All Chapters of Dari Dokter Ahli Berubah Menjadi Selir Tawanan Dewa Perang: Chapter 51 - Chapter 60

Sudah tiga pekan sejak Raeshan pergi memeriksa perbatasan utara. Meski ia terbiasa sendiri, kesunyian kali ini terasa jauh lebih dingin dari biasanya.Beberapa jam setelah hujan reda, Elina baru saja mengganti pakaiannya yang basah saat dua pelayan istana utama milik Ratu Amaris datang dengan wajah tanpa ekspresi.“Permaisuri Liora memanggil Anda ke Paviliun Mawar,” ucap salah satu dari mereka.Elina ingin menolak. Tubuhnya belum pulih dari tekanan hari-hari terakhir, dan jiwanya terasa remuk. Tapi ia tahu, di istana ini, penolakan sama saja dengan bunuh diri.Ia mengikuti mereka diam-diam, melewati lorong belakang menuju sebuah ruang tersembunyi di taman dalam. Paviliun Mawar. Tempat cantik yang penuh bunga-bunga harum tapi hari ini tak beraroma damai. Hanya dingin dan bahaya yang menggantung di udara.Di dalam, Liora menunggu.Ia mengenakan gaun panjang merah darah, rambut disanggul sempurna. Di hadapannya, sebuah cawan keramik disiapkan di atas meja kecil yang ditutupi kain putih.

Elina masih terdiam, belum mengerti semua yang terjadi. Tatapannya beralih pada Tuan Ankai, yang kini berdiri di antara kabut dengan sorot mata jauh.Dengan suara pelan namun berat, Tuan Ankai mulai bicara.“Dulu... aku bukan petualang seperti ini,” ucapnya perlahan. “Namaku adalah Ankai Darshan. Dahulu aku adalah penasihat utama di Istana Azmeria. Kepercayaan Raja Tharalia, ayah dari Raja Varyen saat ini.”Elina terkejut. “Anda… pernah menjadi penasihat raja?”Ankai mengangguk perlahan. “Selama tiga puluh tahun, aku menjadi tangan kanan Raja Arvendir. Aku menyaksikan Azmeria tumbuh dalam kejayaan, melihat pangeran-pangeran kecil bermain di lorong istana… termasuk Varyen.”Hening menguasai lembah. Kabut bergulir pelan di antara pohon-pohon pinus.“Tapi ketika Raja Arvendir wafat mendadak, dan Varyen naik takhta. Semuanya berubah. Aku difitnah sebagai pemberontak. Dituduh meracuni raja. Semua bukti diarahkan padaku.” Suaranya semakin berat. “Aku tahu siapa dalangnya, tapi saat itu… kat

Hujan baru saja reda ketika Kael membawa Elina dan Sekar ke pondok kecil di tepi hutan Karvan. Di dalamnya, api perapian menyala redup.Sekar tertidur lelap, luka-lukanya sudah dibersihkan dan dibalut oleh tangan terampil Kael. Elina duduk membungkus tubuhnya dengan selimut wol. Matanya kosong menatap api yang menari, pikirannya masih tersisa di antara ketakutan dan pelarian.Kael duduk tak jauh darinya. Dalam diam, ia mengamati wajah Elina yang letih, tapi tetap menyimpan keteguhan. Akhirnya, ia berbicara pelan, nyaris ragu.“Elina… setelah ini, kau ingin pergi ke mana?”Elina menoleh, lalu menjawab dengan suara pelan tapi mantap, “Ke Varindra. Tanah asalku.”Kael terdiam sejenak, lalu tersenyum samar. “Varindra sudah tak seindah dibayanganmu Elina.”Elina menoleh dan tersenyum kecil.“Kau tahu, Kael… kau tidak pernah menepati janjimu mengunjungi negeriku dengan membawakan emas dan perhiasan untuk melamarku sebagai permaisurimu.”Kael sontak membeku. Matanya melebar.“Apa?”Elina men

Beberapa hari setelah resmi menjadi Kaisar, wajah asli Aldrcik mulai terkuak.Ia bukan pemimpin bijak seperti yang diharapkan rakyat.Dalam waktu singkat, puluhan jabatan penting di kerajaan dicopot. Para menteri berpengalaman disingkirkan, digantikan oleh orang-orang kepercayaannya kebanyakan haus kuasa tapi minim pengetahuan.Di kota-kota besar, pajak dinaikkan secara sepihak. Beberapa rakyat yang protes langsung ditangkap dan dibunuh. Di desa-desa, para gubernur baru yang merupakan pendukung Aldrcik berbuat semena-mena, menjarah hasil panen rakyat.Di dalam istana, Mireya akhirnya memberanikan diri bertanya.“Yang Mulia? Apakah belum saatnya kau mengangkatku sebagai Ratu?”Aldrick yang awalnya duduk tenang langsung mendekat dan tanpa aba-aba, ia berdiri dan menampar Mireya keras hingga tubuh perempuan itu terhempas ke lantai.“Kau tidak pantas jadi Ratu,” desisnya tajam. Ia menarik pedang dari pinggangnya, menempelkan ujung dinginnya ke leher Mireya. “Aku masih berbaik hati mengizi

Malam harinya di penjara bawah tanah istana AzmeriaDi ujung lorong paling gelap, dua penjaga duduk mengantuk di depan pintu jeruji besi yang berat.Seorang perempuan berjubah gelap muncul dari arah lain. Wajahnya tertutup tudung.Elina mengeluarkan dua jarum panjang keemasan dari dalam lengan bajunya. Dua gerakan akurat.Ctak! Ctak!Penjaga tak sempat menjerit. Tubuh mereka lunglai dan langsung jatuh pingsan.Elina menarik napas panjang. Ia membuka kunci jeruji dengan pin kecil dari balik sabuknya. Begitu pintu besi terbuka, aroma darah lembab menyambutnya.Di dalam, Raeshan terbaring tak berdaya di atas balok batu. Tubuhnya penuh luka cambuk, lebam, dan goresan. Keringat dingin membasahi pelipisnya.Elina melangkah pelan, lututnya bergetar melihat keadaan Raeshan.Ia berlutut di sampingnya. Tangannya gemetar menyentuh luka di punggung Raeshan yang terbuka dan membentuk bekas-bekas mengerikan.Ia mengeluarkan kain hangat dari bungkusan kecil dan perlahan membersihkan darah yang mulai