All Chapters of Istri Tebusan Paman Mantanku: Chapter 51 - Chapter 60
260 Chapters
51. Buket Mawar Misterius
“Aduh, gawat! Aku harus bagaimana, Kak? Uhm, aku tidak bermaksud untuk menghindari acara sarapan, tapi kebetulan waktu itu aku bangunnya kesiangan. Kian sudah pergi lebih dulu dan tidak memberitahuku apa-apa.”Marisa tersenyum sambil menepuk tangan Laureta. “Tidak apa-apa, Laureta. Tenang saja. Yang penting, mulai besok kamu harus ikut sarapan ya.”“Iya, Kak.” Laureta meringis. Sepertinya ia bisa menangis lagi setelah Marisa pergi. Ia sungguh malu dan takut sekali.“Oh ya, Kian juga memintaku untuk mengenalkanmu pada beberapa teman-teman sosialitaku. Sebenarnya, hal itu agak sulit karena aku dan teman-temanku sudah memiliki circle-ku sendiri. Kamu bisa mulai mencari teman-teman yang baru. Kamu bisa ikut denganku ke beberapa acara. Biarlah kamu secara natural mendapatkan teman. Benar begitu kan?”Laureta mengangguk. “Iya, Kak.”Aneh rasanya jika sampai teman-temannya saja harus Kian yang mengatur. Dan mengapa harus berasal dari golongan sosialita? Permintaan Kian sungguh sulit sekali.
Read more
52. Laureta Mengejek
Sepertinya seseorang sedang memperhatikannya dari jarak dekat. Kian mengernyitkan wajah, lalu ia membuka matanya perlahan.“Astaga!” teriak Kian.Laureta mundur, lalu duduk di sebelahnya. Debar jantung Kian bertalu-talu di dadanya. Ia pikir, ia sedang bermimpi melihat hantu. Namun, ternyata itu hanya Laureta.“Kenapa kamu melihatku seperti itu?” tanya Kian dengan tangan yang gemetaran.“Maaf. Aku tidak bermaksud mengganggumu. Aku hanya mengecek.”“Mengecek apa?” Kian pun duduk sambil mengusap wajahnya.Laureta menatap Kian dengan takut-takut. “Kamu habis bermimpi buruk ya? Kamu gelisah dan seperti yang mau menangis.”“Apa? Aku tidak menangis!” seru Kian yang lagi-lagi merasa kesal dengan ucapan Laureta.“Syukurlah kalau begitu.”Laureta bangkit berdiri, lalu ia masuk ke kamar mandi. Kian menyeka keringat yang membasahi pelipisnya. Sepertinya ia memang bermimpi buruk, tapi ia cukup yakin jika ia tidak menangis.Setelah itu, giliran Kian untuk mandi. Saat ia sedang berpakaian, Laureta m
Read more
53. Sarapan Yang Menegangkan
Laureta tampak gemetar ketakutan, bersembunyi di belakang punggung Kian. Aneh sekali, padahal wanita itu tadi tampak angkuh dan berani sekali bicaranya pada Kian. Namun, setelah melihat Elisa, wanita itu langsung menciut seperti kerupuk yang tersiram air.Kian ingin sekali menarik Laureta dan mendorong wanita itu ke depannya supaya langsung bersitatap dengan Elisa, tapi ia tidak tega melakukannya. Wanita itu bisa mengompol di celana sambil menangis. Membayangkan hal itu, Kian jadi ingin tertawa.“Kenapa kamu tersenyum begitu, Kian?” tanya Elisa pada Kian.“Oh? Tidak ada apa-apa. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu yang lucu.”“Kalian sedang membicarkanku ya?” tuduh Elisa.“Itu adalah tuduhan yang serius, Elisa. Kenapa kita tidak berjalan saja menuju ke ruang makan?”Elisa menatap Laureta dari bawah ke atas. Pandangan matanya sinis sekali, seperti ada aura kebencian yang menguar dari matanya. Ia mendengus sekali, lalu berjalan mendahului Kian.Kian sungguh tidak menyukai kakaknya itu.
