Lahat ng Kabanata ng Istri Tebusan Paman Mantanku: Kabanata 31 - Kabanata 40
260 Kabanata
31. Sang Mantan
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Erwin.“A-aku …, aku mau makan.” Lebih baik Laureta mengaku daripada ia diam saja seperti orang bodoh.“Kamu baru bangun jam segini?” Erwin mengangkat alisnya sebelah sambil berwajah masam. “Dasar pemalas. Kamu aneh sekali mengenakan pakaian seperti itu. Apa pamanku tidak membelikanmu pakaian yang bagus?”“Tidak usah mengomentari pakaianku! Lagi pula, aku bukan pemalas! Sudah sejam yang lalu aku bangun. Kamu sendiri, sedang apa di sini?” Laureta bertanya balik. “Kamu juga pemalas,” imbuh Laureta dengan suara pelan.Erwin mendecak sambil menyipitkan matanya. “Aku juga mau sarapan.”Ia berjalan ke arah pintu yang berada di dekat sana. Ia membukanya, kemudian berbicara dengan seorang pelayan.“Mbak, aku mau makan nasi goreng. Jangan pakai telur ya,” kata Erwin.Laureta tidak mau ketinggalan. Ternya
Magbasa pa
32. Menghabiskan Waktu
Tangan Laureta gemetar sedikit, antara kelaparan atau terlalu tegang berhadapan dengan sang mantan. Ia tersenyum puas. Setidaknya, ia bisa melawan pria itu. Meski begitu, ia juga jadi khawatir jika sampai ada pelayan yang mendengar pembicaraannya dengan Erwin.Ruangan ini sangat luas. Suara Laureta mungkin tidak akan terdengar sampai ke mana-mana. Semoga saja para pelayan sedang sibuk menyiapkan makanan untuk makan siang. Tentu saja, mereka tidak akan sempat mendengarkan pertengkarannya dengan Erwin.Laureta menyelesaikan sarapannya yang kesiangan, lalu hendak kembali ke kamarnya. Namun, sayang sekali jika ia melewatkan pemandangan taman yang sangat indah. Saat ia pertama kali tiba di tempat ini, ia tidak sempat jalan-jalan dan melihat keindahan istana ini.Cahaya matahari menyinari tanaman-tanaman yang ada di taman. Cerah sekali. Udaranya terasa bersih dan segar. Ini baru taman di dekat ruang makan. Taman yang ada di dekat kolam renang jauh lebih luas lagi. Lau
Magbasa pa
33. Membangkitkan Kenangan
Helga menatap Kian selama beberapa detik, tak sanggup membalas perkataan Kian sama sekali. Tentu saja, karena apa yang Kian katakan itu memang benar.“A-aku tidak pernah …,” ujar Helga terbata-bata.“Aku tidak butuh pengakuanmu karena itu terlalu menyakitkan bagiku. Aku sudah mengetahuinya sejak lama.”Kian telah melepaskan tangan Helga. Wanita itu mengusap air matanya lagi. Sungguh miris, melihat wajah Helga yang sedih penuh penyesalan. Seandainya Kian bisa membalikkan waktu, ia ingin memperbaiki segalanya.Ia merasa jika dirinya mungkin kurang baik di mata Helga. Ia bukanlah pria yang manis, romantis, dan penuh perhatian seperti pria-pria lain yang sedang dimabuk cinta. Pada waktu itu, Kian masih sangat muda dan sedang berjuang untuk memajukan perusahaan ayahnya.Kian sadar, karena alasan itulah Helga akhirnya pergi meninggalkannya dengan alasan sekolah lagi di luar negeri. Dusta. Semua itu hanyalah kebohongan belaka.Terbersit di pikiran Kian untuk menanyakan tentang pria yang memb
Magbasa pa
34. Gaun Hijau Botol
