Malam itu, langit Batavia menghitam, seolah langit pun ikut berduka, merunduk dalam gelap yang pekat. Di bawah langit yang bergemuruh, di antara api yang membara dan debu yang menggantung di udara, Satrio terhuyung, darah mengalir dari luka di pelipisnya, matanya nanar mencari jalan keluar dari kekacauan yang menelannya bulat-bulat. Langkahnya goyah di atas tanah yang retak, retakan yang berdenyut seperti nadi kota yang sekarat, dan di kejauhan, suara tangisan anak kecil bergema, memecah ruang, menyayat dada, mengguncang dasar jiwanya.“Jangan berhenti, Satrio… Kau harus pergi!” suara serak itu datang dari belakang, dan Satrio menoleh dengan sisa tenaganya, hanya untuk melihat Tan Ming berdiri tegak di antara reruntuhan, tongkat kayu di tangannya bergetar, matanya tajam seperti pisau yang mengiris malam. Di sekeliling mereka, makhluk-makhlu
Last Updated : 2025-07-20 Read more