Home / Fantasi / PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA / BAB 20: SUAKA DI LEMBAH PINUS

Share

BAB 20: SUAKA DI LEMBAH PINUS

Author: TenMaRuu
last update Last Updated: 2025-06-03 09:19:26

Elf tua itu—yang belakangan kami tahu namanya Elara—menyambut kami. Raut wajahnya seketika berubah dari kaget menjadi cemas luar biasa. Matanya, seteduh hutan di musim gugur, langsung terkunci pada Riel.

Pangeran Elf itu kini tak lebih dari karung lunglai yang diseret. Bukan lagi sosok gagah yang kukenal.

"Demi Cahaya Bintang... apa yang menimpa kalian, anak-anak?" Suara Elara serak, seperti gesekan daun kering. Namun, ada nada kehangatan di dalamnya yang langsung membuatku sedikit rileks. Sedikit.

Tanpa buang waktu bertanya, Elara langsung bergerak sigap, membantu Arista memapah Riel ke dalam gubuknya yang terbesar. Dari luar tampak sederhana, dindingnya dari kayu pinus tua yang sudah lapuk dimakan cuaca.

Tapi di dalamnya, kehangatan langsung menyergap.

Perapian kecil berderak pelan di sudut, menebarkan cahaya lembut. Udara dipenuhi aroma ramuan herbal yang asing, namun anehnya menenangkan.

Riel segera dibaringkan di atas dipan kayu berlapis kulit rusa tebal. Jemari keriput Elara, be
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 25 : PENJAGA WILAYAH TERLARANG

    Lompat dari wajan ke dalam api. Pepatah lama itu belum pernah terasa relevan seperti sekarang. Baru saja kami berhasil lolos dari kejaran Umbra yang bikin jantung mau copot, eh, sekarang malah berhadapan dengan… entah apa ini. Makhluk berkulit hijau kecoklatan seperti kulit pohon, dengan mata hijau menyala setajam zamrud dan tombak kayu runcing yang teracung lurus ke arah kami.Aura yang dipancarkannya aneh. Bukan gelap seperti Umbra, tapi juga bukan Aether murni yang menenangkan. Lebih seperti… energi alam yang liar, purba, dan sama sekali tidak ramah pada penyusup."Siapa kalian?" Suaranya serak, seperti gesekan kulit kayu yang kering, namun ada nada perintah yang tak bisa diabaikan. "Dan apa urusan kalian memasuki wilayah terlarang ini?"Wilayah terlarang. Sial. Sepertinya peta Elara tidak mencantumkan detail kecil ini.Arista langsung mengambil posisi di depanku dan Riel, satu belatinya sudah terhunus, meski ia tidak langsung menyerang. "Kami hanya pengelana yang tersesat, Penjaga,

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 24 : DI BALIK BAYANG-BAYANG PUNCAK

    Hutan pinus kecil itu terasa seperti surga mini setelah horor di Lorong Bisikan dan ketegangan menghindari patroli Umbra. Aku langsung ambruk begitu kami menemukan ceruk yang cukup terlindung di antara akar-akar pohon pinus raksasa. Napasku masih memburu, setiap otot di tubuhku menjerit protes. Arista, dengan wajah yang tak kalah pucatnya, dengan hati-hati merebahkan Riel di atas hamparan daun pinus kering.Pangeran Elf itu mengerang pelan, matanya terpejam rapat, keningnya basah oleh keringat dingin meski udara di sini menusuk tulang.Kondisinya benar-benar mengkhawatirkan."Kita berhasil," desah Arista, lebih seperti mencoba meyakinkan dirinya sendiri daripada memberitahuku. Ia menatap ke arah puncak gunung yang kini sebagian tertutup kabut, seolah memastikan Vane Morwen dan pasukannya tidak tiba-tiba muncul dari sana."Ya, berhasil kabur," sahutku getir. Kabur. Bukan menang. Dan dengan Riel yang nyaris sekarat begini, aku tidak yakin ini bisa disebut keberhasilan.Malam itu, tidurk

