Hari-hari berlalu, dan Nadia menepati janjinya. Di kelas, ia bersikap sopan tapi netral. Tidak ada sapa pribadi, tidak ada lirikan bernuansa, apalagi percakapan penuh makna seperti saat mereka terjebak bersama di gunung. Isa pun memperlakukan Nadia seperti mahasiswa lainnya dingin, profesional, dan berjarak.Siang itu, di area kampus dekat taman, Nadia sedang duduk di bangku panjang, menunggu kelas selanjutnya. Angin berembus pelan, membawa aroma daun basah sisa hujan semalam.Seorang cowok dari jurusan sebelah, Damar, tinggi, ceria, dan populer datang menghampirinya sambil membawa dua cup es kopi.“Hei, Nad! Aku nekat beliin kamu kopi lagi. Kali ini harus mau, nggak boleh nolak kayak kemarin.”Nadia tertawa kecil. “Kamu keras kepala juga, ya.”“Demi kamu, iya dong,” goda Damar sambil menyodorkan satu cup padanya.Tak jauh dari situ, di lantai dua gedung sebelah, Isa berdiri di balik jendela ruang dosen. Tangannya masih memegang buku yang tadi hendak ia baca, tapi matanya terpaku ke a
Terakhir Diperbarui : 2025-08-01 Baca selengkapnya