Share

Bab 2: Terperangkap dalam Kegelapan

Setelah kepergian mobil tentara, beberapa warga mulai mendekat, mencoba mencari tahu. Ada yang memberikan pertolongan kepada teman-teman Awan. Namun banyak juga yang mencibir, menganggap bahwa Awan mencari mati menentang pemerintah.

Trenggono, yang tetap teguh pada prinsipnya, berdiri di depan warga-warga yang mencibir. Dia berbicara dengan tegas, “Kami tidak akan tinggal dim melihat kezaliman! Awan tidak bersalah, dan kami akan membuktikannya. Jangan hanya berbicara tanpa tahu fakta.”

Warga-warga itu terkejut dengan keberanian Trenggono. Mereka saling pandang, tidak tahu harus berkata apa.

Trenggono melanjutkan, “Jika kalian tidak percaya, mari kita adu jotos! Aku akan membuktikan bahwa Awan tidak bersalah!”

Warga-warga itu hanya bisa diam, tidak berani menanggapi tantangan Trenggono. Mereka sadar bahwa Trenggono adalah pemuda yang tangguh dan tidak mudah ditakuti. Tiba-tiba, suasana tegang di antara warga terasa memuncak. Beberapa dari mereka yang mencibir Awan menjadi terdiam, menyadari ketegasan Trenggono.

“Saya akan hajar orang yang menyinyir Awan sekarang juga. Kalian semua, pikirkan baik-baik sebelum berbicara,” ujar Trenggono dengan mata yang memancarkan determinasi.

Namun, Okto yang bijak segera menarik Trenggono, “Trenggono, tidak perlu terlibat dalam pertengkaran. Kita harus tenang dan mencari cara untuk membantu Awan.”

Endi, meskipun masih terguncang oleh kejadian tersebut, mengangguk setuju, “Okto benar. Mari kita cari tahu apa yang sebenarnya terjadi. “

Trio Terax itu kemudian pergi meninggalkan warga yang masih ramai membicarakan insiden itu. Dalam perjalanan, mereka merenungkan langkah selanjutnya. Basecamp Terax mungkin berada dalam bahaya, an Awan berada di tangan tentara. Tapi tekad mereka tetap kuat untuk membuktikan kebenaran dan melindungi wilayah mereka.

Mereka harus mencari cara untuk menyelamatkan Awan dan memulihkan kehormatan Terax. Sambil melangkah menjauh dari keramaian, mereka merencanakan langkah-langkah untuk menyelamatkan Awan.

Dalam perjalanan Awan terus meronta, berusaha melepaskan tangannya dari borgol yang membelengunya. Melihat itu Komandan tertawa sambil berkata menghina kepada Awan, “Kamu gila ya, nak? Memang kamu Superman yang bisa memutuskan borgol dengan tangan kosong, timpalnya.” 

Tiba-tiba, salah satu anak buah komandan tersebut menampar wajah Awan. Membenturkan kepala Awan terbentur ke pintu belang mobil. Awan hanya bisa merintih kesakitan, namun ia tetap berusaha untuk bertahan.

“Saya tidak akan menyerah selama saya benar.” Awan tertawa mencoba menyiasati. 

Komandan mengeluarkan pistol mengokangnya di depan kepala Awan. Anak buahnya menunjukkan senjata tajam, ancaman mencekam.

Komandan itu melanjutkan, “Berani kamu melawan senjata ini? Jika bukan karena kamu anak kecil, kalian pasti sudah aku habisi sejak tadi di gedung tua itu. Aku masih memberimu kesempatan hidup, lebih baik kamu patuhi perintah kami jangan melawan.”

Seorang anak buah komandan, dengan kasar, menyela, “Iya, kamu jangan banyak omong! ” Sambil menjambak rambut Awan, menciptakan momen yang penuh tekanan.

Tak terasa mobil tersebut telah memasuki markas militer dengan penjagaan yang sangat ketat. 

