Tous les chapitres de : Chapitre 51 - Chapitre 59
59
Sambutan Keluarga Marsya
"Duduklah," ujar lelaki tua dengan suara parau.Ia mendahului duduk, sedangkan kami semua masih mematung di tempat. "Kenapa kalian masih berdiri saja? Silahkan duduk dan nikmati jamuan ini."Jamuan? Sontak mataku mengarah ke meja panjang berbahan marmer. Entah sejak kapan hidangan yang begitu banyak ada di sana. Namun aneh, bukan aroma masakan yang tercium, melainkan lagi-lagi bunga kamboja yang menguar.Indera penciumanku sangat hapal dengan bau yang tertangkap, sama seperti aroma bunga di rumah Eyang Uti. Aku masih saja hafal dengan aromanya karena pengalaman selama di rumah tersebut, cukup membuatku sport jantung berulang kali."Arda, ajak kedua orang tuamu duduk. Nikmati makanan yang ada. Kami sengaja menyiapkan untuk kalian." Kini ganti wanita tua itu yang berbicara.Oh, no ... mereka menganggapku Arda. Ini artinya mereka belum menyadari aku siapa.Pandanganku beralih ke Meisya, wajah gadis itu masih pias. Mungkin saja dia masih syok dengan apa yang terjadi. Perlahan aku mendek
Read More
Mimpi yang Sama
Saat kesadaranku menghilang, bersamaan dengan itu aku merasakan tubuh ini melayang. Perlahan kuberanikan diri untuk membuka mata, tetapi sinar terang menyilaukan membuatku harus kembali menyipitkan mata.Kugunakan lengan kanan untuk menghalangi sinar terang itu. Meskipun ketakutan begitu menguasai, aku tetap membiarkan sebuah tarikan gaib menyeret tubuh ini. Percuma saja jika aku berusaha melawan karena kutahu, kekuatan untuk melawan tak ada.Bahkan membayangkan apa yang akan terjadi saja, rasanya sudah tak mampu. Entahlah, apakah aku sedang menuju dunia kematian?Kembali kupejamkan mata dan membentangkan tangan, seolah telah pasrah. Membiarkan tubuh ini terus mengambang, mengikuti arus gaib. Hingga akhirnya sebuah suara menyapa."Darren, bangunlah." Sangat lembut suara itu di telingaku.Perlahan kembali mata terbuka. Sinar menyilaukan sudah tidak ada. Semua berganti dengan langit biru. Aku bangkit dan duduk, lalu mengedarkan pandangan untuk mencoba mengenali sekitar.Bola manik seket
Read More
Kemarahan Arwah
Tarikan tangan gaib Marsya membawaku ke sebuah tempat, tepat di depan rumah Eyang Uti. Di sana terdengar jeritan seorang wanita, ia meraung-raung memanggil nama Arda. Beberapa orang yang ada di depan rumah, tampak menunjukkan wajah berkabung. Pakaian serba hitam mendominasi warna saat itu.Perlahan, Marsya menarikku kembali untuk melangkah masuk. Pandanganku tak bisa fokus, terus saja mencoba menemukan sesuatu dan memahami apa yang terjadi.Sesampai di ambang pintu, dapat kulihat seorang wanita tengah menangis histeris. Lelaki di sampingnya berusaha menenangkan. Setelah menjerit hingga menyayat hati, wanita itu pun pingsan. Hal tersebut terulang beberapa kali.Setiap kesadarannya kembali, ia akan histeris, lalu pingsan lagi.Sungguh pemandangan yang membuatku tak tega untuk menyaksikan kesedihan itu."Dia ibunya Arda. Setelah kematian Arda, dia sempat depresi." Marsya memulai cerita.Aku masih saja menoleh ke segala arah, mencoba mencari sesuatu yang janggal. Mereka tengah berkabung
Read More
Kembali ke Alam Nyata
Teriakan ketakutan melengkapi suasana yang mencekam, aku dan kedua orang tuaku hanya bisa memejamkan mata pasrah. Bersamaan dengan raungan mengerikan dari sepasang suami istri yang ternyata bukan manusia lagi.Ya, mereka ternyata bukan manusia. Baru kusadari setelah menyaksikan kejanggalan pada mereka. Itu artinya, yang kami kunjungi bukan rumah semestinya. Entah apa.Dalam hatiku terus berdoa menyebut nama Tuhan, berharap keajaiban datang untuk menolong.Prang!!!Terdengar seperti benturan keras, mengejutkan aku dan memaksa mata ini mengintip sedikit. Ternyata sebuah cahaya besar menyilaukan, menghalangi serangan kedua orang tua Marsya.Mataku membulat, sosok lelaki muda dengan wajah mirip denganku. Siapa lagi kalau bukan Arda, lebih tepatnya arwah Arda. Dia melindungi kami dari serangan iblis jahat itu.Seolah mereka tengah beradu kekuatan, tetapi terhenti ketika sinar putih terang menyilaukan mereka."Arda, kamu lihat mereka? Mereka sudah melenyapkan Marsha! Mereka juga yang menyeb
Read More
Nasi Kotak
Deru mobil yang kami tumpangi berakhir di depan IGD rumah sakit. Papa segera turun dan meminta tolong para petugas rumah sakit untuk membantu.Dengan sigap, mereka memindahkan tubuh besar Pak Zul ke brankar. Dengan cekatan, mereka segera melakukan tindakan karena melihat kondisi pucat dan lemas tubuh Pak Zul."Bapaknya ini kenapa tadinya, Pak?" tanya salah satu petugas yang akan mendata.Papa tampak bingung. Aku tahu apa yang dirasakan Papa, pasti beliau berpikir tak akan ada yang percaya jika menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.Segera aku berinisiatif menjawab, "Kami menemukan bapak ini sudah dalam kondisi pingsan."Semua mata tertuju padaku, mungkin karena suaraku saat menjawab terdengar gemetar dan sedikit gugup."Pingsan di mana?""Di dalam mobil." Aku masih berusaha menjawabi setiap pertanyaan yang dilontarkan.Petugas itu segera menyiapkan alat deteksi detak jantung, infus, dan juga selang oksigen. Perlahan wajah Pak Zul mulai memerah setelah beberapa saat mendapatkan bant
