Langit Batavia membara, merah membusuk di cakrawala, seakan dunia sudah melewati batas kesabarannya. Asap tebal menyesakkan udara, menghitamkan bulan, dan di bawah bayang-bayang reruntuhan, Satrio berdiri terhuyung, napasnya berat seperti diikat, dadanya tercekik rasa bersalah yang merayap tanpa ampun. Di matanya, kota yang dulu dikenal kini hanya puing dan bara, jeritan tertahan dalam debu yang menggantung, dan di telinganya, gema suara Sekar—teriakan yang pecah, tangis yang patah, lalu hening yang membunuh.“Sekar!” teriak Satrio dengan suara serak, suaranya memantul di antara dinding-dinding retak, namun hanya kesunyian yang menjawab. Ia menyeret langkahnya, lututnya berdarah, tangan terulur, meraba pecahan bata dan serpihan kayu, mencari tanda apa pun—sehelai kain, jejak kaki, atau sisa napas dari perempuan yang entah sejak kapan m
Huling Na-update : 2025-07-22 Magbasa pa