“Liam, angkat teleponnya, cepat,” Dengan jengkel Arfan berguman. Suaranya terdengar agak mendesak dari dalam mushola, sambil mengusap wajahnya yang masih basah karena wudhu.Keya yang sedang duduk di dekat sofa, melirik layar ponsel suaminya. “Kak, Arfan telepon. Mau aku angkatin?”Liam yang masih meringkuk di kursi malas, selimut tipis melingkari pinggangnya, menggumam manja. “Nanti aja… kamu dulu yang ngobrol, aku masih males gerak.”Keya menghela napas, lalu menekan tombol terima. “Halo, Fan?”“Oh, Keya. Liam ada?” tanya Arfan cepat.“Sebentar, aku kasih ke dia.” Keya menyodorkan ponsel, tapi Liam malah menarik tangan Keya, memeluknya dari samping. “Ngapain buru-buru, Yang? Kamu kan baru duduk di sini. Temenin aku sebentar,” ujarnya sambil menempelkan dagu ke bahu istrinya. "Sini, cium aku duluh, baru aku bangun."“Kak, itu Arfan…” Keya mencoba memprotes, tapi Liam memejamkan mata. “Hmm… tapi peluk kamu lebih penting dari suara Arfan,” gumamnya.Arfan yang mendengar jelas dari seber
Terakhir Diperbarui : 2025-08-16 Baca selengkapnya