Read more
54. Genderuwo
Melihat sikap Laureta yang merengek-rengek begitu, membuat Kian jadi gemas. Sikapnya yang arogan saat sebelum mereka sarapan sungguh kontras sekali dengan sikapnya yang sekarang.“Kenapa? Kamu takut ya?” ejek Kian.“Suasananya tegang sekali. Aku jadi tidak bisa makan!” Laureta menendang-nendang ke sana ke mari seperti anak kecil.“Hentikan!” Kian meremas kaki Laureta, lalu menurunkannya. “Duduk!”Laureta pun duduk, tapi masih dengan wajah yang cemberut. “Apa?”“Memang sudah peraturan keluarga ini, kita harus sarapan bersama. Untuk jam makan siang dan malam, tidak masalah tidak bersama-sama. Jadi, sebaiknya kamu ikuti saja kemauan ayahku.”Laureta pun mengangguk. “Ya sudah. Aku mau tidur saja. Tenagaku langsung habis.”Kian pun bangkit berdiri. “Oke. Aku mau langsung pergi ke kantor. Jangan lupa, hari ini kamu pasti ada janji dengan Marisa kan. Biarkan dia memilih pakaian yang cocok untukmu.”“Ini kan sudah bagus. Kamu yang memilih pakaian ini,” tunjuk Laureta.“Iya, tidak apa-apa. Kal
Read more
55. Om-Om Matang
Hanya butuh waktu sebentar saja hingga Kian berhasil melucuti pakaian Laureta. Wanita itu tampak tegang, tapi juga terpaksa membuka kakinya lebar-lebar, mengizinkan Kian untuk masuk ke dalam lubang kenikmatan.Kian pikir, Laureta memang akan terpaksa bercinta dengannya hanya demi supaya ia bisa menjadi instruktur zumba lagi. Namun, begitu Kian menidurinya, wanita itu bergerak liar seolah membutuhkan Kian.Kian mendesah sambil memejamkan matanya, menikmati saat Laureta memainkan putingnya, lalu mengemutnya dengan penuh semangat. Lalu mereka saling menyatukan tubuh dan Laureta menggerakkan pinggulnya dengan cepat.Milik Laureta telah basah, membuat Kian bergerak dengan mudah meski tetap saja jepitannya seketat saat pertama mereka melakukannya di Bali. Inilah yang tidak pernah Kian dapatkan dari wanita lain, yaitu jepitan super Laureta.Baru saja Kian bertandang, ia sudah ingin melakukan pelepasan, tapi ia menahan diri hingga Laureta pun sama-sama mencapai puncak. Namun, wanita itu masih
Read more
56. Informasi Tentang Mantan
Siang itu pun, Kian pergi ke The Prince untuk melihat keadaan di sana. Ia meeting dengan staff-nya mengenai perencanaan pembukaan toko pakaian dan mini market di hotel. Ide itu muncul begitu saja saat Laureta membahas tentang pakaian. Tiba-tiba, Kian jadi merindukan Laureta. Ia langsung teringat kata-katanya waktu sarapan tadi. Apa jangan-jangan ia telah jatuh cinta pada Laureta? Rasanya tidak mungkin. Semuanya hanya kebetulan. Kian tidak akan menyerahkan hatinya pada siapa pun. Saat Kian baru saja selesai meeting sore hari itu, Clara mengajaknya untuk bicara berdua. “Ada apa, Clara?” Clara menyerahkan tablet padanya. “Lihat ini, Pak.” Kian memperhatikan foto-foto yang ada di tablet itu. Seketika hatinya merasa pedih. “Itu adalah foto lama Mbak Helga bersama dengan seorang pria bernama Jason,” kata Clara menjelaskan. “Ya, aku tahu pria ini,” kata Kian sambil masih terus menggeser-geser layar. “Saya sudah mencari informasi tentang Mbak Helga. Dia belum menikah dan tinggal di ru
Read more
57. Penyangkalan Helga