Read More
Tanda Kematian
"Lain kali jangan mengemis di masjid! Kita ini punya uang, kenapa tidak pesan makanan saja? Hah?!" tanya Mama dengan nada tinggi, tampak kekesalan di raut wajahnya."Sudahlah, Ma ... Darren pastinya juga belum begitu stabil pikirannya, mungkin saja dia masih bingung." Papa mencoba membelaku.Sikap Mama membuatku tertegun beberapa saat. Hanya makanan pemberian dari orang di masjid pun dia se-emosi itu."Ya sudah, kalau Mama masih lapar bisa pesan makanan delivery. Darren mau keluar," ujarku dengan hati dipenuhi rasa kecewa dengan sikap Mama.Aku tinggalkan mereka demi menghindari perdebatan. Apalagi kondisi tubuh ini juga memang belum begitu fit. Benar kata Papa, sepertinya setelah sadar berada di makam itu, kesadaran pikiran belum sepenuhnya pulih.Mungkin bisa dibilang tubuh dan pikiran masih belum seratus persen sinkron.Sejenak aku teringat pada masjid dekat rumah sakit, suasana yang kurasakan sangat berbeda. Begitu adem dan nyaman.Pandanganku mengedar mencari keberadaan Meisya, t
Read More
Aura Gelap di Rumah Sakit
Setelah bibir Pak Djata mengatup rapat dan kepala mengangguk, angin yang cukup keras tadi pun berhenti. Perlahan Pak Djata membuka mata.Pak Djata menarik napas pelan, lalu membuangnya perlahan juga. Dia lakukan hingga beberapa kali sampai dirasa keadaan batinnya stabil kembali.Pak Djata akhirnya membuka mata dan melanjutkan ceritanya dengan nada serius, seolah dia merasa bertanggung jawab untuk memberi tahu kami tentang kebenaran yang tersembunyi."Hanya saja, Darren dan Meisya, saat aku menurunkan jenazah Marsya dari pohon, tiba-tiba terdengar suara ketukan keras dari dalam kuburannya. Suara itu begitu nyaring dan menggetarkan hati, seakan memohon agar Marsya tidak dikuburkan.""Suara apa itu, Pak?" tanyaku dengan penuh penasaran."Saya yakin itu suara Marsya sendiri, memohon agar jiwanya tidak diperlakukan secara tidak layak. Karena itulah, saya bertekad untuk memenuhi permintaannya dengan menyelidiki lebih jauh.""Apa yang Anda temukan, Pak?" Meisya ikut bertanya, wajahnya penuh
Read More
Ruang Bawah Tanah
Namun, saat kami mencoba untuk melangkah lebih jauh, terdengar suara langkah kaki yang mendekati dari arah belakang. Kami berdua menoleh cepat dan terkejut saat melihat seseorang muncul di balik lorong yang gelap. Bayangan itu semakin mendekat, dan kami bisa melihat wajah yang penuh dengan kebencian—bayangan Arda."Kalian tidak akan pergi dari sini," ucap bayangan Arda dengan suara menggema, mengirimkan getaran menakutkan ke dalam tulang kami.Meisya berpegangan pada lenganku dengan kuat, matanya memancarkan ketakutan yang tak tersembunyi. "Darren, apa yang harus kita lakukan?"Hatiku berdegup kencang, tetapi aku mencoba untuk tetap tenang. "Kita harus mencari cara untuk keluar dari sini. Ayo, kita cari pintu darurat atau jalan lain untuk melarikan diri."Namun, sebelum kami bisa bergerak lebih jauh, bayangan Arda sudah berada di depan kami, menghalangi jalan kami. Matanya memancarkan aura kegelapan yang membuat bulu kudukku merinding."Kalian tidak bisa kabur dari sini. Kalian adalah
Read More
Pertempuran Spiritual
Dengan pertanyaan yang menggelitik pikiran dan kekhawatiran yang semakin mendalam, Darren dan Meisya memutuskan untuk mengumpulkan semua petunjuk yang mereka temukan dan menyusunnya dengan cermat. Mereka menyadari bahwa untuk mengungkap rahasia gelap yang terkubur di dalam rumah sakit itu, mereka perlu menghubungkan setiap petunjuk dan mencari pola yang tersembunyi di baliknya.Sementara itu, Pak Djata menjelaskan kepada mereka bahwa untuk menghadapi kekuatan gelap tersebut, mereka perlu memperkuat keberanian dan kesatuan mereka. Pak Djata juga menyarankan mereka untuk mencari bantuan dari orang-orang yang ahli dalam hal supranatural atau okultisme, untuk mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang kekuatan yang mereka lawan.Darren dan Meisya pun mulai mencari tahu lebih banyak tentang sejarah rumah sakit itu dan orang-orang yang pernah terlibat di dalamnya. Mereka bertemu dengan orang-orang tua di desa sekitar, yang menceritakan kisah-kisah mistis yang berkaitan dengan rumah sakit
Read More
Dernier
123456
DMCA.com Protection Status