"Ma, sudah." Ayah Nadira menenangkan sang istri."Pa, apa Papa tega melihat Nadira seperti itu tanpa Reiner?" Ibu Nadira kembali menatap Reiner."Tante tidak masalah kalau Nadira bukan prioritas kamu. Tapi, tidak bisakah kamu tidak meninggalkan Nadira?""Maafkan saya, Om, Tante. Yang Nadira butuhkan adalah psikiater. Bukan saya. Suara Reiner rendah, tetapi penuh ketegasan. Reiner lantas menganggukkan kepala."Saya permisi. Setelah ini, mohon maaf kalau saya tidak merespons setiap kali Nadira menelepon saya.”Setelahnya, Reiner menatap Nadira dengan tatapan iba. Wanita itu pernah mengisi hari-hari Reiner selama bertahun-tahun. Bahkan menjadi cinta pertamanya."Maafkan aku, Nad. Kamu harus berjuang untuk sembuh. Abdan akan mendampingimu, karena dia yang kamu butuhkan," ujar Reiner dengan suara rendah. "Aku pergi."**Reiner menghela napas lega, seolah-olah terlepas dari beban berat yang selama ini menggelayuti hatinya.Dia berusaha menekan perasaan bersalahnya pada Nadira. Karena bagaim
Terakhir Diperbarui : 2025-08-17 Baca selengkapnya