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 23 : JEBAKAN LONGSORAN

    "Tunggu," bisikku. Satu tanganku menahan Arista, sementara tangan lainnya menyentuh lengan Riel yang bersandar di bahu. Kami baru saja tiba di bibir Lorong Bisikan, napas masih sedikit memburu setelah berjuang keras membangun jembatan es tadi.Tapi bukan itu yang membuat jantungku tiba-tiba berpacu liar.Sebuah hawa dingin yang menusuk, gelap dan pekat, menyergap inderaku.Aura Umbra. Sangat kental. Dan jumlahnya… banyak."Ada Umbra," kataku lirih, suara tercekat, memastikan hanya kami bertiga yang mendengar. "Banyak sekali. Tepat di depan."Arista, tanpa membuang sedetik pun, menempelkan tubuh rampingnya ke dinding batu lorong. Mata elangnya mengintip waspada melalui celah sempit bebatuan. Bahunya yang biasanya tegap tampak menegang kaku. Beberapa detik yang terasa seperti keabadian berlalu sebelum ia menarik kepalanya kembali. Wajahnya pucat pasi, garis-garis ketegangan mengeras di rahangnya."Sial," desis Arista, napasnya pendek. "Mereka membangun pos penjagaan sementara di mulut g

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 22 : LORONG BISIKAN

    Pagi merayap ke ceruk batu kami, namun kehangatan seperti enggan ikut serta. Sama dinginnya seperti kemarin di gua. Menggigit tulang. Perutku bahkan sudah keroncongan sebelum mata ini terbuka sepenuhnya.Kuperiksa Riel. Dia masih terkulai lemah, demamnya bandel tak mau enyah. Napasnya pendek dan dangkal. Keningnya yang pucat pasi berkilat oleh lapisan keringat dingin. Arista, dengan sabar tak terhingga, tengah menyodorkan bibir kantong air kulit ke mulut Riel yang kering."Dia harus segera turun dari gunung ini, Liora," bisik Arista. Sorot matanya tak mampu lagi membendung gelombang khawatir. "Udara di atas sini terlalu tipis, terlalu dingin. Dia tak akan bertahan lama."Aku mengangguk getir. Paham sekali. Masalahnya, turun gunung bukan perkara gampang menyusuri jalan setapak yang landai.Peta dari Elara memang menunjukkan jalur utama ke selatan—menuju Hutan Silvanus Raya. Tapi, rute itu terhalang zona arsiran hitam pekat: Ngarai Bayangan. Elara sudah menekankan, dengan nada suara yan

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 21 : LEMBAH ANGIN

    Meninggalkan kehangatan gubuk Elara, dengan semerbak aroma ramuan herbal yang menenangkan, rasanya seperti diusir dari surga mungil kembali ke pelukan neraka beku.Oke, mungkin aku sedikit dramatis. Tapi Lembah Pinus itu benar-benar terasa seperti seteguk air di padang pasir dibandingkan sisa Pegunungan Aethel yang ganas ini.Dengan peta dari Elara tergenggam erat di tangan Arista, dan Riel yang masih menyeret langkah tertatih dengan bantuan tongkat kayunya, kami memulai perjalanan. Rute memutar, kata Elara, ‘lebih aman’: Lembah Angin Tersembunyi.Jujur saja, namanya sudah membuat bulu kudukku berdiri."Kau yakin kita tidak salah belok?" tanyaku pada Arista setelah berjam-jam merayap di jalur sempit yang dijepit tebing-tebing batu kelabu.Angin di sini, sesuai julukan lembahnya, punya kemauan sendiri. Kadang hanya bisikan dingin di telinga, detik berikutnya sudah meraung marah, mencabik-cabik jubah kami.Arista hanya mengangguk singkat, matanya tak lepas dari peta usang di tangannya d

  • PUTRI PENGUBAH TAKDIR ELYSIA    BAB 20: SUAKA DI LEMBAH PINUS

    Elf tua itu—yang belakangan kami tahu namanya Elara—menyambut kami. Raut wajahnya seketika berubah dari kaget menjadi cemas luar biasa. Matanya, seteduh hutan di musim gugur, langsung terkunci pada Riel.Pangeran Elf itu kini tak lebih dari karung lunglai yang diseret. Bukan lagi sosok gagah yang kukenal."Demi Cahaya Bintang... apa yang menimpa kalian, anak-anak?" Suara Elara serak, seperti gesekan daun kering. Namun, ada nada kehangatan di dalamnya yang langsung membuatku sedikit rileks. Sedikit.Tanpa buang waktu bertanya, Elara langsung bergerak sigap, membantu Arista memapah Riel ke dalam gubuknya yang terbesar. Dari luar tampak sederhana, dindingnya dari kayu pinus tua yang sudah lapuk dimakan cuaca.Tapi di dalamnya, kehangatan langsung menyergap.Perapian kecil berderak pelan di sudut, menebarkan cahaya lembut. Udara dipenuhi aroma ramuan herbal yang asing, namun anehnya menenangkan.Riel segera dibaringkan di atas dipan kayu berlapis kulit rusa tebal. Jemari keriput Elara, be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status