Laureta tak menduga akan memergoki Erwin, tunangannya sendiri, berselingkuh dengan wanita lain di sebuah hotel. Tidak sampai di sana, ayahnya Laureta ternyata telah menggelapkan uang perusahaan dan membuat dirinya harus menjalani perjodohan dengan Kian Aleandro, sang CEO dingin dan arogan, demi meringankan hukuman ayahnya. Di tengah pernikahan kontrak yang ia jalani, Laureta begitu terkejut ketika menyadari jika Erwin, orang yang menyelingkuhi dan merendahkan dirinya, ternyata adalah keponakan dari Kian, suaminya sendiri. Cobaan demi cobaan terus menghantui kehidupan Laureta. Sanggupkah Laureta menjalani perannya sebagai istri Kian? Akankah semuanya berakhir bahagia?
View More“Erwin, apa yang kamu lakukan?!”
Di hadapan Laureta, seorang pria tengah bergumul mesra dengan seorang wanita tanpa busana.
Pemandangan di depannya benar-benar membuat hatinya remuk redam!
“Tata!” bentak Erwin kasar. “Berani-beraninya kamu masuk kamar orang sembarangan!”
Seketika kegiatan pun terhenti. Erwin melepaskan diri dari sang wanita binal. Ia tampak kikuk saat menyadari Laureta ada di sana. Ia sibuk mencari celana dan segera mengenakannya. Berbeda dengan sang wanita yang tampak santai mengenakan kimono yang ia pungut di kasur.
Lutut Laureta terasa lemas. Ia sungguh tak percaya dengan apa yang tengah dilihatnya. Erwin tega mengkhianatinya. Mendadak, ia tidak tahu harus berkata apa. Mulutnya seolah terkunci rapat. Matanya membelalak menatap Erwin.
Pria itu mendekati Laureta dengan langkah cepat, lalu mendorongnya dengan kasar. “Keluar kamu!”
Laureta tetap bertahan. Ia hanya mundur sedikit sambil menunduk menatap lantai kamar hotel yang dilapisi karpet coklat muda. Sekujur tubuhnya gemetar.
“Kamu dengar aku, tidak? Pergi sana!”
“Kamu mengusirku …,” ucap Laureta lirih. “Aku ini tunangan kamu ….”
Ada sesuatu yang perih di dalam dadanya, bagaikan disayat-sayat ribuan pisau.
Erwin mendecak kesal. Lalu pria itu menekan bahu Laureta. “Kamu tidak seharusnya di sini.”
Laureta menepis tangan Erwin. “Jangan sentuh aku!”
Erwin mengangkat tangannya tanda menyerah. “Baiklah kalau begitu, kamu sebaiknya pergi. Hubungan kita sudah putus. Jangan menemuiku lagi, oke?”
Laureta menatap wanita yang sedang duduk di atas kasur sambil melipat kakinya. Ia tampak bosan dan tidak terganggu dengan kehadiran Laureta sama sekali.
“Ayo, Ta! Pergilah! Kenapa kamu diam saja?” desak Erwin.
Laureta terlalu syok melihat semua kejahatan di matanya hingga ia tidak sadar untuk segera pergi dari sini.
“Ah, dasar payah!” seru si wanita.
Tiba-tiba, si wanita binal mendecak kesal sambil memukul kasur. Ia mendekati Laureta dengan tatapan sinis, lalu mendorong Laureta hingga ia jatuh terjengkang.
“Erwin sudah menyuruhmu pergi!” seru wanita itu. “Seharusnya kamu langsung pergi! Mau apa kamu di sini terus? Mau melihat kami bermesraan? Dasar tidak tahu malu!”
“Sudahlah, Valentina Sayang. Kamu tunggu saja di sana ya,” ucap Erwin dengan lembut.
“Ya sudah. Cepat kamu usir wanita jelek itu dari sini ya. Urusan kita kan belum selesai.”
“Iya, Sayang.” Erwin tersenyum sambil mengangguk pada wanita itu.
Wanita jalang itu berlalu dengan gayanya yang centil sambil menyentuh lengan Erwin. Perlahan air mata Laureta meleleh. Tak pernah dalam sejarah ia berpacaran dengan Erwin dan pria itu memanggilnya dengan sebutan sayang.
