All Chapters of SANG MAFIA PENGUASA: Chapter 11 - Chapter 20
112 Chapters
11. Hubungan Tersembunyi
Alden memasuki ruang bawah tanah bangunan itu, dia menemukan ruangan yang kelam dengan sinar lampur redup yang terangkat dari lantai kayu yang sudah usang. Di tengah ruangan, matanya menangkap sosok Alana yang terikat di kursi dengan matanya yang terpejam. Alden bergerak dengan cepat, membebaskan Alana dari ikatan yang mengikatnya. Detik-detik itu terasa seperti waktu yang tak berujung, namun akhirnya Alana bisa merasakan kebebasan tangan dan kakinya. “Alana, apa kau baik-baik saja?” tanya Alden dengan suara lembut, mencoba membangunkan Alana. Alana membuka matanya perlahan, pandangannya langsung bertemu dengan mata tajam Alden. Dia bisa merasakan kelegaan yang mendalam saat melihat Alden di sana. “Alden...,” bisiknya dengan suara yang kemah namun penuh dengan rasa syukur. Tidak ada waktu lagi, Alden segera keluar dari bangunan itu membawa Alana menjauh dari bahaya yang mengancamnya. Alana dibawa ke mo
Read more
12. Tawaran yang Menarik
Frey menggeleng cepat, mencoba menepis kebingungan Alden. “Tidak, Tuan. Kami hanya rekan kerja, dan aku menghargai keberanian dan profeisionalisme detektif Alan,” jelasnya. Alden masih memandang tajam, tetapi kemudian mengangguk seolah menerima penjelasan Frey. “Baiklah, selama kau tidak mengganggu tugasmu gara-gara ini, itu tidak masalah,” ucap Alden. Frey menghela napas lega, “Terima kasih, Tuan. Aku akan memastikan semuanya ini tetap berjalan lancar.” Setelah percakana itu, Alden meninggalkan ruangan dan kembali ke dalam kamarnya yang ada di markasnya itu. Pikirannya terus memutar-mutar informasi yang mereka dapatkan, mencoba mengaitkan setiap petunjuk yang ada. Sementara itu, Frey kembali ke timnya untuk terus menyelidiki jejak organisai rahasia tersebut. Pun dengan Jessica yang kembali dengan kesibukannya sendiri. Malam semakin larut, markas Alden terasa semakin hening. Alden duduk sendirian di ru
Read more
13. Target Selanjutnya
Alana mengangkat dagunya dengan mantap menatap Alden. Dia tidak akan membiarkan pesona Alden mempengaruhi keputusannya. “Aku menghargai tawaranmu, Tuan Alden. Tapi aku telah memilih menjadi detektif. Tidak ada gaji yang bisa mengganti kepuasaan menuntaskan kasus-kasus,” jawab Alana dengan tegas. Alden tersenyum penuh arti. Ia menganggumi ketegasa Alana. Tanpa berkata apa-apa, ia memundurkan dirinya sedikit. Alana merasa sedikit lega, dan segera bangkit dari atas kaki Alden. Dia berdiri dengan canggung, dan kejadian barusan masih membuat hatinya berdegup kencang. Ada magnetisme yang sulit diabaikan. Tok... tok... tok Suara ketukan pintu membuat keduanya tersadar dan saling pandang. Alden beranjak dari duduknya, dan pergi membuka pintu. Makanan yang dipesannya baru tiba. Ia pun mengajak Alana untuk sarapan bersama. “Ini baru namanya makanan,” ucap Alden kembali menyindir Alana. Al
Read more
14. Markas Utama
Alana mencoba mengingatnya kembali. Suaranya memang persis seperti suara atasannya, tapi nomor yang digunakan memang berbeda. Saat itu, ia tidak berpikir dengan jernih, dan segera mengambil tindakan karena telepon dadakan. “Aku tahu aku salah, maafkan aku,” ucap Alana dengan sungguh-sungguh. Alden terdiam, keningnya mengkerut memperhatikan gadis itu. Dia masih tidak habis pikir dengan Alana. Ketika Alana menyampaikan rencananya, dia terlihat sangat tegas dengan keseriusannya. Namun, ketika dia terlalu ceroboh untuk hal-hal sepele seperti ini. Alden mengembuskan napas kasar, dan menyandarkan tubuhnya di kursi. Ia tidak mau membahas masalah itu lagi, dan fokus pada tujuannya yang sekarang. Dering ponsel Alana memecahkan keheningan yang ada di antara mereka. Gadis itu menjawab teleponnya, sementara Alden hanya diam mendengarkan. “Baiklah, aku mengerti,” ucap Alana sebelum memutuskan sambungan teleponnya.
Read more
15. Balas Dendam
“Aku akan ikut,” ucap Alana dengan santai. Alden mengerutkan keningnya semakin dalam, wajahnya semakin jelek saat melihat Alana yang berjalan mendekat kea rah Frey. Ia mendengus kesal karena wanita itu mengindahkan perintahnya. “Aku tidak mengizinkanmu untuk ikut,” kata Alden dengan serius. “Tapi, aku mau,” sahut Alana tanpa rasa bersalah. Alden mendengus kesal, dan tak lagi menyahutinya. Sementara itu, Frey yang melihat kedua orang yang saling sahut itu hanya diam dalam kebingungannya. Sejak kapan mereka menjadi dekat begitu? Bosnya yang terkenal dingin dan bicara seadanya kecuali terhadap istrinya saja bisa berbicara banyak. Sekarang kenapa dia terlihat begitu peduli dengan Alana? Setelah semua persiapan telah selesai, mereka semua keluar dari markas menuju ke tempat persembunyian organisasi rahasia itu. Alden menarik Alana yang hendak naik ke mobil Frey, dan membawa gadis itu ke mobilnya.
