Setelah Nadia pulih, Isa dengan hati-hati mengantarnya pulang. Mobil itu berhenti tepat di depan rumah sederhana yang lampunya sudah menyala. Begitu mereka turun, Abie sudah berdiri di teras, menatap tajam seperti sedang menghitung setiap detik keterlambatan mereka. "Kalian dari mana saja?" tanyanya datar, tapi nadanya mengandung curiga. Tatapannya berpindah cepat dari wajah Isa ke Nadia, lalu kembali lagi ke Isa. Isa mencoba membuka mulut. "Maaf, Pak, saya—" Belum sempat kalimat itu selesai, Abie mengangkat tangan, menghentikannya. "Nadia, masuk ke kamar." Nada suaranya bukan perintah biasa—lebih mirip ultimatum. Nadia menunduk, menahan napas, lalu melangkah cepat masuk ke dalam rumah. Pintu tertutup pelan di belakangnya, menyisakan Isa dan Abie saling berdiri berhadapan di bawah cahaya lampu teras. "Kalau kau pikir aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, kau salah besar," ucap Abie lirih, tapi penuh tekanan. Isa menelan ludah, menahan diri untuk tidak terpancing. “Saya ha
Terakhir Diperbarui : 2025-08-15 Baca selengkapnya