Hujan turun pelan-pelan malam ini. Gerimis seperti tirai tipis yang menggantung di antara langit kelabu dan bumi yang basah. Di dapur rumah mungilnya yang penuh dengan aroma coklat, Zura tengah menyeduh teh sambil melirik ponselnya yang terus bergetar sejak tadi pagi. Nama "Amma Gista" terpampang berkali-kali di layar. Dia tahu apa yang akan dibicarakan.Dan kali ini, Zura tak bisa lagi menghindar.“Zura, pulanglah, Nak,” suara Amma Gista terdengar lembut tapi tegas lewat sambungan telepon. “Saudaramu semakin sering menanyakanmu. Rumah ini terlalu sepi tanpa kamu.”Zura diam, menatap jendela kaca kecil yang mengarah ke halaman belakang. Hujan masih turun, menetes di atas seng yang berderit pelan.“Amma, aku bukannya nggak kangen,” jawab Zura pelan, “Tapi rumah ini—tempat ini, aku bangun sendiri. Setiap bata, setiap lukisan di dinding, setiap lembar cicilan—itu bagian dari perjuanganku.”Amma Gista terdiam sejenak di seberang. “Kamu nggak
Last Updated : 2025-05-12 Read more