Udara dingin di gua ini menusuk hingga ke tulang. Sisa bara api semalam hanyalah kehangatan semu, tak berdaya melawan hawa beku yang merayap tanpa ampun. Aku menggeliat, leherku kaku bukan main. Perutku melilit perih, menagih isinya. Tak jauh dariku, Riel masih terbaring lemah. Wajahnya sepucat kertas, bibirnya kering mengerut. Keningnya berkerut dalam, seolah mimpi buruk pun sudah menyerah pada rasa sakit yang menderanya. Arista, dengan lingkaran hitam kentara di bawah matanya, berlutut di samping Riel. Jelas sekali ia tak tidur semalaman. Jemari rampingnya dengan telaten mengganti perban di paha sang Pangeran Elf. Di sekitar luka itu, kulitnya memerah dan sedikit bengkak. Infeksi. Batinku menjerit ngeri. "Bagaimana keadaannya?" bisikku pelan, merapat ke sisi Arista. Ia mengangkat wajahnya yang kuyu. "Demamnya belum turun, Liora. Luka ini…" Arista berhenti, suaranya serak, "...aku takut infeksinya makin parah kalau kita tidak segera menemukan bantuan." Sarapan kami adalah sis
Terakhir Diperbarui : 2025-06-02 Baca selengkapnya