“Apa?!” teriak Reksi di telepon.Laureta baru saja memberitahunya sahabatnya tentang Erwin. Ia sudah tak tahan lagi, ia butuh seseorang yang bisa diajak bicara.“Ya, Reks! Erwin itu keponakannya Kian.”“Ck ck ck,” decak Reksi. “Itu artinya kamu akan bertemu terus dengannya setiap hari. Aduh! Bagaimana ini? Apa kamu tidak bisa pergi saja dari rumah itu? Memangnya si Kian itu tidak punya rumah lain apa?”“Aku rasa dia bukannya tidak punya rumah lain, tapi memang ayahnya tidak mengizinkan dia untuk pergi dari rumah ini. Lihat saja kakak dan adiknya juga semua tinggal di sini. Rumah ini begitu besar dan luas, Reks. Aduh rumah ini bagaikan sepuluh rumah mewah dijadikan satu. Aku masih belum berkeliling ke seluruh sudut rumah. Berjalan dari kamar Kian ke ruang makan saja sudah jauh sekali.”Reksi terkekeh hambar. “Aku tidak bisa membayangkannya. Aku belum pernah berkunjung ke sana. Eh, Ta, kalau misalnya aku main ke sana boleh tidak?”“Jangan, Reks! Aku belum berani membawa tamu ke sini. Se
Magbasa pa
35. Mengajak Laureta Makan Siang
Usai menghabiskan kopi sambil menikmati biskuit, Kian pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia pergi ke restoran The Prince. Seperti biasa, ketika sudah menuju jam makan siang, tempat itu jadi semakin ramai pengunjung.Aquarium tampak bersih dan bercahaya. Kian berpikir untuk menyewa seorang penyelam wanita yang andal untuk melakukan pertunjukkan putri duyung. Hal itu untuk menambah minat pengunjung di akhir pekan.Kian tersenyum, lalu mengutarakan idenya itu pada Clara agar sekretarisnya itu mencatatnya.“Oh ya, Pak. Tadi ada telepon dari Ibu Ani. Katanya, istri Bapak membutuhkan kartu akses untuk bisa keluar masuk dari kamar,” ujar Clara.Lalu Kian teringat pada Laureta. Wanita itu senang sekali makan seafood. Ia berpikir untuk mengajak Laureta makan siang di The Prince. Ia tesenyum membayangkan saat wanita itu terbangun dan tidak tahu bagaimana cara keluar masuk dari kamar itu.“Ya ampun aku sampai lupa urusan kartu kamar. Ya sudah, tolong urus ya, Clara,” kata Kian.“Baik, Pak.”C
Magbasa pa
36. Pakaian Jelek
Berbagai macam hidangan laut disajikan di meja seperti yang sedang pesta saja. Laureta tidak menyangka jika Kian akan memesan sebanyak ini.“Apa ini semua untukku?” tanya Laureta. “Banyak sekali. Bagaimana caranya aku menghabiskan semua ini? Eh, kamu juga ikut makan kan, Kian?”Kian masih saja memandanginya dengan sinis. Laureta sungguh tidak paham mengapa sikap Kian jadi seperti itu lagi. Pandangan matanya sangat tajam menusuk. Laureta jadi tidak bisa membuka mulutnya untuk menyendok, padahal sebenarnya ia sangat kelaparan. Nasi gorengnya tadi porsinya terlalu sedikit.Laureta menaruh sendoknya lalu menunduk. “Aku tidak bisa makan kalau kamu melotot terus seperti itu. Apa kamu tidak akan makan?”Kian menarik napas dalam-dalam, lalu menghela napas sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. Tangannya terlipat di dada.Laureta jadi kesal melihat sikap Kian yang mulai arogan. Apa pria itu sedang mengujinya? Jika memang saat ini sedang adu tatap, maka Laureta akan meladeninya. Ia balas men
Magbasa pa
37. Pengakuan Erwin
Akhirnya, setelah berganti angkot satu kali lagi, Laureta pun turun dan berjalan kaki menuju ke café tempat favoritnya. Ia segera memesan jus stroberi dengan toping es krim vanilla.Selesai membayar, Laureta hendak duduk. Namun tiba-tiba, ia terdiam.Erwin sedang duduk di sana sambil mengetik sesuatu di laptop. Pria itu mendongak, lalu pandangan mata mereka berserobok. Debar jantung Laureta seketika bertalu-talu di dadanya.Ia baru ingat jika tadi pagi Erwin menyuruhnya untuk menemuinya di tempat ini. Laureta benar-benar lupa. Ia malah sungguhan datang ke sini, padahal ia tidak bermaksud untuk menemui pria itu.Laureta membalikkan badannya. Ia hendak membungkus minumannya dan segera pergi dari sini. Namun, Erwin bergerak cepat. Ia menghampiri Laureta dan tahu-tahu pria itu sudah berdiri menjulang di sebelahnya.Laureta terpaksa berbicara dengannya. “Apa yang kamu lakukan di sini?”“Aku menunggumu sejak tadi. Kenapa kamu baru datang sekarang?” protes Erwin.Nada bicaranya sama saja sep
