Semua Bab Terjerat Pesona Putri Gelap Tuan Konglomerat: Bab 91 - Bab 100
145 Bab
Nightmare
Besoknya, Putri berangkat ke Arda Pictures dengan perasaan gundah. Entah kenapa, sejak berpapasan dengan Andini kemarin malam, firasat tak enak menghampirinya makin kuat. Terlebih setelah Heru pun ikut-ikutan mengucapkan hal yang ambigu. Lucunya begitu sampai di lantai satu, alih-alih menemukan Mira, dia justru mendapat panggilan dari David. "Selamat pagi Putri, kita bertemu lagi." Seperti biasa, direktur menyapanya dengan nada formal. "Selamat pagi, Pak."Usai membalas singkat, Putri berdiam menunggu sabda selanjutnya. Hatinya mulai bertanya-tanya sebab tak biasa David langsung berurusan dengan aktris dibawah naungan agensi mereka. "Sepertinya, kamu makin bagus akhir-akhir ini hingga bikin aktris sekelas Putri Marion jadi meradang. Biasanya dia terkenal sebagai selebritis paling anggun setanah air."Putri jadi bingung menyikapi kalimat ironi ini sebab terus terang, dipandang dari sudut mana pun, perkataan David memang tak sa
Baca selengkapnya
Lancang
Butuh waktu sejenak sebelum Putri bisa merespon perkataan Claudia. "Iya, aku baik-baik saja," katanya padahal kemunculan Soni membuatnya mual. Melihat pria paruh baya itu tampil sok berwibawa dibalik outfit mahal, bikin dia ingin menjerit betapa bejat kelakuan Soni dibelakang layar. . Sebagai yang paling senior sekaligus tokoh utama dalam penggarapan film, Johan Anwar dapat kesempatan pertama untuk bicara. Tanpa salam perkenalan, sutradara legendaris itu langsung mengucapkan inti permasalahan. "...baiklah, saya tegaskan sekali lagi. Saya tak peduli kalian semua masuk jalur apa untuk gabung di sini, yang jelas saya tak mau filmnya jadi kacau. Bekerjalah semaksimal mungkin seolah hidupmu bergantung di sana," Selama bicara, tatapan tajamnya mengarah pada Putri yang otomatis mengundang yang lain ikut-ikutan menatapnya. Putri nyaris meminta agar ajal menjemputnya detik ini juga. Mentalnya sudah tak kuat diserang dari segala arah. Apalagi,
Baca selengkapnya
Bertemu Nyonya Bharata
Sepuluh menit menjelang waktu kesepakatan, Putri dan Mira bersamaan menuju lift. Jika manajernya menuju lantai satu, maka tujuan Putri adalah lantai lima. Ternyata David sudah duduk manis menunggu ketika dia memasuki restoran bergaya nusantara itu. "Kamu nampak pucat, lagi sakit?" "Nggak Pak, cuma kecapekan aja."David mengangguk lalu meminta seorang waiter menyajikan teh hangat. "Minumlah, teh ini bagus untuk mereka yang lagi lesu," ujarnya ketika teh berwarna kehijauan itu sudah tersaji. Putri agak ragu, namun tatapan penuh harap David membuatnya tak kuasa menolak. Untunglah, begitu air hangat itu memasuki tenggorokan, tubuhnya mendadak lebih ringan. "Terima kasih, Pak."David mengangguk pelan sebelum mengatakan berita lain yang membuat Putri tercengang. "Sebenarnya bukan aku yang mau ketemu kamu tetapi ibunya Arya, nyonya Bharata."Jantung Putri yang sekejap tadi sudah agak tenang kembali berdegup tak ka
Baca selengkapnya
Curiga