Perih sungguh perih hati Laureta dengan semua sikap Erwin dan Valentina yang telah merendahkannya. Mereka yang sudah berdosa, tapi Laureta yang diusir dari sana. Laureta pun tak akan diam lebih lama lagi di sini.
Erwin kembali menatapnya, seolah merasa iba. Ia mengulurkan tangannya untuk membantu Laureta berdiri, tapi Laureta mengabaikannya. Laureta tidak butuh belas kasihan pria itu.
“Ta ….”
Laureta pun berhasil bangkit berdiri sambil mengelap air matanya. Dengan harga diri yang masih tersisa, Laureta melepaskan kalung tanda pertunangannya dengan Erwin dan melemparnya ke lantai.
“Selamat tinggal, Erwin!”
Ia segera pergi dari sana menuju ke parkiran motor dengan napas yang terengah-engah. Jantungnya berdegup dengan kencang hingga sekujur tubuhnya gemetar.
Sebelumnya, Laureta dihubungi sahabatnya yang melihat Erwin tengah masuk ke hotel The Prince. Tanpa mengganti baju selepas menjadi instruktur senam, ia pun langsung datang dan memergoki mereka.
“Dasar laki-laki berengsek!” ucap Lauretta yang terisak sambil menarik gas motornya dalam-dalam.
Brak!
Tanpa sadar, tiba-tiba sebuah mobil muncul dari arah kiri dan langsung menyenggol motor Lauretta sampai ia terpental.
Tubuh sebelah kanannya menggesek jalanan aspal hingga lecet. Untungnya, ia lekas melompat untuk menghindari luka yang lebih banyak lagi.
Diliputi amarah, ia berjalan dengan langkah mantap dan kemudian menghampiri mobil yang telah menabraknya itu. Lalu Laureta menghantam kaca jendela mobil itu dengan helm sekuat tenaga.
“Keluar kamu!” teriak Laureta dihiasi suara yang bergetar karena emosi.
Laureta pun melayangkan tendangan yang cukup keras ke pintu mobil. Semoga saja menimbulkan bekas yang cukup dalam. Namun, nyatanya kaki Laureta kesakitan. Ia harus berpegangan pada atap mobil supaya ia tidak jatuh sambil memutar-mutar pergelangan kakinya.
“Keluar, hei! Kamu sudah menabrakku! Ayo tanggung jawab!” teriak Laureta lagi yang sudah bisa berdiri dengan benar.
Pintu terbuka, lalu seorang pria jangkung keluar dari sana. Tubuhnya benar-benar tinggi hingga Laureta harus mendongak untuk melihat wajahnya.
“Ada apa?” tanya pria itu dengan suara bariton yang menggelegar.
Laureta menatap pria itu tanpa berkedip. Garis-garis wajah pria itu begitu tegas dan matanya sangat tajam hingga Laureta pikir, ia telah mati karena hujaman tatapannya.
“Sa-saya …,” cicit Laureta dengan suara yang sangat pelan hingga lumba-lumba pun tidak bisa mendengarnya. Ia seolah tak berdaya untuk mengucapkan kalimat apa pun lagi.
Pria itu menatap Laureta dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.
“Kamu harus tanggung jawab,” ucap Laureta, pada akhirnya setelah suaranya berhasil kembali ke tenggorokannya.
Pria jangkung itu mengangkat sebelah alisnya dengan wajahnya yang dingin. Ia menghela napas, lalu mengeluarkan dompet dari saku belakang celananya. Pria itu mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribu yang tampak masih baru dan berseri.
“Ini!” Pria itu melempar uang itu dengan asal ke depan wajah Laureta hingga tersebar di jalan raya.
Laureta tertegun selama beberapa detik sambil menatap uang-uang merah itu ternodai oleh debu jalanan.
“Tunggu dulu!” seru Laureta. Ia buru-buru memungut uang itu sebisanya. Kemudian ia berlari dan menghadang pintu masuk dengan tangan kirinya yang tidak terluka.
