“Apa kau tidak lelah, Rigenn?” Suara Ariella memecah kesunyian malam itu. Ia menoleh pada suaminya yang sedang duduk di tepi ranjang, menatap gelas anggur di tangannya tanpa minat. Rigen mengangkat wajah, menahan seulas senyum tipis. “Lelahku hilang begitu melihatmu, Sayang,” balasnya, nada tenangnya begitu kontras dengan dingin yang masih menggantung di tubuhnya. “hmmm, kamu selalu pandai berbohong,” sahut Ariella, merengut, tapi jemarinya tetap meraih lengan Rigen, seolah mencari kehangatan yang ia butuhkan. “Tapi tanganku bisa merasakan… dingin sekali.” Rigen menahan napas sejenak, kemudian menyentuh pipi istrinya dengan telapak tangan yang masih menyisakan bekas samar merah. “Kamu ingin tahu kenapa tanganku dingin?” Ariella mengangguk, matanya penuh selidik. “Karena aku merindukan hangatmu terlalu lama,” ucap Rigen, suaranya serak, seperti menyembunyikan banyak hal. Ariella menunduk, lalu menghela napas. “Kamu semakin menutup dirimu, Rigen. Aku tidak suka. Aku ing
Last Updated : 2025-08-18 Read more