Selepas diantar oleh Heru, Putri menghabiskan sisa waktunya menatap langit-langit kamar yang sudah mengelupas di beberapa bagian. Pertemuan dengan ibunya Arya masih membekas bahkan kesan yang ditimbulkan lebih dalam daripada dengan Soni. 'Apa yang harus kulakukan sekarang?' batinnya bimbang. Sebab tak tahu harus berbuat apa, Putri membuka gawai yang sejak tadi dia matikan. Ternyata ada belasan panggilan tak terjawab dari Arya, belum termasuk pesan singkat. Dan yang terbaru, bunyinya:.[Kamu dimana, Putri? Aku udah di depan gerbang]Butuh beberapa detik bagi Putri mencerna bunyi pesan ini sebelum mengumpat pelan, "mati aku!"Setelah itu, dia buru-buru ngacir ke kamar mandi, membasuh muka dan tangan, lalu merias wajahnya tipis-tipis. Tak lupa menyemprotkan mouth spray agar nafasnya tidak busuk. Apapun ceritanya, dia tak suka tampil kucel dan bau di depan Arya. Sayang sekali, aksinya ini mesti terganggu gara-g
Baca selengkapnya
Senja Kelabu
Putri mengamini perkataan Arya, lantas berkata, "jadi aku harus gimana? Tak mungkin juga nggak keluar rumah.""Sebenarnya... ." Arya menelan ludah, merasa canggung mengucapkan tawarannya. "Aku lebih suka kamu tinggal di seberang Arda Pictures atau Bharata Tower, jadi aku bisa menjagamu setiap saat."Sensasi aneh menjalari kepala Putri, hingga otaknya seperti berdenging. Tawaran Arya jelas menggiurkan namun peringatan nyonya Bharata pun tak kalah menyakitkan. Sudah sepantasnya, Putri memutus ikatan benang kusut antara dirinya dan Arya. "Maaf Arya, aku tak bisa.""Kenapa begitu? Kamu tak perlu sungkan, kita bukan orang asing, malahan... ."Sebelum Arya menyelesaikan perkataannya yang menurut dugaan Putri pastiah absurd, dia langsung memupus harapan pria malang itu. "Aku tak bisa Arya, nanti pacarku bakal marah.""Hah? Sejak kapan kamu punya pacar?"Putri membuang pandang. Mengatakan kebohongan disaat hatimu tak
Baca selengkapnya
Pantai
Waktu terus berjalan tanpa peduli dengan situasi penghuni bumi. Hingga tak sadar, seminggu sudah berlalu. Masih pagi dengan suasana yang sama -- hanya tanggal dan bulan yang berbeda -- Putri berkemas-kemas. Sejak semalam Heru sudah wanti-wanti agar cepat bersiap-siap. Mereka akan tamasya hari ini. "Wow, you look wonderful as usual." Heru bersiul waktu melihat Putri muncul di depan gerbang kontrakannya. Rambut panjangnya yang indah diikat ala pony tail, sedangkan kaos putih kerah V dipadu hot pants warna krim membuat tampilannya nampak segar dan modis. "But honestly, I like it when you look more mature," tambah Heru seraya menyetir mobil ke arah kanan. "Kalau penampilanmu kayak sekarang, nanti dikira orang aku kencan dengan anak SMP."Putri cuma tersenyum kecil, tidak berminat membahas selera Heru. Kadang-kadang, pria di sisinya ini memang agak mendominasi. Tipikal pria-pria arogan yang kerap ditampilkan sangat menawan dalam kisah roma
Baca selengkapnya
Milikku
"Kamu tahu Putri, aku memang belum rela ibu pergi, tapi menyaksikan beliau harus kesakitan setiap saat, aku ... aku pun tak sanggup."Lagi-lagi Putri cuma bisa diam, membiarkan Heru menumpahkan semua unek-uneknya. Ketika Heru bercerita, pikirannya pun jadi terkenang pada neneknya sendiri. Nyaris tiga tahun tak bertemu dengan sosok penuh kasih itu, bikin rasa rindu dalam diri Putri makin menjadi. Ada beberapa saat lamanya mereka hanyut dalam suasana sendu, sampai Heru sadar sendiri bahwa tindakannya sudah merusak suasana romantis yang susah payah dia bangun sejak tadi. "Ehem, maaf udah bikin suasana jadi tak nyaman."Putri mengulas sebuah senyum. "Nggak apa-apa, Kak. Aku malah senang kamu mau cerita."Heru mendesah lega lalu mengelus puncak rambut Putri. "Baguslah, kalau begitu. Aku nggak enak hati sama kamu, soalnya."" ... "Saat mereka sedang asyik berbincang, muncullah dua orang pramusaji, masing-masing me
