All Chapters of Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan: Chapter 171 - Chapter 180

Jenn tersenyumlah saat mendengar penjelasan dari dokter tentang perkembangan janin yang ada di dalam perutnya. Kehamilannya kini menginjak 14 minggu, ukurannya dinyatakan normal, detak jantungnya kuat, dan semua hasil pemeriksaan menunjukkan tanda-tanda bayi. Ia pun menghela napas lega. Sebenarnya, belakangan ini Jenn sering sekali merasa tidak enak badan, dia juga khawatir kalau itu akan mempengaruhi kesehatan janin yang ada di dalam perutnya. Dokter wanita itu tersenyum ramah sambil menepuk lembut punggung tangan Jenn. “Semua berjalan dengan baik, Nyonya. Anda hanya perlu terus menjaga pola makan dan istirahat yang cukup. Pastikan juga untuk tidak terlalu banyak stres, itu sangat penting dan paling utama untuk kesehatan janin anda.” Jenn pun mengangguk pelan. “Baik, Dokter. Terima kasih banyak.” Senyumnya memang nampak begitu lembut, tapi matanya memancarkan sesuatu yang begitu dalam, bahagia tapi juga sendu.

James menggelengkan kepalanya. Melihat wajah Javier yang begitu khawatir, dia yakin benar pertanyaan ini sangatlah penting dan akan menjadi penentu besar dalam sebuah keputusan. “Javier, Tuan Andreas dan juga Nyonya Valerie memang terlihat sangat dekat, seolah-olah mirip seperti pasangan yang melakukan perselingkuhan. Tapi... mereka tidak pernah melakukan perselingkuhan itu sama sekali.” Javier menghela nafas lega. Setidaknya, dia bisa menerima cerita-cerita yang lain pada masa lalu Ayah kandungnya dan juga ibunya Jenn. Dari sekian banyak kenyataan yang akan dia ketahui dari James, Javier yakin setelah mengetahui tidak adanya hubungan serong antara Andreas dan juga Valerie, dia akan dengan mudah menerima cerita dari James. Melihat reaksi Javier yang seperti kehilangan beban ratusan ton dari pundaknya, James pun tersenyum. “Kau sangat terbebani dengan hal itu, ya?”Dengan cepat Javier menganggukkan kepalanya. Dia tidak mungkin menutupi

Sofia tersenyum pahit. Lagi dan lagi... dia selalu dibentak hanya karena mengatakan Valerie sudah mati. Memang benar. Lantas mau bagiamana lagi?Sudah berlalu hampir 20 tahun, tapi Thomas masih terjebak dengan masa lalu yang tidak masuk akal. “Kenapa kau marah? Bukankah seharusnya kau paham bahwa apa yang sudah pergi dari masa lalu tidak akan bisa kembali?” Sofia menatap Thomas dengan tatapan tajam. Raut penuh kekecewaan itu begitu terluka. “Aku sudah mendampingi mu selama belasan tahun setelah dia tiada. Apa kau pernah mempedulikan ku? Apa kau tahu bahwa aku selalu memperhatikan mu tanpa kau tahu. Aku melakukan segala cara untuk mendapatkan secuil perhatian mu, tapi tetap saja kau...”Thomas mengeraskan rahangnya. “Kau sudah semakin tidak bisa mengontrol diri.”Sofia menggigit bibir bawahnya. Dia tidak ingin perdebatan itu tersebar oleh pelayan rumah, ia pun masuk ke dalam ruangan itu, menutup pintu dengan rapat.“Se

Sesampainya di tempat yang disebut dalam catatan lama itu, sebuah wilayah yang dulunya terpencil di pinggiran kota Tua. Javier turun dari mobil bersama tim dari Ken. Angin sore berhembus pelan, membawa aroma debu dan tanah kering. Jalanan berbatu yang mereka lalui tampak sepi, hanya beberapa rumah tua berdiri di kejauhan, sebagian besar sudah ditelan semak dan lumut. Salah satu anggota dari timnya Ken membuka peta digital di tabletnya sambil berkata pelan, “Menurut arsip lama, rumah Nyonya Valerie ada di sekitar titik ini. Tapi semua data kepemilikan berhenti di tahun kejadian itu. Setelah itu, catatannya pun menghilang.”Javier mengamati sekeliling dengan pandangan tajam. Ia melangkah ke sebuah area lapang yang dikelilingi pagar karat setengah roboh. Di sana hanya tersisa pondasi retak dan batu bata kusam, tanda bahwa pernah ada bangunan berdiri di tempat itu. Seorang pria paruh baya lewat sambil membawa gerobak buah. Javier segera menghampiri

Mendengar itu, tubuh Valerie pun lemas. Dia tidak bisa lagi menopang lututnya, hampir saja jatuh pingsan. “Ibu!” teriak Devia. “Ibu mertua!” Javier bergerak cepat, menahan tubuh Valerie agak tidak membentur lantai. Begitu berada dalam pelukan Javier, Valerie pun menangis. Tangannya terulur untuk menyentuh wajah yang sangat mirip dengan orang yang paling penting di dalam hidupnya. Wajah yang sangat mirip dengan Andreas Bellagio. “Javier... kau Javier Bellagio?” tanyanya lirih, takut kalau itu hanya akan menjadi angannya saja. Javier dengan cepat meraih tangan Valerie. Membiarkan menyentuh wajahnya untuk sebentar. “Iya. Aku Javier Bellagio. Aku putra tunggal dari Andreas Bellagio.” Valerie terisak. Sungguh... melihat Javier di sana, di dekatnya, bisa menyentuh wajahnya, rasanya seperti mimpi yang hingga sampai detik ini tidak berani untuk dia bayangkan. Beberapa saat kemudian, mereka kini bera