Penjaga bersiaga penuh, sementara patroli mobil dan anjing-anjing penjaga menambah keangkeran markas tersebut. Mobil yang membawa Awan melintasi beberapa pos pemeriksaan. Dan melaju menuju bangunan bawah tanah yang lebih terasa seperti penjara militer.

Beberapa penjaga segera menghentikan mobil tersebut saat tiba di gerbang markas. Terlihat komandan regu turun dari mobil, menghampiri penjaga tersebut, dan menandatangani selembar surat. Kemudian penjaga tersebut mempersilahkan mobil tersebut masuk. Menuju bawah tanah yang terlihat remang-remang, menciptakan suasana yang suram serta seram. 

“Kamu menjalani ajalmu di sini,” the ucap salah satu tentara yang menangkap Awan. 

“Tugas kami hanya mengantarkan kamu sampai di sini. Selanjutnya adalah tugas para penjaga yang ada di gedung ini. Ingat, jangan banyak omong dan melawan jika kamu sudah bosan dengan nyawamu.” 

“Terserah padamu,” timpal tentara lainnya, “kamu mengaku saja jika kamu salah. Jangan menyela pembicaraan, dan jangan pernah menolak perintah. Itu saja pesanku jika kamu masih ingin hidup. Banyak orang yang ada di sini tidak bisa pulang, serta gila atau cacat tubuhnya,” imbuh tentara itu.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi.” Tambahnya.

Awan mendengar ancaman tersebut, hatinya berdegup kencang. Ia merasa takut, namun tekadnya untuk bertahan dan membuktikan kebenarannya tetap teguh. Marno, tentara yang memberikan peringatan, terus memandangi Awan dengan ekspresi tanpa belas kasihan.

Mobil tersebut melaju masuk ke dalam kompleks bawah tanah yang semakin terasa mencekam. 

“Tak usah banyak omong, tahanan!” seru seorang penjaga sambil membuka pintu mobil. Dengan kasar, mereka menarik Awan keluar dari mobil dan membawanya menuju sel tahanan. Awan terus meronta, namun kekuatan fisiknya tak sebanding dengan kebrutalan penjaga. 

Mereka tiba di sebuah lorong gelap yang dihiasi pintu-pintu self. Setiap langkah membawa mereka lebih dalam ke dalam kompleks yang misterius ini. Awan bisa merasakan mata-mata setajam pisau melayang di udara, membuatnya semakin tak nyaman. 

Suasana di sel terasa gelap dan pengap, seakan berada dalam gua yang suram. Dinding sel terbuat dari beton yang dingin dan kokoh. Dan lantainya terbuat dari semen yang kotor. Menyebabkan Udara di dalam sel terasa pengap dan panas, seperti berada di dalam oven.

Suara jeritan serta tangisan para tahanan sesekali terdengar, membuat suasana menjadi semakin mencekam. Menjadikan dunia baru bagi Awan. Dinding-dinding kusam dan kotor seolah menyimpan berbagai cerita kegelapan. Awan meronta, tetapi penjaga yang brutal terus mendorong dan menendangnya dengan keras. Dengan kasar, penjaga mengunci pintu besi sel, membiarkan Awan terperangkap dalam bayang kegelapan.

Awan duduk di sudut sel, terborgol, merasakan dingin yang menusuk tulang. Suasana hening diiringi desiran angin kecil yang masuk melalui celah-celah pintu besi. Ia merenung, mencoba memahami bagaimana segalanya bisa berubah begitu cepat. Takdirnya, yang seolah-olah telah tertulis, kini terpampang di hadapannya.

Di luar sel, terdengar langkah kaki penjaga yang menjauh. Awan memandang ke langit-langit sel, berusaha mencari sinyal harapan di tengah kegelapan. Ia tahu, perjuangannya belum berakhir.

Dalam keheningan sel, Awan tersentak oleh bayangan-bayangan yang mendekat ke arahnya. Meskipun tangannya terborgol, naluri bertahan sebagai pemimpin geng membawa Awan bersiap menghadapi ancaman. Ia memasang kuda-kuda, siap melawan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status