan-angan. Aku harus berpikir matang-matang memberikan nasihat untuk keduanya. Salah-salah ucap bisa memancing kobaran api pertengkaran."Ibu gak belain suami kamu, San. Posisi kalian sama di hati ibu. Kalau ada yang salah, harus diluruskan. Bukan mentang-mentang Akmal anak ibu, dia gak pernah salah. Ini kan cuma kecurigaanmu saja. Lebih baik didoakan saja agar suami kamu setia lahir batin," balasku seraya tersenyum simpul.Santi masih mengerucutkan bibir dan terus memandangi isi kotak persegi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status