Magbasa pa
38. Mencari Sang Istri
Kian sedang berbicara dengan pegawainya yang sedang melaporkan tentang filter air. Lalu seseorang mengetuk pintu ruangannya dari luar.“Masuk!”Clara membuka pintu ruangan. Napasnya agak tersengal-sengal.“Ada apa, Clara? Kamu seperti yang habis lari,” ujar Kian.“Saya permisi dulu ya, Pak,” kata petugas aquarium itu. Lalu Kian dan Clara pun hanya berdua di ruangan itu.Clara menarik napas dalam-dalam sambil menenangkan dirinya. Kian jadi penasaran, ada apa dengan sekretarisnya itu.“Pak, maaf. Saya mau memberitahu kalau Ibu Laureta pergi,” lapor Clara.“Pergi ke mana?”“Saya tidak tahu, Pak. Ibu Laureta pergi naik angkot.”Kian melebarkan matanya. “Angkot kamu bilang? Kenapa dia pergi?”“Sepertinya Ibu Laureta sedang marah.”“Padaku? Kamu tidak mencegahnya supaya tidak pergi? Apa yang kamu lakukan, Clara? Kamu hanya menontonnya pergi, begitu?”“Maafkan saya, Pak.”Clara meringis. Ia tidak bisa melampiaskan amarahnya pada sekretarisnya itu karena wanita itu hanya melapor saja.“Uhm, l
Magbasa pa
39. Mencoba Gaun
Laureta menatap Kian seperti yang ketakutan. Sebenarnya, Kian tahu jika wanita itu pasti terkejut karena kedatangan Kian yang tiba-tiba.“Aku akan selalu menemukanmu,” ujar Kian pelan.Laureta menatap Kian sambil mengerjapkan matanya, sesekali melihat ke arah lain. Ia tampak tidak nyaman.“Apa yang kamu makan?” tanya Kian sambil mengedik ke arah bungkusan yang sangat ia kenal.“Aku makan seafood sisa tadi siang,” jawab Laureta tanpa ekspresi.“Untuk apa kamu membungkusnya?” Kian nyaris membentak Laureta, tapi ia menahan diri.Laureta merapikan bungkusan itu dengan sebelah tangannya seolah kegiatan itu bisa menutupi kesalahannya. Kian hanya memperhatikan tangannya sebentar, lalu kembali menatap matanya.“Uhm, apa aku salah? Apa kamu jadi tidak bisa makan gara-gara aku membungkus semua sisa makanannya?”Pertanyaan Laureta sungguh tidak terduga. Kian cukup terdiam selama beberapa detik sampai ia menjawab, “Aku tidak mungkin kelaparan hanya karena hal itu.”“Ah, ya tentu saja. Kamu kan ti
Magbasa pa
40. Cara Jalan Yang Aneh
Laureta tak bisa berkata apa-apa. Kian telah membekam mulutnya dengan ciuman yang mendominasi. Pria itu menunjukkan betapa ia sangat berkuasa atas hidup Laureta. Dengan bodohnya, Laureta malah menawarkan diri untuk mengganti pakaiannya dengan gaun yang baru. Laureta tidak menyangka jika Kian akan ikut masuk ke dalam ruang ganti. Sejujurnya, ia takut sekali jika sampai ada petugas toko yang memergoki mereka sedang di sini. Ia malu sekali. Napasnya semakin tercekat ketika pria itu menurunkan gaun Laureta, lalu tangannya masuk ke dalam gaunnya, meremas payudaranya. Laureta mendesah karena rasanya sangat geli, juga nikmat. Debar jantungnya terasa hingga ke tenggorokannya. Kian menunduk sambil menggeser bra Laureta. Mulutnya mencium, lalu mengemut pucuk Laureta hingga sesuatu berkedut-kedut di bagian bawah tubuhnya. Laureta menggesek pahanya karena tak tahan lagi. Sebelah tangan Kian menarik rok Laureta, lalu tangannya masuk ke dalam sana. Ia membuka kaki Laureta, supaya tangannya bisa
Magbasa pa
PREV
123456
...
26
DMCA.com Protection Status