Baca selengkapnya
Jadian
Putri makin terperangah. Kemana saja dirinya sekian lama? Kenapa tak pernah menyadari perasaan Heru yang sebesar ini? Menatap mata Putri lekat-lekat, Heru melanjutkan perkataannya, "bahkan waktu kamu pertama kali menjawab pertanyaanku, itu hanya upaya agar bisa mendekatimu. Bukan karena aku tak tahu jawabannya. Putri, katakan, apakah menyukaimu dalam diam selama tiga tahun ini belum cukup menyiksa?""Ak--aku tak tahu semua itu." Putri terbata. Bingung oleh luapan rasa. Heru yang tadinya duduk tegak, mencondongkan tubuh ke arah Putri, mengambil cincin yang masih bersalut krim itu, lalu membersihkannya dengan hati-hati. "Sekarang, setelah kamu tahu yang sebenarnya, maukah kamu menerima perasaanku, Sayang?"Jantung Putri berdegup sangat kencang. Masa lalu dan masa kini muncul tumpang tindih di benaknya. Tatapan mata Arya yang terluka, kebencian Marion, peringatan nyonya Bharata, hingga senyum hangat Heru, semuanya melintas seper
Baca selengkapnya
Perselisihan
Meski perasaannya masih gundah, siang ini Putri bersiap-siap menuju rumah sakit. Status baru sebagai pacar membuatnya tak bisa lagi menolak apabila Heru mengajaknya membesuk sang ibu. Meski wajahnya pucat, ibunda Heru sudah lebih segar dibanding terakhir kali Putri menjenguknya. "Wah, tak disangka kamu masih menyempatkan diri datang kemari padahal Heru bilang kalian sangat sibuk." Bunda Heru berujar ramah menyambut kedatangan Putri. Menatap wanita tua itu dengan senyum di wajah, Putri berkata lembut, "iya Tante. Sebagai yang lebih muda, setidaknya ini yang bisa kami lakukan."Bunda Heru tampak mengangguk-angguk sambil menggenggam jemari Putri. Matanya yang teduh menyorotkan kehangatan yang kentara. "Tante sangat senang, akhirnya Heru berhasil mendapatkan pujaan hati." Bunda Heru menarik nafas sebelum melanjutkan ucapannya. "Satu-satunya impian Tante sebelum meninggal itu, melihat kalian bersanding di pelaminan."Deg!
Baca selengkapnya
Meragu
"Sudah sampai, Sayang. Nanti kalau kamu pulangnya agak malam, kabari ya. Biar kujemput.""Siippp!" Putri menyeru seraya mengacungkan jempol. Setelah itu dia melompat lincah seperti anak kijang. Beban berat yang menghimpitnya sekejap tadi, hilang tak bersisa. Jiwanya kembali bebas seperti waktu masih jomblo. Sekira pukul tiga siang, dia dan Claudia memang janjian untuk ketemu. Tempat ini dipilih sebab temannya itu ada jadwal syuting iklan di salah satu SPA yang berlokasi di Angkasa Plaza. "Ya ampun temanku! aku kangen... ." Claudia berkata seraya merangkul Putri erat. Waktu itu dia baru saja tiba di lobby. "Idih, malu tahu. Dilihatin orang-orang," sahut Putri seraya mencubit pinggang sahabatnya. Namun begitu, perasaan Putri menghangat juga. Sebab Claudia adalah satu-satunya teman yang benar-benar peduli padanya. "Jadi kemana kita nongkrong? Ke Oriental Palace, gimana? Kamu suka seafood, kan?""Tak usah. Tem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
15
DMCA.com Protection Status