“Mau apa lagi?” Pria itu memasang wajah bosan.
Laureta balas melempar uang itu ke wajah si pria jangkung hingga pria itu memejamkan matanya sejenak.
“Kamu tidak boleh seenaknya melempar uang! Meski aku miskin, aku tidak butuh uang kotormu itu!” Laureta berteriak sambil menunjuk-nunjuk.
“Uang kotor?” Pria itu menautkan alisnya.
Tiba-tiba, pria itu berjalan mendekati Laureta dengan langkah perlahan. Otomatis Laureta mundur selangkah dengan lutut yang gemetar. Napasnya jadi semakin cepat dan pendek-pendek. Tatapan mata pria itu benar-benar mengerikan, seperti pembunuh berdarah dingin yang siap menghabisi korbannya. Dan di sini, Laureta sebagai korban.
Pria itu semakin mendekat sambil menundukkan wajahnya. Sebelah tangannya meraih dagu Laureta, menariknya ke atas dengan tegas. Pria itu memiringkan wajahnya sambil menatap Laureta, menatap lehernya entah pipinya—Laureta tidak mengerti.
Seketika tubuh Laureta melemas. Helm terlepas dari tangannya. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Laureta takut-takut.
Pria itu mendekati kuping Laureta dan kemudian berbisik, “Kamu tidak perlu sok suci menolak uang dariku. Lebih baik kamu pungut uang itu dan pergi dari sini. Sebelum kamu melawan, sebaiknya kamu lihat dulu, siapa yang sedang kamu hadapi. Paham?”
Zion adalah anak yang sangat lucu dan pintar. Di usianya yang menginjak lima bulan, anak itu sudah bisa diajak bercanda. Siapa pun yang bertemu dengannya pasti akan gemas dengan tingkah lakunya.Hari itu adalah pertama kalinya Kian bertemu dengan Zion. Kian tampak tegang sekali seperti hendak bertemu dengan presiden. Laureta terkekeh sejak tadi menertawakan sikap Kian.Laureta baru saja pulang kerja dan Kian yang menjemputnya. Pria itu menyetir mobil menuju ke rumahnya tanpa Laureta perlu menunjukkan arah seolah ia sudah tahu alamatnya di mana.“Bagaimana kamu bisa tahu alamat rumahku? Ah, kamu memang memata-mataiku, ya kan.”Kian tidak menggubris candaannya. Pria itu fokus menyetir hingga berhenti di depan rumahnya.“Aku memang pernah mengikuti Ivan sampai ke rumah ini. Aku ingin tahu apakah benar kamu tinggal bersama dengannya di sini,” ungkap Kian.Laureta pun tersenyum. “Ya sudah. Kali ini aku akan memaafkan
Kian memutar tubuh Laureta, lalu wanita itu pun menengadahkan kepalanya sambil mengangkat kakinya hingga berada dalam dekapan Kian. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.Kian pun mendekatkan bibirnya dan mencium Laureta dengan lembut. Laureta pikir lututnya akan goyah hingga ia tidak sanggup untuk berpijak di bumi. Namun, Kian menopangnya, mendekapnya dengan erat.Laureta pun membalas ciuman itu. Ia yakin sekali jika dalam hidupnya, ia hanya mencintai satu pria, yaitu Kian seorang. Susah payah ia menutupi perasaannya, tapi ia tak akan sanggup. Kian benar-benar telah mencuri hatinya.Usai ciuman yang memabukkan itu, Kian pun melepaskan diri. Napas mereka sama-sama saling memburu. Kian mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, lalu berlutut di hadapan Laureta.“Laureta Widya, maukah kamu menikah denganku? Lagi?”Laureta terkesima menatap cincin berlian di dalam kotak mungil berwarna merah. Ia pun mengangguk dan berkata, “Ya, aku