“Aku serius, Kian!” ucap Helga dengan ekspresi tersinggung. “Biasanya kamu yang memintaku terlebih dahulu.”Kian menggelengkan kepalanya. “Mau sampai kapan kamu terus menerus menggangguku, Helga? Tidakkah kamu ingin mencari pria lain dan menikah saja? Usiamu sudah tidak muda lagi. Mungkin saja wajahmu sudah mengkerut.”Kian merasa puas dalam hati karena mengutip kata-kata Laureta.“Apa katamu? Wajahku tidak ada kerutan!” seru Helga yang tampak tersinggung. “Aku selalu melakukan perawatan. Dokter kulitku bilang kalau kulitku sangat sehat seperti yang masih berusia dua puluhan.”“Ya, terserah padamu saja. Lupakan saja soal ranjang, oke. Oh ya, kalau kamu butuh kata-kata terima kasih, tentu saja. Terima kasih ya. Sebaiknya, kamu jangan mengirimiku lagi bunga. Seharusnya biarkan hal itu menjadi tugas pria.”Helga mendengus. “Itu kan memang tugasmu. Harus menunggu berapa lama lagi sampai kamu mengirimiku bunga, huh?”“Tidak akan. Kamu tidak usah berharap, Helga.” Kian sudah bangkit berdiri
Read more
58. Passion
Laureta menelepon Marisa, adiknya Kian. Seharusnya mereka pergi ke salon hari ini, tapi sesuai dengan janji Kian, ia sudah boleh mengajar zumba lagi. Jadi, ia tidak akan menjadi nyonya sosialita dulu hari ini.Ia tahu jika mendapatkan yang ia mau dengan cara menyodorkan tubuhnya itu sepertinya tidak baik, seperti yang kurang senonoh, tidak beretika. Namun, jika dipikir-pikir lagi, ia adalah istrinya Kian. Tak ada yang salah dengan apa yang mereka lakukan.Telepon pun tersambung. “Halo?”“Halo, Kak Marisa. Ini aku, Laureta.”“Oh, hai Kakak Ipar. Apa kamu sudah siap untuk ke salon hari ini?”“Hmmm, tadi Kian memberitahuku kalau aku boleh mengajar senam hari ini. Jadi, aku tidak bisa ke salon.”“Oh, sayang sekali,” ucap Marisa yang terdengar kecewa.“Maaf ya, Kak Marisa. Aku tidak bermaksud ingkar janji, tapi aku sudah bolos mengajar senam selama hampir tiga minggu. Aku ti
Read more
59. Berbelanja
Laureta merasa tidak enak hati karena tidak mengundang para ibu-ibu ke pesta pernikahannya. Mumpung uang di rekeningnya cukup tebal, Reksi pun mentraktir mereka semua untuk makan-makan ke café di dekat studio sepulang senam.Dalam hati, Laureta bangga sekali bisa mentraktir mereka semua. Reksi yang paling sumringah.“Kamu benar-benar sudah jadi nyonya kaya sekarang,” ujar Reksi.Laureta terkekeh. “Tidak juga. Kebetulan saja aku ada berkat sedikit, jadi aku berbagi dengan semuanya.”Reksi mengangguk. “Kapan ya aku bisa mendapatkan suami seorang konglomerat sepertimu? Apa suamimu punya sudara laki-laki yang available?”“Apa?” Laureta tertawa keras. “Kamu pikir barang available?”“Ya, habisnya bagaimana? Aku sudah putus dengan pacarku dan sekarang aku sendirian.”“Eh, ya ampun. Kamu putus dengan Theo?”Reksi mengangguk. “Ya, aku dan dia terlalu sering bertengkar. Aku lelah beradu argumen terus dengannya. Kalau masih pacaran saja sudah berisik begini, nanti kalau sudah menikah bagaimana?
Read more
60. Kekesalan Laureta
Seketika tubuh Laureta membeku. Ia sungguh tidak suka mendengar suara orang itu. Dalam pikirannya memerintahkannya untuk segera kabur dari sana. Laureta pun berlari cepat, tapi orang itu langsung mengejarnya dan menarik tangannya.“Tata! Tunggu dulu!” seru Erwin. “Kenapa kamu kabur dariku?”Laureta meringis sambil menutup matanya dengan keras. Seharusnya ia tidak bertemu dengan Erwin sekarang.“Erwin, ini bukan saat yang tepat untuk bicara. Aku benar-benar harus ke kamar Kian sekarang juga!” ucap Laureta dengan cepat.“Kamar Kian?”“Maksudku, kamarku, kamar kami. Ah, apa sajalah terserah. Lepaskan tanganku!” Laureta menarik tangannya dengan sekuat tenaga hingga tubuh Erwin ikut tertarik.Erwin menubruk Laureta hingga ia jatuh terjengkang ke lantai. Wajah mereka dekat sekali. Sama sekali bukan momen yang romantis apalagi sesuatu yang menyenangkan. Ia mengerang kesakitan karena punggungnya membentur lantai cukup keras hingga berdenyut-denyut panas.Ia mendorong tubuh Erwin supaya menyin
Read more
PREV
1
...
45678
...
26
DMCA.com Protection Status