Semua Bab PERNIKAHAN PELUNAS HUTANG: Bab 71 - Bab 80

Hari pernikahan ditetapkan satu bulan setelah lamaran dilakukan. Seperti biasa, Bima yang akan menghandle semua keperluan pernikahan seperti saat Akash dan Haniyah menikah. Tapi kali ini Cakra tidak hanya menyerahkan masalah ini padanya, Ia mengizinkan Asha dan Sizy terjun langsung mengurus beberapa hal. Seperti kebaya pengantin, pakaian resepsi untuk para bridesmaid dan groomsman.Untuk urusan surat-surat, vendor dekorasi, jumlah undangan dan catering biarlah itu menjadi urusan Bima dan orang-orang yang dipercayanya.Rencana pernikahan ini bukan tidak mendapat penolakan dari keluarga besar Cakra, terutama dari Silvi–adik Sandy. Sama seperti saat Akash akan menikahi Asha, kali ini pun dia berkeras menolak. Dia keberatan dengan kehadiran Sizy dalam keluarga mereka. Alasannya sama, karena Sizy bukan dari kalangan menengah ke atas.

“Pak Maha!”Mahameru–adik Arjuna yang juga Kakak Akash itu perlahan mengangkat kepalanya saat mendengar suara perempuan memanggilnya. Penampilannya acak-acakan, rambutnya berantakan, matanya merah.“K-kalian sedang apa disini?” tanya Maha gelagapan.“Kami ada janji dengan Arjuna dan Akash, mau ikut gabung?” ajak Sizy.Maha menggeleng pelan. “Gak, aku ada urusan. Kalian masuk saja.” Sizy dan Asha saling tatap untuk beberapa saat, sebenarnya sedikit penasaran dengan kondisi Maha saat itu, tapi mereka tidak punya keberanian untuk bertanya atau membujuk Maha untuk bercerita. Akhirnya mereka memilih meninggalkan Maha di sana.

Hari yang dinantikan tiba.Langit pagi itu cerah, tapi angin berhembus lembut, seolah alam pun ikut bersiap menyambut momen sakral. Di ballroom hotel yang telah dihias indah sejak sehari sebelumnya, keluarga besar Arjuna berkumpul, wajah-wajah dipenuhi harap dan haru berkumpul di sana, tapi meski begitu, tetap ada beberapa wajah lain terlihat tidak tertarik.Arya berdiri di tengah-tengah ballroom, melihat kemewahan yang ada di sekeliling. Langit-langit tinggi menjulang, dihiasi gantungan kristal berbentuk tetesan embun yang berkilauan setiap kali cahaya lampu temaram menyentuhnya. Cahaya-cahaya lembut keemasan menari di dinding berlapis kain sutra, menciptakan aura sakral namun anggun.Di sepanjang lorong, rangkaian bunga mawar putih, anggrek, dan eucalyptus tertata rapi, aromanya lembut menyapa siapa pun yang lewat

“Lagu ini saya persembahkan untuk perempuan yang telah meluluhkan hati saya, perempuan yang telah bersabar menghadapi segala kekurangan yang saya punya. Perempuan yang tidak pernah menyerah dengan segala keegoisan saya,” ungkap Akash.Tiap tamu saling lihat ke kanan kiri, seolah mencari siapa wanita yang dimaksud.“Dia ada di sana.”Akash menunjuk ke arah Asha berdiri, sayangnya para tamu tidak hanya melihat Asha tapi juga Amora di sana. Hingga beberapa orang mengira Akash akan menyanyikan satu lagu untuk Amora, termasuk Amora sendiri.Amora tersenyum simpul, ia melangkah mendekat ke arah panggung dan membuat banyak pasang mata makin yakin kalau pria yang ada di panggung itu  akan menyanyi untuknya. Bahkan Asha yang tadinya yakin pada Akash p

“Kenapa diam? Kamu gak bisa jawab kan? Kamu sudah gak bisa membela diri lagi kan?” Pertanyaan beruntun itu membuat Asha menghela nafas berat, matanya tajam menatap ke arah Silvi–bukan karena rasa takut, tapi dia mulai bosan berurusan dengan wanita itu.Asha mengalihkan pandangannya pada sosok laki-laki yang duduk paling ujung–Bima. Pria berwajah tegas itu mengangguk pelan, seolah mengerti dengan maksud Asha saat melihat ke arahnya.“Kamu lihat Kash, istrimu gak bisa menjawab apapun kan?” tanya Silvi pada Akash. “Lihat Mas, dua anakmu ternyata menikmati satu tubuh perempuan yang sama,” ucapnya pada Sandy. “Lihat Mbak, kamu bahkan gak bisa membela menantu kesayanganmu kan?” kali Amerta yang mendapat pertanyaan.“Kalian semua bodoh!” ucapnya.