Semua Bab Dokter Ajaib Primadona Desa: Bab 1581 - Bab 1590

Anggota Badan Perlindungan Negara tentu tidak berani menentang perintah Devika. Akan tetapi, serangan Tirta yang tidak terlalu dahsyat tadi sudah membuat para anggota pasukan khusus tidak mampu berdiri.Biarpun mereka berusaha keras untuk mengejar Tirta, gerakan mereka sangat lambat. Mana mungkin mereka bisa berhasil mengejarnya?Melihat Tirta yang sudah berjalan keluar dari pintu utama bandara, beberapa anggota Badan Perlindungan Negara menunduk. Salah satu dari mereka berkata kepada Devika dengan ekspresi tidak berdaya, "Bu, bagaimana kalau ... Ibu utus pasukan lain lagi untuk cegat dia? Kami ... nggak sanggup kejar dia.""Anggota kalian begitu banyak, tapi kalian bahkan nggak bisa sentuh dia! Masa kalian sudah kehilangan kemampuan untuk bergerak? Kalian memang nggak berguna!" omel Devika.Devika sudah dipapah. Melihat situasi ini, amarahnya bergejolak lagi. Awalnya Devika berniat mengutus pasukan lain untuk mencegat Tirta. Hanya saja, Devika berpikir tindakannya tadi sudah cukup ket

Tirta lanjut berkata, 'Aku merasa cinta dan benci kepadamu .... Dulu aku nggak tahu alasannya. Sekarang sepertinya aku sudah tahu ....'Awalnya Genta tidak ingin mendengar omong kosong Tirta, tetapi dia tanpa sadar mengasihani Tirta setelah mendengarnya. Genta menanggapi, "Pecundang, jangan bilang lagi. Aku sudah bisa pahami kamu."Genta meneruskan, "Kamu merasa aku mirip ayahmu waktu galak dan aku mirip ibumu waktu lembut. Sekarang kamu jadi bergantung padaku. Benar, nggak?"Tirta mendesah dan menyahut, 'Iya ... seharusnya memang begitu. Apalagi belakangan ini aku baru tahu kabar orang tua kandungku. Aku kehilangan ibuku sekali lagi dan ayahku dicelakai hingga koma selama hampir 20 tahun. Aku sangat sedih ... jadi aku ingin kamu menemaniku.'"Nggak disangka, ternyata kamu menganggapku seperti itu. Aku seperti ayah dan juga ibumu. Pecundang, kehidupanmu sebelumnya memang cukup tragis. Aku terpaksa menyetujui permintaanmu karena melihat hidupmu yang menyedihkan," timpal Genta.Genta bar

Sementara itu, Yahsva yang jalan-jalan bersama Saba samar-samar mendengar pembicaraan di telepon. Hanya saja, dia tidak mendengarnya dengan jelas. Yahsva melihat Saba tampak marah dan langsung berbalik ke jalan sebelumnya tanpa berpamitan.Yahsva buru-buru mengejar Saba. Dia yang penasaran bertanya, "Kak Saba, tadi kudengar Marila bilang sepertinya Tirta sudah datang ke ibu kota ya? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa ekspresimu tiba-tiba menjadi muram?"Saba menahan amarahnya sambil menyahut, "Yahsva, aku juga nggak bisa jelaskan padamu untuk sementara waktu. Tapi, kalau kamu ingin meminta Tirta memperpanjang usiamu, kebetulan Tirta punya masalah pribadi. Mungkin kamu bisa bantu dia."Saba menambahkan, "Sebaiknya kamu ikut aku. Nanti aku baru pelan-pelan beri tahu kamu masalahnya di perjalanan."Akhir-akhir ini, Yahsva merasa kondisinya makin melemah. Dia berharap Tirta bisa segera datang ke ibu kota. Mendengar ucapan Saba, Yahsva langsung menyetujui, "Ini ... oke. Kak Saba, aku langs

Sesudah itu, Ciptadi menelepon Altair. Waktu kembali ke setengah jam yang lalu, di sebuah hotel bintang lima paling top di jalanan padat yang dipenuhi lampu neon. Di bawah cahaya lampu terang dalam ruang privat imperial, 2 pria paruh baya yang karismatik duduk berseberangan.Kedua pria itu masing-masing dikelilingi 4 wanita muda yang cantik dan seksi. Para wanita sibuk memijat kaki dan bahu kedua pria atau menyuap mereka.Pria yang angkat bicara berkata sembari tersenyum, "Pak Pirouz, terakhir kali kita bertemu 3 bulan yang lalu. Seharusnya aku membawa Pak Pirouz ke kediaman Keluarga Hadiraja dan memberimu pelayanan yang memuaskan. Tapi, aku sudah nggak sabar ingin bekerja sama dengan perusahaanmu.""Jadi, aku mendadak mengubah lokasi pertemuan kita di sini. Mohon dimaklumi kalau pelayanannya kurang memuaskan," lanjut pria itu.Bagian alis mata pria itu mirip dengan Tirta. Dia adalah Altair. Sementara itu, orang yang duduk di seberang Altair adalah pria paruh baya. Wajahnya memang hamp

Sementara itu, di kamar Orion. Belasan menit kemudian, Tirta bukan hanya berhasil menawarkan racun yang merusak saraf Orion. Dia juga memulihkan semua organ tubuh dan otot di tubuh Orion yang melemah dengan menggunakan energi spiritualnya yang melimpah.Melihat wajah Orion yang mulai merona dan detak jantungnya mulai bertenaga, Tirta mengembuskan napas lega dan bergumam, "Mungkin beberapa menit lagi ayahku sudah bisa bangun. Tapi, dia masih butuh bantuan energi spiritual untuk pulih sepenuhnya secara perlahan. Nutrisi dari makanan sehari-hari juga nggak boleh kurang. Oh iya ...."Tirta tiba-tiba ingat di dalam Cincin Penyimpanan masih tersisa batu spiritual terakhir. Dia langsung mengeluarkan batu spiritual itu, lalu menggunakan Pedang Terbang untuk membuat lubang kecil. Tirta mengecilkan Tali Tujuh Warna menjadi seukuran benang wol dan memasukkannya ke dalam lubang kecil.Batu spiritual itu langsung terlihat seperti gantungan batu giok dan sangat cocok digunakan untuk memulihkan tubuh