“Ternyata selama ini… dia salah satu pengkhianatnya?” gumam Zayden, suaranya dalam, nyaris seperti desahan amarah yang tertahan. Rahangnya mengeras, tangan kanannya mengepal begitu kuat hingga buku-bukunya memutih.Alisha yang sejak tadi berdiri di sampingnya, tanpa sadar menyentuh lengan suaminya. Sentuhan yang pelan, tapi penuh makna. “Ay… kamu nggak apa-apa?” bisiknya hati-hati.Pertanyaan itu, bahkan bagi Alisha sendiri, terasa kontradiktif. Bagaimana mungkin pria itu baik-baik saja, saat kenyataan sebesar ini baru saja menghantamnya? Wajah Zayden tak perlu banyak bicara — sorot matanya, gerak tubuhnya, semua sudah cukup bicara.Tanpa menjawab, Zayden mengatupkan bibirnya rapat, berusaha menahan gejolak di dadanya. Bahunya naik turun pelan, menarik napas berat untuk menenangkan dirinya.Alisha memutuskan tidak membiarkan suaminya berdiri lama di situ. “Ay, lebih baik kita ke ruanganmu dulu,” ajaknya pelan.Zayden hanya mengangguk sekali, lalu melangkah mengikuti Alisha masuk ke rua
Huling Na-update : 2025-06-06 Magbasa pa