Read more
16. Menemukan yang Baru
Alana mendorong tubuh Alden, dan berbalik pergi dengan wajahnya yang memerah seperti tomat matang. Ia mengeram kesal karena ulah Alden yang membuat jantungnya berdebar tidak karuan. Bruk! “Nah, sudah kubilang jangan ceroboh!” ucap Alden yang melihat gadis itu terjatuh di depannya. Alana mencebik kesal. Bukannya membantu, Alden malah berjalan lebih dulu meninggalkannya. Dengan tertatih, ia menyusul pria kejam itu. Keduanya meninggalkan gedung tua yang sudah berantakan itu. Mobil Alden melaju di jalanan yang cukup sepi. Ia mengantarkan wanita yang sedang bersamanya itu. Hanya ada keheningan yang menyelimuti keduanya. Alden yang sedang fokus di jalanan, dan Alana hanya diam memandangi jalanan dari jendela mobil. Angin malam yang begitu sejuk, membuatnya suasana semakin terasa hening dan damai. Sesekali Alana menghela napas panjang. Alden yang menyadari hal itu, melirik Alana sekilas. Dari ekor
Read more
17. Wanita Baru
“Siapa dia?” tanya Alden. Alana memutar bola matanya dengan malas. Ia mendengus, “Dia targetmu!” jawab dengan sedikit kesal. Alden menganggukkan kepalanya tanpa minat, dan kembali fokus pada ponselnya. Hal itu membuat Alana membulatkan matanya tak percaya. Bisa-bisanya Alden terlihat biasa saja, padahal mereka punya kesempatan saat ini. Lagipula tadi Alden mengajaknya keluar untuk melakukan misi, tapi kenapa sekarang dia malah diam saja?Alana menghela napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Sebenarnya, dia tak boleh terlalu kaget. Alden memang terkenal dengan sikap dingin dan tak terbaca.“Baiklah, kita perlu merencanakan pendekatan yang matang,” ujar Alana, mencoba memimpin situasi.Mereka duduk di sebuah sudut kafe, berdiskusi sambil memeriksa data-data yang mereka miliki. Alden masih terlihat serius, matanya fokus pada layar ponselnya.Alana mencoba untuk memikirkan setiap kemungkinan, mempertimbangkan setiap langkah yang harus dia
Read more
18. Memanggil Iblis
“Aku membutuhkannya malam ini, pastikan kau membawanya dengan baik, Nona.” Alden berkata pada wanita yang mendatanginya itu dengan senyuman manisnya. Siapa saja yang melihat senyuman itu, sudah pasti akan terpana. Sama halnya seperti wanita yang sedang bersamanya itu, dia langsung menyangupi keinginan Alden. Alden beranjak dari duduknya, dan mengedipkan matanya sebelah sebelum meninggalkan wanita suruhannya itu. Ia keluar meninggalkan club dengan smirik menyeramkan di wajahnya. Mobilnya perlahan melaju meninggalkan tempatnya berada barusan. Meski dibilang kejam, ia akan tetap melakukan untuk mencapai balas dendamnya. Selama ini ia sudah berada dalam keterpurukan karena sebuah pengkhianatan. Sekarang, sudah saatnya untuk ia bangkit dan mengambil semua yang telah menjadi miliknya. Alden tidak kembali ke markasnya, dia memilih untuk pulang ke rumah. Begitu tiba di kediamannya, dia pergi ke sebuah ruangan. Tempat itu
Read more
19. Saling Saing
“Warna rambutmu membuat mataku sakit,” kata Alden sebelum meninggalkan meja makan dan Alana yang sedang tercengang. “Apa kau bilang, hah?” Suara teriakan Alana sama sekali tidak digubris oleh Alden. Pria itu dengan santai kembali ke ruang tamu, dan membaringkan tubuhnya di sofa. Matanya dipejamkan, dengan otaknya yang terus memikirkan cara untuk segera menyalurkan balas dendamnya itu. Sementara itu, Alana yang sedang membereskan piring kotor di dapur terus mengomel karena ulah Alden. Pria itu selalu saja mengomentarinya, bahkan hal yang tidak perlu diurus olehnya. “Apanya yang buruk? Ini sangat bagus!” gumamnya dengan kesal. Setelah membereskan piring kotor, Alana keluar dengan wajah jeleknya. Tentu saja di masih kesal dengan pria yang tiba-tiba masuk ke rumahnya tanpa izin dan datang dengan komentar buruknya itu. “Aishh...” Suara Alana tertahan saat melihat Alden yang sudah tertidur di so
Read more
20. Tawaran yang Menarik
Alden mengucapkan kata-kata itu dengan mantap, tatapannya tajam seperti mata elang yang siap menerkam mangsanya. Frey tercengang sejenak, tidak mengira Alden akan memberikan balasan sepadan.“Tuan memang selalu tahu cara membalas, apakah tidak lelah?” goda Frey dengan senyum mengejek.Alden hanya tersenyum tipis, “Jika itu membuatmu bahagia, mengapa tidak?”Keduanya saling menatap dengan tatapan tajam, tetapi di balik itu, terdapat penghargaan satu sama lain atas kekuatan yang dimiliki masing-masing.Setelah terdiam beberapa saat, Alden beranjak dari duduknya. Ia menghela napas pelan, dan meminta Frey untuk memanggil dua orang anak buahnya.“Memangnya kau mau kemana, Tuan?” tanya Frey sembari mengikuti langkah Alden yang menuju ruang kamar di dalam club itu. Alden tidak menjawabnya, dan terus berjalan hingga berhenti di depan sebuah kamar bernomor 204. Kamar itu adalah tempat dia meminta wanita suruhannya untuk menunggu. “Kau tunggu di sini,” ucap Alden meningg
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status