All Chapters of Gairah Sahabat Suamiku : Chapter 81 - Chapter 90

Pagi ini, Lili bangun lebih cepat dari biasanya. Udara masih sejuk, cahaya matahari baru menembus tirai jendela tipis kamarnya. Ia mengusap wajah, mencoba menghilangkan sisa kantuk. Hari ini adalah hari pertamanya kembali bekerja setelah beberapa hari ini ia tidak masuk kerja karena masalah rumah tangganya, dan juga masa lalunya yang terbuka kembali.Sebelum bersiap ke kantor, Lili langsung menuju dapur. Di sana, mama Rina sudah sibuk memotong bawang dan menyiapkan bumbu. Aroma tumisan sudah mulai menyebar, menandakan masakan akan segera matang."Ma, aku saja yang menyiapkan sarapan. Mama urus papa dulu," ujar Lili, sambil pelan-pelan mengambil spatula dari tangan mama Rina.Mama Rina menatap putrinya dengan sorot hangat. Hatinya terenyuh. Masih lekat dalam ingatannya bagaimana beberapa hari kebelakangan Lili hampir tak berhenti menangis, setelah dikhianati oleh suami yang tega menikah lagi diam-diam, setiap pagi seperti ini akan diisi dengan tangis lirih Lili. Tapi kini, tak ada lagi

Lio menyudahi menatap pada Luna, perempuan yang selama ini menyandang status sebagai istrinya, di sisi lain. Namun sorot mata lelaki itu kini beralih pada Lili, perempuan yang berdiri di sampingnya dengan gugup, tangan mungilnya masih setia berada dalam genggaman lengan Lio.Lili sejak tadi menatap sekeliling dengan gelisah. Ini adalah pertama kalinya ia menghadiri pesta yang begitu mewah, glamor, dengan deretan tamu berkelas dalam balutan gaun mahal dan jas elegan. Kristal lampu gantung berkilau indah memantulkan cahaya hangat di setiap sudut ballroom yang begitu luas, sedangkan denting gelas dan iringan musik klasik menambah kesan megah.Ia menarik napas pelan, menunduk memandangi tangan Lio yang kini menangkup jemarinya erat. Rasanya aneh, antara nyaman sekaligus canggung."Aku akan memperkenalkan kamu pada rekan bisnisku." ucap Lio. Sambil sedikit menarik tangan Lili, pria itu melangkah lebih dulu, memaksanya untuk turut mengikuti.Lili hanya mengangguk kecil, tak berani membantah

Tuan Mark menatap dalam pada Luna, seolah menimbang ulang keputusan yang hendak ia ambil. "Yakin kamu mau carikan perempuan itu?” tanyanya pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh dentuman musik pesta yang glamor."Tentu saja." Luna tersenyum tipis, bibir merahnya melengkung penuh kelicikan. "Tinggal kamu sebutin mau perempuan model gimana? Cantik? Seksi? Atau yang pendiam?"Namun, Tuan Mark tidak segera menjawab. Matanya sibuk menyapu ruangan pesta megah malam ini yang dipenuhi tamu-tamu berdasi hitam dan gaun mahal, seakan mencari sesuatu, atau seseorang.Pandangan itu akhirnya berhenti pada Lio, yang duduk kembali di kursinya, menggenggam tangan Lili dengan erat. Wajah Lio terlihat tenang, meski sorot matanya menebar kecemasan. Tangannya tak pernah melepaskan jemari Lili, seakan takut pete itu akan menghilang kapan saja.Tuan Mark mengangkat dagunya, menunjuk ke arah mereka dengan dagu penuh makna. "Kalau bisa, seperti istri dari Lio."Mendengar itu, Luna tak bisa menyembunyikan kilat

Fokus Lio kini sepenuhnya tertuju pada Luna. Perempuan yang sejak dua tahun lalu resmi menyandang status sebagai istrinya. Namun, ikatan pernikahan itu kini terasa bagai jerat duri yang menyakitkan. Lio begitu yakin, Luna-lah yang sudah membawa Lili pergi dari pesta tadi. Tak ada orang lain yang punya niat sekeji itu selain Luna."Aku tidak akan memaafkan kamu, Lun." gumam Lio dengan rahang mengeras. Tangannya gemetar menahan marah. Segera ia mengambil ponselnya, mencari kontak Luna dan menekan tombol panggil.Satu kali dering. Dua kali. Hingga tiga kali dering. Tapi tak ada jawaban."Sialan!" Lio mengumpat keras. Nafasnya memburu, matanya menatap tajam ke arah sekitarnya seolah mencari Luna yang mungkin masih berkeliaran di hotel itu. Dadanya bergemuruh oleh campuran cemas dan murka. "Akan aku buat kamu menyesal, Lun. Berani-beraninya kamu menyentuh Lili."Dengan langkah panjang dan terburu, Lio hendak melangkah mencari Luna. Namun, baru beberapa meter berjalan, ponselnya tiba-tiba b

Lili perlahan membuka matanya, membiarkan cahaya lampu kamar hotel yang masih menyala sejak semalam menyapu wajahnya. Pandangannya langsung tertuju pada tangan kekar seorang pria yang melingkar di atas perutnya, membuat napasnya sedikit tertahan. Perlahan, ia menggeser kepalanya menoleh ke samping, menemukan Lio yang masih terlelap di sampingnya. Dada bidang Lio bergerak naik turun teratur, napasnya tenang, lengan satunya memeluk pinggang Lili seolah tak ingin melepas.Sesaat Lili hanya menatap wajah lelaki itu. Wajah yang kini begitu lekat dalam hidupnya, entah sejak kapan ia tak bisa lagi mengabaikan kehadiran Lio. Pelan-pelan, Lili mencoba menurunkan tangan Lio yang berat itu dari tubuhnya, kemudian menarik selimut yang sejak tadi menutupi tubuh mereka. Kulit Lili seketika meremang saat menyadari bahwa ia sama sekali tidak mengenakan apa pun di balik selimut itu. Dan begitupun dengan Lio.Kenangan semalam menyeruak begitu saja. Membuat dadanya berdegup tak keruan. Semua begitu jela