Laureta tersenyum membaca pesan singkat dari Ivan. “Pacar?” gumamnya.“Ada apa?” tanya Kian.“Uhm, tidak ada apa-apa.”“Ayolah! Aku ingin tahu. Kamu tadi bilang pacar. Pacar siapa?”Kian merebut ponselnya dari tangannya. Ia malu sekali saat Kian membaca pesan itu dari Ivan. Kian pun tertawa lepas.“Astaga! Jadi, apakah aku harus memanggil Ivan kakak mulai sekarang? Dia itu kakakmu kan?”Laureta terkekeh. “Mungkin begitu. Dia pernah menyuruhku untuk memanggilnya kakak, tapi aku tidak mau.”“Kenapa? Sepertinya usianya lebih tua darimu.” Kian menautkan alisnya, tapi Laureta menggelengkan kepala. “Kamu saja selalu memanggilku nama padahal usia kita terpaut delapan belas tahun. Atau mungkin sekarang aku punya panggilan baru?”“Apa itu?”“Papa?”Laureta terkejut. “Papa? Kamu kan bukan ayahku!&rdq
“Kamu siap?” tanya Ivan sambil mengulurkan tangannya pada Laureta.Ia tersenyum dan kemudian menyerahkan tangannya pada Ivan. Ia baru saja turun dari mobil. Lalu mereka berjalan bergandengan, masuk ke dalam gedung mewah. Di dalam sana sedang ada acara pernikahan seorang anak pengusaha importir, rekan kerjanya Ivan.Sebenarnya, Laureta tidak perlu datang ke sini karena ia sama sekali tidak mengenal siapa pun di sini. Namun, Ivan bersikeras mengajaknya karena menurutnya Laureta pasti akan senang mencicipi berbagai macam makanan yang unik-unik di sana.Laureta pun terpaksa ikut. Ia melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri. Ivan membelikannya gaun yang ia pakai sekarang. Gaun itu berwarna biru tua dengan belahan rok yang tinggi hingga menampilkan kakinya yang tampak jenjang berbalut sepatu hak tinggi bertali hingga ke betisnya.Banyak sekali tamu yang datang ke acara pernikahan itu. Semua wanitanya mengenakan gaun yang sangat cantik dan para
Laureta menatap kedua tangannya yang gemetar. Ia pikir ia sudah gila karena menyerahkan amplop berisi cek satu setengah milyar. Laureta menepi di pinggir jalan, lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tak kuasa lagi menahan semua emosi yang ada di dalam dadanya.Demi Tuhan, ia baru saja bertemu dengan Kian Aleandro, pria yang pernah menjadi suaminya. Meski pertemuannya hanya berlangsung selama beberapa menit, tapi efeknya luar biasa. Sekujur tubuhnya gemetar dan ia kesusahan untuk menginjak gas di kakinya.Dengan susah payah, Laureta menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Lalu ia pun kembali menangis sambil menutup muka dengan kedua tangannya.Kian begitu tampan mempesona. Tatapan matanya begitu tajam seperti biasanya dan seakan Laureta bisa tenggelam di dalamnya. Lalu pria itu memeluknya begitu saja.Hati Laureta dilingkupi oleh kehangatan yang tak pernah ia rasakan selama lebih dari satu tahun ini. Perasaannya jungkir balik seolah kakinya ber
Kian mendongak dan semua seolah terjadi dalam adegan lambat. Ia melihat Laureta masuk ke dalam ruangan dalam balutan kaus hitam ketat dengan potongan leher berbentuk kotak. Bagian lengannya berbahan tile halus hingga kulitnya jadi terlihat samar-samar. Bagian bawahnya ia mengenakan celana cargo dengan banyak kantung yang membuatnya tampak sangat keren.Kian terkesima melihat wanita yang pernah menjadi istrinya itu muncul lagi dalam hidupnya. Laureta tidak pernah terlihat secantik dan seanggun itu dalam hidupnya. Laureta terlihat tomboy, tapi juga elegan dalam waktu bersamaan.“Maaf aku terlambat,” ucapnya dengan suara yang terdengar amat merdu di kuping Kian.Tergerak untuk langsung melompat dari kursi dan memeluk wanita itu, Kian pun menahan dirinya.“Kamu memotong rambutmu,” ucap Kian yang masih melongo.Kalimat pertama yang ia ucapkan malah terdengar konyol dan tidak penting sama sekali. Ia jadi terlihat sangat bodoh di h
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments